Jangan lupa berikan dukungan ke author dengan cara klik gambar bintang di bawa pojok kiri hp kalian ya. Makasih..
Selamat membaca...
.
.
.Tak lama dari aku dan Lisa berbincang-bincang, Farhan dan Yoga pun datang dengan tampilan sangat-sangat casual. Di tangan mereka ada satu kantong kresek bening yang dapat ku lihat dengan jelas bahwa kantong itu berisi gorengan. Dan satunya lagi kantong putih yang di mana terdapat logo mini market ternama.
"Wihhh bawak apa tu?" Tanya Lisa panasaran apa yang Farhan dan Yoga bawah.
"Biasa, sedia payung sebelum hujan. Siapa tau aja kan pemilik rumah ini gak sediain makan atau minum jadi..."
Jawab Yoga menyindir Lisa, dengan sigap Lisa langsung memotong ucapan yoga.
"Ya elah, ga. Waktu itu kan aku udah bilang, bibi yang masak gak masuk. Makanya di rumah gak ada camilan. Masih di inget aja nih kayaknya!"
Yoga menggedikkan bahunya seolah tak tau menau. Setelah itu Lisa mengambil piring untuk wadah gorengan yang yoga dan Farhan bawa.
"Dihh, udah Dateng aja nih orang." Sindir Yoga menatapku dengan tatapan musuh.
Aku hanya diam membisu, mataku masih saja terpokus pada layar hp.
"Wihhhh gorengan.." kata Lisa membuka kantong kresek yang tadi di bawa Yoga. "Beli gorengan di mana nih?"
"Gorengan di tempat biasa kamu beli." Jawab Farhan yang masih berdiri, entah mengapa bulu kudukku merinding mendengar nada bicara Farhan yang sangat-sangat berbeda jauh yang biasa aku dengar di kelas.
Nada bicara Farhan begitu lembut dan dengan bodohnya mataku malah mengalihkan pandangan dari hp, lalu menatap Farhan. Kebetulan sekali saat mataku menatap Farhan, ia sedang menguncirkan rambut Lisa yang masih tergerai panjang. Dan Lisa hanya diam saja sambil membenahi tumpukan gorengan di dalam piring.
Aku bisa menangkap dengan jelas bahwa benar bila mereka ada hubungan yang serius. Tapi, kenapa di sekolah mereka biasa-biasa saja, malah Farhan tak pernah bersikap romantis saat di sekolah.
Astaga ini gila, benar-benar gila!
Aku merutuki diriku sendiri saat ini.
"Jualan ya mang gorengannya?"
"Iya"
Farhan menjawab pertanyaan dari Lisa dengan santai ia menyelesaikan tugas menguncir rambut Lisa.
"Hmm, kalo gini kan enak di lihatnya." Tutur Farhan.
Yoga yang sedari diam langsung saja menatap Farhan jengah, "ck... Enak di lihat mata tapi dapetin dosa. Lagian nih, kenapa kamu gak pakek hijab sih? Bikin dosaku tambah banyak aja." Kesal Yoga tapi matanya menatap ke arah yang lain.
"Gerah ga. Gak lihat di luar panas banget."
"Gerah kamu bilang?"
Lisa mengangguk pelan, sambil mendaratkan pantatnya duduk di sebelahku.
"Helo, yang panas itu di luar bukan di dalem. Lagian rumah sebesar ini gak ada AC atau kipas gitu? Kalo gak ada berarti rumah ini miskin, bentuknya aja bagus, tapi kipas gak punya. Kalah sama rumah ku, yang biasa aja tapi punya kipas angin banyaknya minta ampun." Sindir Yoga.
Aku hanya bisa terkekeh pelan, tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
"Iya emang rumah ini miskin. Udah, males aku ngeladenin kamu!" Lisa menyudahi aduh argumen dengan Yoga.
Ternyata bukan aku saja yang malas dengan Yoga tapi juga orang lain pun sama. Buktinya sudah aku saksikan saat ini.
"Udah sana pakek hijabnya, kamu tau kan kalo Yoga pasti gak mau ngerjain nih tugas kalo kamu gak pakek hijab." Suruh Farhan.
Lisa hanya bisa pasrah saja. "Tunggu ya, ji. Aku ambil hijab dulu."
Ucap Lisa berlalu pergi. Sekarang tinggal kami bertiga di sini.
Baru beberapa langkah Lisa pergi, yoga akhirnya mengeluarkan leptop yang berada di dalam tasnya. Dan tak lupa yoga juga mengeluarkan map plastik bening, lalu menyerahkan pada Farhan.
"Oh iya ji, kamu belum dapet materi kan?" Tutur Farhan, mencari sesuatu di dalam map.
"Hm."
"Nih, materi kamu. Ini sengaja belum di ringkas supaya kamu meringkasnya sendiri. Biar kamu paham dan bisa jawab kalo di tanya Mak sun nanti." Farhan menyerahkan lembaran kertas APS padaku.
Di sana banyak sekali kata-kata yang tertulis. Membuat ku seketika langsung eror. Aku memang tak terlalu suka dengan pelajaran sejarah peminatan ini.
Aku sampai tak sadar bahwa Lisa sudah kembali dengan kepala yang tertutup oleh hijab instan yang biasa ku gunakan bila di rumah saja.
"Nih, kalo ada yang butuh kertas sama pena. Stabilo juga ada kok di sana, jadi jangan pada nanya lagi." Ketus Lisa saat yoga menatapnya jengah.
Lisa meletakkan wadah penyimpanan perkakas sekolah di atas meja dengan keras sehingga menimbulkan suara yang melengking di ruangan ini.
"Eh iya, mama tadi masak bolu kamu mau gak Lis?"
Tawar Lisa padaku, aku yang sibuk membaca hanya mengangguk saja tanpa ingin menjawab. Aku melakukan itu karena takutnya pokusku hilang.
"Tunggu ya, aku bawak'in buat kamu."
"Buat Lisa aja nih?" Tanya Farhan.
"Buat kamu juga kok." Jawab Lisa mengedipkan mata.
"Terus Yoga?" Tanya Farhan lagi.
"Aku gak usah, kan ada gorengan." Ungkap Yoga yang pokus pada layar leptop.
"Ce'ela, gitu aja ngambek. Entar aku ambilin juga buat kamu. Gak usah malu-malu ga, biasanya juga minta bungkus." Cetus Lisa membuat ku seketika mengalihkan pokus.
"Jangan kaget gitu ji, kawan mu ini kalo main ke sini. Apa aja minta bungkus, gak itu makanan atau minuman. Kali ini aja dia baik hati bawak makanan sendiri, biasanya pas begitu nyampe langsung nanya camilan sama minumannya mana? Ya gak?"
Ungkap Lisa secara jujur sejujurnya.
"Kalo kamu kesel sama aku, jangan buka aib orang dong, Lis. Akhh payah kamu." Kesal Yoga dengan sinis menatap ku.
Lah kenapa dia ngeliat aku kayak gitu, kok aku jadi yang kena. Dasar orang gila!
Umpatku dalam hati, mengalihkan perhatian ku lagi pada kertas di tangan.
....
Bersambung...
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENAPA SIH HARUS KAMU!
Teen Fictioncerita ini di buat untuk menghibur semata bukan untuk melakukan menyebarkan hujatan pada semua. 21+ Bagi yang umurnya belum 21 mendingan jauh-jauh takutnya malah bikin deg-deg serrr.. . . . hidup dalam pernikahan yang selama ini aku idam-idamkan ter...