3.

53 5 2
                                    

Selamat membaca...

.

.

.

Selama 2 jam lebih aku menghabiskan waktu di dalam rumah Lisa. Yah awalnya hatiku biasa saja, tapi lama-kelamaan bercampur kayak bakwan. Gimana gak bercampur kayak bakwan, orang baru beberapa menit di sini aku baru mendapatkan fakta bahwa Lisa dan Farhan itu memiliki hubungan, mereka berpacaran dari SMP kelas tiga. Jadi wajar kalo mereka berdua gak terlalu bucin banget kayak orang-orang di luar sana.

Dan fakta yang ke dua, aku baru tau kalo Yoga itu masih memiliki ikatan anggota keluarga sama Lisa. Ikatan mereka adalah saudara sepupu. Pantas saja orang itu urat malunya hilang kalo main ke sini.

Astaga Jihan, kenapa sih jadi orang gak bisa membuka diri dengan orang lain.

Rutukku dalam hati, walaupun sudah 2 jam lebih aku disini. Tetap saja aku lebih banyak diam dari pada mengeluarkan suara seperti yang lain. Sifat penutup yang sudah mendarah daging membuat ku sedikit merasa canggung bila memulai berbicara pada mereka.

Hadehhh!

"Eh ji, mana ringkasan kamu? Yoga mau lihat!" Tutur Lisa bermain mata dengan Yoga.

Akhh mungkin Lisa kelilipan, pikirku. Soalnya ekspresi Yoga masih berwajah datar tanpa ingin mengubah wajah jeleknya itu.

"Nih!"

Ku serahkan rangkuman yang sudah aku tulis dengan pena tinta berwarna merah. Lisa mengambil kertas itu kemudian menyerahkan nya pada Yoga.

Kulihat dari ekspresi wajahnya, dia biasa saja padahal aku yakin bahwa dia menyimpan sesuatu dariku.

"Hmm, ini gak kurang?" Tanya Yoga padaku tapi matanya menatap ke arah lain. Dan itu memang sudah menjadi kebiasaan yoga kalo bicara sama perempuan pasti matanya melihat yang lain.

"Kenapa? Kependekan ya?" Tanyaku heran.

"Gak sih, kali aja mau di tambah lagi." Tutur nya langsung memulai mengetik, menyalin setiap kata yang tertulis di kertasku.

"Hmmm, ji nanti kamu persentasinya paling akhir, soalnya yang kamu bahas kan tentang sosial, budaya, dan dampak yang di timbulkan dari ke dua itu." Ungkap Farhan menatap wajahku.

Aku yang biasanya kesal terhadap Farhan karena ucapannya yang selalu mengadu domba, sedikit merasa grogi. Wajar dong kalo aku merasa grogi, karena Farhan menatap wajahku begitu lama, sampai...

"Jaga mata, jaga hati. Jangan cari yang lain lagi..."

Entah kenapa Yoga tiba-tiba bernyanyi yang dapat mengalihkan pandangan Farhan dari wajahku.

"Gila bagus banget lagunya, buka dong Lis! Gak tau kenapa aku pengen denger tu lagu" pinta Yoga yang tiba-tiba.

"Ck, gitu aja udah panas. Tenang bro, gak akan aku ambil." Kata Farhan yang membuat ku semakin bingung.

"Hahahaha..."

Tawa Lisa menggemah memekakkan telinga ku. Kepalanya geleng-geleng menatap ke arahku.

"Haduh-haduh iya nih tunggu aku stel lagunya."

Lisa berdiri, berjalan mendekati TV yang ku tau TV itu adalah televisi yang bisa membuka apapun yang seperti di dalam hp. Contohnya bisa buka YouTube, dan lainnya.

Tak lama kemudian suara musik pun terdengar, Lisa mengeras kan volume sampai aku tak sadar bahwa dari hpku berdering karena ada pesan chat masuk.

Untungnya aku sudah menyetel getaran dan bunyi, kalo enggak mungkin gak aku gak akan tau bahwa ada pesan masuk.

Saat ku buka isi pesan itu, ternyata adikku menanyakan kapan aku pulang. Aku baru sadar bahwa hari sudah mulai sore. Ku balas pesan itu dengan singkat lalu menatap Lisa dan Yoga bernyanyi bak orang lagi patah hati.

"Nih, udah aku salin rangkuman mu."

Kata Yoga mengembalikan kertas rangkuman ku. Lalu kembali menyibukkan dirinya.

10 menit berlalu begitu cepat.

"Eh Lis, udah sore nih. aku pulang ya?"

Lisa yang sedari tadi sibuk karaoke langsung menatapku. "Eh iya ya, udah sore. Mau jam 5 nih. Kamu pulang di jemput atau naik ojek?"

"Gak tau nih, aku tanya sama adik aku dulu, Ayahku udah pulang atau belum."

"Oke, tanya aja. Tapi jangan pergi dulu!"

"Iya."

Pesan chatku di balas adikku dengan ceoat ia mengatakan bahwa ayahku baru pulang. Sontak aku langsung menyuruh adikku menjemput nya, dan membagikan lokasiku saat ini.

"Gimana?" Tanya Lisa mematikan TV nya.

"Ayah baru pulang."

Sontak saja jawabanku menimbulkan pertanyaan dari dua orang pria yang kepo.

"Berarti di jemput?"

"Iya, paling bentar lagi sampe."

"Udah mau pulang, ji?" Tanya Farhan.

"Hm."

"Di jemput? Berarti gak bawak motor dong?"

"Iya, motor di pakek ayah kerja."

"Ohh, gitu."

Obrolan ku dengan Farhan pun berakhir. Tak lama kami menutup suara lagi. Ku lihat mereka bertiga sibuk memainkan hpnya, sedang aku sibuk membaca novel di hp.

"Hmm, Lis aku tunggu di luar aja ya? Biar ayah bisa lihat aku di sini."

Lisa menyudahi kesibukannya bermain hp, "iya, ayo ku anter."

Tanpa aku sadar sepasang mata menatapku dengan tajam, saat aku bersiap pergi.

Suasana rumah Lisa begitu sepi, wajarlah komplek perumahan. Tapi yang mengherankan adalah, Lisa begitu pandai mengakrabkan dirinya dengan orang lain. Sedangkan aku yang tinggal di perkampungan malah sangat susah mengakrabkan diri pada orang lain. Sampai tetangga bahkan kerabat ku mengatakan bahwa aku seperti seorang anak yang di besarkan di area tinggal perumahan atau bahkan apartemen seperti anaknya orang-orang kaya saja.

Ku tunggu kedatangan ayah selama dua menit kemudian ayah datang khas dengan pakaian yang begitu kotor. Ada bekas semen, atau bahkan cat tembok yang tertinggal di baju bahkan celananya.

"Eh Lis, aku pulang ya?"

Lisa tersenyum manis padaku, "iya hati-hati, ji."

Aku pun naik ke atas motor metik yang selama ini ku gunakan untuk pulang dan pergi sekolah. "Dah Lis.."

"Dahh."

Tin...

Ayah memberi klakson motor sebagai tanda pamit pada Lisa.

"Hati-hati om."

Ucap Lisa sambil melambaikan tangannya pada ku dan ayah.

....

Setelah kepergian Jihan, Lisa pun masuk ke dalam rumahnya. Baru masuk ke dalam rumah ia sudah di sungguhkan satu pertanyaan dari Yoga.

"Gimana ayahnya tadi?"

"Biasa aja, tapi dari wajahnya sih sedikit galak." Jawab Lisa meringis menatap Yoga prihatin.

"Kata orang, kalo mau sama anaknya. Yah deketin bapaknya dulu. Tambah lagi sih Jihan itu kalo gak salah anak perempuan pertama. Jadi banyak-banyak berdoa aja dah di setiap sholat. Semoga bisa jadi jodoh."

Tutur Farhan menenangkan Yoga.

"Ck, kamu ngejek aku atau apa sih. Lagian kalo jodoh gimana pun aku gak berusaha, pasti dapet. Begitu pun kalo aku berusaha, mau jungkir balik pun pasti gak jodoh." Yoga memandang lirih ke arah langit-langit rumah.

"Jangan nyerah bro!"

Lisa menepuk-nepuk bahu Yoga memberi semangat pada sepupunya itu.

....

Bersambung...

.
.
.



KENAPA SIH HARUS KAMU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang