Selamat membaca...
.
.
.
Jarak dari sekolah ke rumahku cukup dekat kalau berkendaraan motor mungkin jarak tempuhnya 10 menit saja sedangkan kalo untuk bus atau angkot mungkin agak sedikit lama memakan waktu. Contohnya tadi, panjangnya macet di sebabkan oleh lampu merah, membuat laju kendaraan bus yang besarnya minta ampun sedikit terhambat karena banyak kendaraan-kendaraan yang lain memotong jalan. Ya, aku tinggal di kota tertua se-Asia tenggara yaitu kota Palembang.
Jalur bus umum di tempat ku tak sama seperti di ibu kota, yang memiliki jalur khusus untuk bebas hambatan. Jalur bus di sini bercampur dengan jalur kendaraan lainnya. Sehingga kalo macet ya macet, kalo enggak ya enggak.
Aku tinggal di pinggiran kota, sedangkan sekarang aku bersekolah yang letaknya di tengah-tengah kota. Membuat ku sedikit kesusahan bila mengeluarkan uang untuk jajan. Karena makanan dan minuman di sekolah ku relatif mahal, untungnya pihak sekolah malah mewajibkan setiap muridnya untuk membawa bekal makanan dan minuman sendiri dari rumah. Hal itu di lakukan, untuk mengurangi sampah-sampah plastik jajanan atau pun plastik gelas dari air minum kemasan.
Jadi, tak jarang setiap beberapa hari sekali di sekolah melakukan rahazia bagi murid karena membawa jajanan yang masih dalam plastik kemasan. Tak segan-segan juga guru atau pun kepala sekolah langsung memberikan denda pada murid yang melanggar peraturan itu.
Aneh bukan? Tapi itulah istimewa sekolahku. Karena ada aturan itu, akhirnya sekolah ku terpilih sebagai sekolah yang paling sedikit menyumbang sampah plastik bekas jajanan. Dan sekolah ku juga mendapatkan kemenangan atas lomba kelas terbanyak akan pohon dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perkarangan sekolah, di teras, bahkan di dalam kelas pun di wajibkan memiliki 3 tumbuhan.
Hari-hari berlalu begitu cepat, tak terasa akhirnya kami akan segera berpisah. Momen momen inilah yang banyak kami tunggu tapi kami benci. Benci karena kami akan meninggalkan masa-masa senang, masa di mana kami memiliki teman sosial, masa di mana kami memiliki kebebasan, dan masa di mana kami di kekang akan pendidikan.
"Hadehhh, bentar lagi nih." Tiba-tiba Lena bergumam kecil.
Aku yang sibuk bermain hp, sedikit mendengar gumaman suara itu. Posisi ku saat ini sibuk menonton drama anime Jepang yaitu Doraemon. Untungnya aku duduk di pojok sekali jadi bisa bersandar ria, hp ku senderkan di botol air minumku, tangan kanan ku luruskan sebagai bantalan, dan tangan kiriku bergerak bebas di bawah kolong laci meja.
Entah apa dan sebabnya, Lena langsung mematikan hpku, "eh ji, nih!" Ucap Lena menyerahkan amplop selebaran.
Karena aku kesal akhirnya aku ambil dengan kasar, lalu kutatap selebaran itu dengan bingung. "Apa'an nih?" Tanyaku dengan suara sedikit kencang.
"Pelan-pelan aja kenapa sih?" Geram Lena dengan suara tertahan.
"Kan aku nanya, ini apa'an?" Kataku sewot, dengan posisi tubuh yang masih sama seperti aku menonton tadi.
"Di bukanya nanti aja. Yang penting kamu udah aku kasih, jangan bilang siapa-siapa ya!"
"Hm, udah sana! ganggu aja jadi orang." Sarkasku.
"Janji ya, ji?" Ucap Lena dengan wajah memohon.
"Iya, udah sana. Jangan ganggu orang, nih lagi enak-enak nonton sih Doraemon."
Ku usir Lena sambil menghidupkan layar hp kembali. "Awas ganggu aku!" Ancamku ketika Lena ingin mengeluarkan suaranya.
"Iya."
Tak lama dari mengatakan iya, meja bergoyang kencang menyebabkan hpku jatuh. Dengan kekesalan udah di ujung tanduk, akhirnya ku tendang kursi Lena dengan kencang memyebabkan Lena yang baru menopang kepalanya di atas meja langsung menatap ku dengan wajah cengengesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENAPA SIH HARUS KAMU!
Teen Fictioncerita ini di buat untuk menghibur semata bukan untuk melakukan menyebarkan hujatan pada semua. 21+ Bagi yang umurnya belum 21 mendingan jauh-jauh takutnya malah bikin deg-deg serrr.. . . . hidup dalam pernikahan yang selama ini aku idam-idamkan ter...