7.2 Menghindari Timur

276 30 2
                                    

"Dik Sejuk, ini cetakan fotonya sudah jadi. Saya masuk kelas sendiri tidak apa-apa. Silahkan Dik Sejuk ambil saja sekarang ya. Supaya nanti bisa dibagikan ke anak-anak saat pulang. Jadi bisa langsung ketemu pendampingnya atau wali."

"Alamatnya, Bu?"

Begitu mendapatkan alamat studio foto dari Siska, Sejuk langsung bersiap ke sana. Karena waktu pulang anak-anak hanya sekitar satu jam dari sekarang saja.

Sejuk berencana berangkat dengan ojek pengkolan yang biasanya tersedia di seberang jalan.

"Bu Sejuk?"

Sejuk menoleh ke arah suara. Meskipun dia belum melihat siapa yang memanggil, tapi dia sudah tahu. Pak Robi. Hanya Pak Robi yang memanggilnya dengan sebutan 'Bu' di sekolah ini.

"Selamat pagi, Pak." Sapa Sejuk dengan sopan.

"Pagi, Bu Sejuk. Bukankah harusnya Bu Sejuk di kelas?" Tanya Robi yang heran melihat Sejuk berkeliaran di luar gedung sekolah.

"Saya perlu mengambil cetakan foto untuk dibagikan ke anak-anak hari ini, Pak. Jadi Bu Siska hari ini masuk kelas sendiri."

"Di studio Plexi?" Tanya Robi. Sejuk mengiyakan pertanyaan dari Robi.

"Mari saya antar, kebetulan saya akan menuju ke arah yang sama."

Sejuk yang merasa tidak perlu menolak tawaran dari Robi pun mengikuti di belakang. Sekar tidak berpikiran jauh. Bisa saja orang salah paham dengan mereka.

Mereka menuju studio Plexi dalam diam. Hanya sesekali tanya jawab untuk berbasa-basi.

"Terima kasih, Pak." Kata Sejuk sembari keluar. Dia bahkan tidak menunggu jawaban Robi.

Agak terburu-buru mengingat sebentar lagi waktu pulang.

Dengan bantuan dua staff dari studio Plexi, Sejuk membawa serta 1 kardus besar berisi hasil cetakan.

Dia tercengang saat mendapati Robi masih di halaman studio, berdiri di sebelah mobilnya dengan tangan sibuk memainkan ponsel.

"Bapak masih di sini?" Tanya Sejuk saat hanya berjarak beberapa langkah dari Robi.

"Oh sudah selesai." Dia memutari mobilnya untuk menuju bagasi.

"Silahkan taruh di sini." Lanjut Robi mengintruksi staff studio.

Meski terheran, Sejuk tidak mengatakan apapun. Dia menurut saat dituntun masuk ke kursi penumpang kembali.

****
****
****

"Silahkan hubungi saya pada nomor yang tertera di kartu nama tersebut, Ibu." Kata Sejuk pada wali siswa terakhir yang menjemput anak muridnya.

Dia tersenyum dan melambaikan tangan kepada siswa tersebut. Mempertahankan senyumnya sampai mereka menghilang dari pandangan.

"Kok sisa satu?"

Harusnya foto dan kartu namanya dicetak sejumlah siswa ditambah satu untuk dirinya. Tapi miliknya sudah dia letakkan di meja guru. Jadi kenapa bisa lebih?

Dia kembali ke mejanya dan Siska. Mengecek daftar hadir siswa yang tadi dilakukan Siska.

"Gala tidak berangkat? Kenapa?"

Dia terheran mendapati keterangan pada daftar kehadiran Gala yang tertera sakit. Pasalnya baru kemarin dia melihat Gala sehat dan bugar. Bahkan dia masih bisa berkelahi dengan Bintang.

"Sudah selesai?" Tanya Siska saat melihat Sejuk.

Sejuk hanya menganggukan kepala untuk menjawab pertanyaan Siska.

"Gala sakit, Bu?" Tanya Sejuk pada Siska yang duduk di sebelahnya.

"Sepertinya begitu. Sebenarnya tidak ada pesan apapun dari walinya, tapi karena Pak Timur bukan tipe orang tua yang membiarkan anaknya membolos. Saya asumsikan dia sakit."

Mendengar penjelasan Siska membuat Sejuk khawatir. Jangan-jangan Gala sakit parah hingga tidak masuk sekolah dan Timur yang terlalu panik melupakan izin ke sekolah.

Tidak! Kamu harus lebih rasional, Sejuk! Batin Sejuk menghentikan pemikiran buruknya sendiri.

Dia harus berhenti terlalu khawatir.

Sayangnya pemikiran buruk itu justru bertahan semakin kuat. Apalagi dua hari setelahnya Gala tetap tidak masuk sekolah. Dia kembali bertanya pada Siska siang ini dan mendapati jawaban yang sama.

Tidak ada kabar dari wali Gala. Chat Siska yang menanyakan kabar Gala pun sampai sekarang masih belum bercentang biru.

"Saya agak khawatir dengan Gala sebetulnya. Apa Dik Sejuk bisa menjenguk Gala untuk memastikan keadaannya?" Tanya Siska.

Sebenarnya Sejuk masih enggan jika harus bertemu Timur, tetapi dia tidak mungkin menjawab pertanyaan Siska dengan 'tidak'. Itu semacam perintah terselubung.

Hal itulah yang membuat Sejuk kini sudah berdiri di halaman rumah Timur. Menunggu pintu utama terbuka.

"Oh ibu yang waktu itu di kamar Pak Timur kan ya?"

Kalimat sapaan dari ART yang membukakan pintu rumah sukses membuat Sejuk merona. Malu lebih tepatnya.

"Tapi Pak Timur belum pulang, Bu..."

Syukurlah. Batin Sejuk.

"Oh, saya memang gak mau ketemu dia. Galanya ada, mbak?"

"Den Galanya lagi sama Omanya, Bu. Tapi tadi Omanya ngabarin mereka perjalanan pulang. Silahkan ditunggu di dalam saja, Bu."

Sejuk mengikuti arahan Nina, ART di rumah Timur. Dia menunggu Gala agar bisa memastikan kondisinya dengan mata kepalanya sendiri.

Cukup lama Sejuk menunggu, gelas kosong di hadapannya menjadi buktinya, hingga akhirnya terdengar suara kendaraan mendekati pintu utama yang berada dalam kondisi terbuka.

Mendengar langkah kaki mungil atau lebih tepatnya berlari, Sejuk segera berdiri. Memasang senyum ke arah datangnya sumber suara.

Sejuk sudah bisa melihat Gala di ambang pintu, begitupun sebaliknya. Hal tersebut membuat Gala menghentikan langkahnya. Raut wajahnya yang semula ceria langsung berubah muram. Senyum Sejuk ikut pudar melihat hal tersebut.

Gala berbalik arah. Menangis ke arah Omanya yang menyusul.

Kenapa?
****
****
****

Selamat Ramadhan! Selamat menjalankan ibadah panjang di Bulan Ramadhan, bagi yang merayakan🙏

Bunda untuk GalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang