Prolog

1.5K 85 8
                                    

"Ini kerugian akibat keponakan kamu. Tolong sampaikan ke Kakak Iparmu. Aku tunggu uang ganti rugi ini secepatnya." Kata perempuan dengan rambut sebahu sembari menyodorkan kertas ke hadapan laki-laki di berkacamata hitam di depannya.

Mereka sedang duduk berhadapan di cafe semi outdoor dengan suasana yang kekinian.

"Sayang, kamu serius?" Lelaki tersebut melepaskan kacamata hitamnya. Mengambil kertas yang ada di hadapannya.

"5 juta?"

"Ya itu sebenernya belum aku hitung kerusakan yang bulan lalu sih. Besok deh ya." Lanjut perempuan berambut sebahu itu.

"Sayang... Sejuk, apa kamu bersungguh-sungguh tentang ini?"

"Apa aku terlihat sedang bercanda?" Sinis perempuan yang dipanggil Sejuk.

"Selama ini, keluarga aku memperlakukan kamu seperti keluarga sendiri. Tapi, kamu bahkan memperlakukan keponakanku seperti orang lain?"

Siapapun yang mendengar ucapan laki-laki itu pasti tahu, dia sedang menahan amarah. Wajah yang mulai memerah, tangannya terjepal. Meremas kertas yang diberikan Sejuk.

"Itu dia letak masalahnya!" Teriak Sejuk.

"Keluarga kamu, terlalu semena-mena terhadapku. Selalu menggunakan dalih bahwa aku sudah seperti keluarga sendiri!" Lanjut Sejuk.

"Kakak Iparmu dengan seenaknya menitipkan anaknya padaku. Tidak peduli apapun situasiku! Sekali duakali aku masih bisa bersabar, Dewa. Tapi lihat sekarang?! Dia bahkan membuat aku menjadi supir pribadi untuk menjempuk anaknya?!"

"Apa kalian pikir aku tidak punya pekerjaan? Apa kalian pikir dengan menggunakan kata aku adalah bagian dari keluarga kalian, kalian berhak memperlakukan aku seperti ini?"

Melihat amarah Sejuk membuat lelaki tersebut, yang sekarang kita tahu bernama Dewa, terdiam. Mungkin sedikit terkejut bahwa kekasihnya ternyata menyimpan kekesalan kepada keluarganya.

Dia meraih tangan Sejuk, "Maafkan aku, sayang."

"Aku janji, ke depannya mereka tidak akan melakukan itu lagi." Lanjur Dewa.

"Terlambat!" Sejuk menarik tangannya dari genggaman Dewa.

"Aku sudah dipecat!" Lanjut Sejuk.

"Pikirkanlah, Dewa. Sudah berapa kali kamu menjanjikan hal yang sama kepadaku selama ini? Aku bahkan tidak yakin kamu benar-benar mengatakan keluhanku kepada keluargamu."

"Sejuk, kamu kan tahu. Mereka adalah segalanya bagiku. Aku tidak mau menyakiti mereka." Ucap Dewa terdengar sedih.

"Lalu aku? Apa menurutmu tidak masalah menyakitiku?"

"Tidak... Tidak. Kamu tahu, bukan itu maksudku." Dewa menggelengkan kepalanya cepat.

"Hanya aku yang mereka punya. Ibu dan kakak terlalu terpuruk sepeninggal Kak Danu. Sekarang hanya aku yang bisa mereka andalkan, Sejuk. Aku mengambil tanggung jawab dalam hidup Ibu, Kakak Ipar, dan keponakanku."

"Apa kamu tidak malu, menggunakan Almarhum Kak Danu untuk beralasan?"

"Apa makaudmu?" Tanya Dewa.

"Pikirkanlah Dewa. Apa kamu benar-benar merasa bertanggung jawab atas hidup Kakak Ipar dan keponakanmu, atau kamu sebenarnya tertarik pada janda kakakmu itu!"

"Sejuk!!!" Dewa menggebrak meja di hadapannya. Sudah tidak jika memperdulikan lagi apakah mereka menjadi pusat perhatian semua pengunjung cafe ini.

"Kamu sudah keterlaluan." Lanjut Dewa yang kini kembali terpantik emosinya.

"Aku sudah menjelaskan sedari awal. Aku terikat pada Dani. Dia keponakanku. Darah yang sama mengalir di tubuh kami. Dia segalanya bagiku, Sejuk. Mengertilah!"

"Gak, aku gak bisa mengerti situasimu. Jadi tolong, kita akhiri aja ini. Kamu tahu? Situasi kita sudah berubah semenjak kamu mengambil tanggung jawab atas hidup Kakak Ipar dan keponakanmu." Sejuk mengalihkan pandangan dari Dewa. Dia kemudian menyadari, beberapa orang menjadikan mereka pusat perhatian.

"Jujurlah, mana yang akan kamu pilih. Aku atau Kakak Iparmu?" Lanjut Sejuk.

"Sejuk... Tolong, mengertilah. Kalian tidak menempati posisi yang sama dalam hidupku. Aku cinta kamu, tapi aku bertanggung jawab atas hidup Kakak Ipar dan keponakanku."

"Aku bahkan tahu jawabmu tanpa kamu memilih." Sejuk tersenyum mengejek. "Sekarang aku tidak memiliki beban apapun untuk meninggalkanmu. Tolong, kita selesaikan ini dengan baik-baik. Aku sudah merasa cukup berurusan dengan keluargamu."

"Oh, sedikit saran untukmu Dewa. Kamu bisa mengambil tanggung jawab penuh atas Dani dengan menikahi janda kakakmu. Lakukanlah, sebelum orang lain melakukannya. Aku dengar, dia sedang dekat dengan pria lain saat ini." Lanjut Sejuk sambil berdiri, bersiap meninggalkan meja mereka

"Jaga kata-katamu, Sejuk. Kamu hanya belum mengerti bagaimana rasanya terikat pada seorang anak meskipun itu bukan anak kandungmu." Dewa ikut berdiri, memundurkan kursinya. Mereka saling menatap dengan keheningan sejenak yang menyelimuti.

"Aku harap, kamu akan berakhir terikat pada seorang anak yang bukan anakmu sendiri." Dewa menutup kalimatnya. Melangkah pergi, meninggalkan Sejuk yang terkejut dengan perkataan Dewa.

"Apa kamu baru saja menyumpahiku untuk berjodoh dengan duda beranak?! Ya!! Dewa sialan!" Maki Sejuk yang tersadar dari keterkejutannya dan memilih melangkah pergi menyusul Dewa.

*
*
*
*
*

"Jagad..." Panggil Timur perlahan setelah melihat adegan menarik di hadapannya berakhir.

"Iya, Pak?"

"Apa seburuk itu menjadi duda dengan seorang anak?" Tanya Timur, yang sedari tadi memperhatikan drama kecil di cafe ini.

****
****
****

YUK KUMPUL DI LAPAKNYA AYAH TIMUR!!!

01-08-21

Bunda untuk GalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang