14. Bunda Gala

258 18 1
                                    

"Bu, Bu Siska kemana ya?" Tanya Sejuk pada Bu Puji.

"Tadi katanya beli makan siang, dik. Ditelpon aja kalo ada perlu."

Sejuk yang berniat izin untuk keluar sebentar mengunjungi Sekar. Sekar bilang mereka perlu bicara. Namun sepertinya dia harus mengurungkan niatnya.

Jika Siska belum kembali, dia tidak berani meninggalkan anak-anak. Meskipun sekarang sampai jam pulang mereka akan bersama guru olahraga.

Dia akhirnya kembali ke mejanya untuk mengerjakan materi ajar untuk besok. Mungkin bisa mencari lagu atau permainan yang bisa diaplikasikan untuk pembelajaran.

"Dik Sejuk!!" Bu murni lari menghampiri Sejuk. "Itu tolong segera ke kelas, Gala berantem sama anak-anak lainnya."

Sejuk menilik arlojinya "Loh, ini kan masih jam olahraga bu."

"Pak Diro kewalahan, Dik. Tolong segera ke sana ya."

Tanpa menjawab Bu Murni, Sejuk segera berlari ke arah kelasnya. Rasanya ini situasi serius karena guru olahraga saja tidak mampu menangani sendiri.

Dari jarak beberapa meter, dia sudah mendengar suara tangisan yang riuh. Nampaknya kali ini Gala tidak hanya berkelahi dengan Bintang. Sejuk mendengar suara tangis dari banyak anak. Pantas saja Pak Diro kewalahan.

Dia segera berlari memasuki ruang kelas. Tampak Pak Diro sedang memeluk anak perempuan yang sedang menangis. Di sebelahnya terdapat tiga anak lain yang turut menangis. Sedangkan Gala menatap mereka dari sisi depan dan menyilangkan tangan di depan dadanya dengan ekspresi marah.

Sejuk segera mendekati Pak Diro untuk menanyakan apa yang terjadi.

"Saya juga bingung, Dik. Tadi yang saya tahu, Gala menjambak rambut Tania. Terus Marsya yang duduk di sebelahnya tidak sengaja terpukul saat saya berusaha melepaskan tangan Gala. Terus ini Aika ikutan nangis gak tau kenapa."

Sejuk mengambil alih Tania yang ada dipelukan Pak Diro. "Pak, tolong telponkan walinya anak-anak ya." Pinta Sejuk sembari menenangkan Tania.

Melihat Tania yang sudah tenang, Sejuk segera menghampiri Gala yang duduk menunduk.

"Gala kenapa?" Pertanyaan Sejuk tidak mendapatkan jawaban. Gala tetap diam dan segera memalingkan wajahnya.

Sejuk menyadari bahwa Gala tidak ingin menceritakan apapun padanya. Tentunya dia tidak bisa memaksa.

Tak lama, Marsya dan Aika pun lebih tenang. Tangis mereka sudah berhenti total. Sejuk, Bu Murni dan Pak Diro sepakat membawa keempat anak tersebut ke ruang pertemuan.

Siska yang baru saja kembali bertugas menenangkan dan memulangkan anak-anak lainnya.
****
****
****

"Miss, kenapa anak saya jadi begini?!" Pertanyaan dengan nada emosi yang sama sudah Sejuk dapatkan dari ibu Marsya dan Aika. Namun kali ini, raut wajah ibu Tania yang paling tidak bersahabat setelah melihat kehadiran Gala di sebrang sofa yang Tania, Marya, dan Aika.

Sejuk mulai menyadari bahwa Gala semakin murung. Dia hanya tertunduk dengan mata yang berkaca-kaca.

"Ibu, maaf. Ini ada kesalahpahaman kecil antara anak-anak saat jam pelajaran olahraga." Jawab Sejuk sekenanya. Jujur saja Sejuk juga belum mengetahui masalah yang sebenarnya terjadi.

Ibu Tania segera memeriksa kondisi anaknya yang masih bermata sembab. Dia berusaha membenarkan ikat rambut Tania yang berantakan.

"He pull my hair, mom." Lirih Tania sambil menunjuk Gala.

"WHAT?!" Mendengar aduan anaknya, Ibu Tania segera bangkit ke arah Gala.

Sejuk dan Pak Diro reflek ikut bangkit dari duduknya. Berusaha mencegah hal buruk terjadi.

"Bu, mohon tenang dulu." Sahut Pak Diro.

"Iya, mari kita tunggu wali Gala datang." Bu Murni ikut bangkit dan menenangkan.

"Gimana saya bisa tenang. Anak saya dijambak loh, Pak Bu. Saya seumur umur belum pernah bentak dia, apalagi ini ada yang main fisik sama anak saya."

"Iya, Bu. Kami paham. Tapi ada baiknya kita tahan dulu. Tidak adil membiarkan Gala bicara tanpa walinya. Kita belum tahu apa yang terjadi dan bagaimana kronologi yang sebenarnya." Pak Diro berusaha membujuk ibu Tania untuk kembali duduk.

"Bapak mau tau kronologinya? Itu ada tiga korban yang bisa bersaksi." Tunjuk Ibu Tania pada Tania, Marsya, dan Aika yang sudah ditemani ibunya.

"Betul pak, anak saya kan juga korban. Harusnya kita dengarkan dulu cerita dari korban, bukan pelaku." Sahut Ibu Aika.

"Ibu-ibu, saya tahu bahwa saat ini pasti merasa marah dan gelisah karena putri tercintanya sedang terluka. Namun, ibu-ibu sekalian juga harus memahami bahwa kita memposisikan diri sebagai orang dewasa." Sejuk akhirnya ikut bicara. Berusaha senetral mungkin.

"Sebagai orang dewasa, rasanya kita tidak patut menghakimi anak kecil terlebih anak tersebut hanya sendiri. Tidak ada pendampingan dari walinya." Lanjut Sejuk.

"Saya harap ibu-ibu sekalian bisa tenang dan memberikan contoh bagaimana orang dewasa harus bijak mengambil sikap disaat seperti ini. Mari kita tunggu wali Gala sampai terlebih dahulu." Sejuk mengakhiri kalimatnya dengan melirik Gala. Mata mereka sempat bertemu. Sejuk memberikan senyuman. Berharap bisa menenangkan Gala sebelum Timur datang.

"Wali Gala? Siapa yang akan datang? Gala kan tidak punya ibu." Balas ibu Tania dengan sinis.

"Betul." Sahut kedua ibu anak lainnya.

"KATA SIAPA GALA GAK PUNYA IBU?!" Suara menggelegar terdengar dari luar pintu bersamaan bunyi pintu dibanting.

"SAYA BUNDANYA GALA." Lanjut pemilik suara tersebut memunculkan diri disusul dengan Timur.

Sejuk menatap pada perempuan yang dia ketahui bernama Zendaya dan Timur bergantian.

"Jadi Zena adalah bunda Gala?" Batin Sejuk memias.
****
****
****

Bunda untuk GalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang