10.

12 2 0
                                    

Selamat membaca...

.

.

.

Waktu perpisahan sekolah telah tiba hari ini, tak ada yang indah yang bisa ku rasakan selain jatung yang terus berdebar tak karuan. Jantungku berdebar karena grogi takut bila penampilan ku beda dari yang lain.

"Temenmu mana, kak?" Tanya ibu padaku sambil merapikan hijab segi empat yang sudah terpasang di kepala.

"Gak tau, katanya mau jemput kakak di sini, tapi kalo gak jadi nanti dia kirim pesan kok." Jawabku.

Ibuku terus saja membetulkan penampilan ku dari ujung kaki sampai atas kepala, padahal sebenarnya sudah di betulkan nya sedari tadi. "Buk, udah pas kok penampilan kakak!" Tegurku agar ibu berhenti melakukan hal yang sebenarnya membuat ku risih.

"Masa? Ibuk cuma memperbaiki penampilan kakak saja, biar disana gak amburadul beda dari yang lain."

"Tapi kan... dari tadi ibuk udah ngerapihin dari atas sampe bawah. Kepala kakak jadi pening tau ngeliat ibuk jongkok terus berdiri, gitu terus dari tadi."

"Ibukmu itu parno kak." Kekeh ayah memperhatikan tingkah laku ibu.

"Akhh ayah ikut-ikutan aja!" Marah ibu pada ayah, tanggapan ayah hanya mengedipkan mata saja padaku. "ehh iya kak. Itu kawanmu udah ada kabar belum. Masa dari tadi gak dateng-dateng, nanti telat loh."

"Ini lagi kakak telpon kok buk, tenang aja acaranya kan jam setengah 10. Ini baru jam 9 kurang 20 menit."

Setelah aku berbicara, akhirnya panggilan telponku akhirnya tersambung.

"Hallo Lis? Gimana?"

Dapat ku dengar suara Lisa yang sibuk mengeluh di sebrang sana.

"Eh iya maaf ya ji, ini baru berangkat ke rumah kamu. Di sini lagi pada repot gara gara sih Lena. Tunggu ya, paling 10 menit lagi nyampe kok."

"Oh gitu, gak apa-apa Lis. Aku tunggu ya?"

"Iya tunggu aku ya ji, jangan kemana-mana dulu."

"Oke, aku tutup, assalamualaikum."

"Gimana?" Tanya ibu setelah aku menaruh hp di dalam tas.

"Bentar lagi di nyampe buk."

Mendengar jawaban ku, seketika rasa ke parno'an ibuk semakin menjadi.

"Hp jangan lupa di bawak!"

"Ini udah aku tarok di tas." Ku jawab sambil memutarkan kedua bola mata. Cukup buk, aku risih tauk. Pengen banget ngomong gitu ke ibu, tapi mulutku tak berdaya mengatakan beberapa kata itu.

"Tisunya,di mana?"

"Udah di tas buk." Jawabku dengan santai sambil menatap layar tv yang menyala.

"Hp, tisu, uang? Kalo uang minta sama ayahmu." Suruh ibu.

Ayah yang sedari tadi diam, melotot tak percaya. "Eh kok gitu sih buk?"

"Ya kan, ayah yang cari uang jadi, minta uangnya sama ayah. Benerkan kak?"

Aku menjawab hanya mengangguk sambil mengangkat ke dua alis seolah tak peduli pada hal itu.

Dengan pasra ayah menyerahkan uang 20 ribu padaku. Baru saja aku akan menerima uang dari ayah, tapi...

"Eh kok segitu?"

"Jadi harus berapa sih buk, semua serba salah!" Tutur ayah dengan menahan geram.

"50 ribu yah, nanti kan pulangnya naik mobil taksi online. Terus, bisa jadi juga uangnya buat nebus foto lah, atau buat dia nanti jalan-jalan sama temen-temennya. Gitu aja harus di ajarin!" Ceramah ibu panjang lebar.

Pertengkaran ayah dan ibuku berlanjut terus sampai akhirnya suara klakson mobil terdengar. Tak salah lagi depan rumahku pasti sudah ada mobil papa Lisa.

"Kayaknya itu Lisa buk."

Aku, ibu bahkan ayah berdiri bersamaan, untuk melihat siapa yang membunyikan klakson mobil beberapa kali.

"Eh kak, tu jilbab mu benerin dulu!" Cegah ibu saat aku akan keluar dari rumah.

Dengan sabar aku melakukan hal yang ibu suruh. "Sudah rapi kan buk?"

"Hmm, cantiknya anak ibu. Nanti jangan lupa foto-foto yang banyak, biar nanti di pilih yang cantik, nanti ibu cuci buat di simpen di album."

"Iya, ya udah kakak pergi dulu." Aku mencium tangan ibu dan ayah bergilir.

"Assalamualaikum Tante, om." Lisa mencium punggung tangan ibu dan ayahku.

"Waalaikumussalam, nitip Jihan nya ya Lis."

"Iya Tante, nanti Lisa jagain juga kok. Oh iya, ehgmm Lisa juga mau minta izin ke Tante dan om, buat ngajak Jihan main ke rumah Lisa dulu nanti. Mungkin pulangnya jam 8 maleman sedikit, soalnya mau ngadain syukuran juga. Jangan lupa om sama Tante juga dateng, mama sama papa yang  ngundangnya. Acaranya di mulai jam 4 sore, Tante sama om jangan lupa dateng, oke?"

"Iya nanti om sama Tante dateng." Balas ibuku tak enakan. Dari ekspresi nya dapat terlihat kalo ibu dan ayah sebenarnya segan.

"Ya udah om, Tante kita pergi dulu. Assalamualaikum." Lisa dan aku pamit bersamaan, sambil tersenyum dan mencium punggung tangan keduanya dengan anggun.

"Waalaikumussalam, hati-hati."

"Iya."

Aku pun akhirnya masuk ke dalam mobil Lisa begitu pun dengan Lisa. Saat di dalam mobil hanya ada sang sopir Lisa yang biasanya di panggil si kasep.

"Ayo mang sep, jalan!"

"Siap."

Mobil pun akhirnya jalan, aku melambaikan tangan pada ayah dan ibu dari jendela mobil yang terbuka. Dan langsung ku tutup lagi saat mobil sudah agak begitu jauh.

"Kamu udah ngomong belum sih sama orang tua kamu, kalo nanti bakal ada acara di rumah aku?" Tanya Lisa sedikit menahan kesal.

"Belum." Jawabku lesu.

"Issqqq, gimana sih kamu."

"Kalo aku yang ngomong, ibu bakal gak percaya kalo papa sama Mama kamu ngundang mereka. Udah akhh mataku berat banget rasanya gara-gara makek nih bulu mata palsu."

"Cih, makanya sering-sering dandan biar biasa. Tapi... Tenyata kamu cantik juga ya kalo make up an kayak gini, bisa bisa nanti ada yang klepek-klepek nih." Sindir Lisa menoel pipiku.

"Apa an sih, Lis. Udah akhh jangan ganggu aku. Gak tau apa kalo aku ke siksa banget."

Ketusku memukul telapak tangan Lisa dengan kencang. Bahkan saking kencangnya suara tabokan itu terdengar di telinga mang Asep.

"Aduh!" Ringis mang Asep seolah-olah dirinyalah yang kena tabokan manis dariku.

"Gila ya mang, Mak macan kalo ngamuk.." hina Lisa. Mang Asep terkekeh geli mendengar sindiran Lisa untukku.

Hal itu hanya ku tanggapi dengan dengusan kecil, lalu kembali menutup mata karena tak tahan menahan beratnya bulu mata palsu. Wajar sih aku merasa tak nyaman, karena hari ini adalah hari pertama ku memakai bulu mata palsu. Kalau kalian ingin tau, aku jam 5 pagi sudah mandi jam setengah 6 nya aku sudah bersiap untuk di dandani oleh ayuk sepupu ku. Yang tinggalnya di sebelah rumah saja.

Padahal tadi aku minta dandanan biasa saja, tapi gara-gara ibu ingin aku tampil berbeda jadilah akhirnya Ayuk sepupu ku menyarankan agar menggunakan bulu mata palsu. Walaupun sudah memakai bulu mata palsu yang paling tipis, tapi tetap saja aku merasakan berat, serasa kelopak mata ku ingin menutup saja.

.

Bersambung...

.

.

.

Catatan :

* Ayuk = sebutan/panggilan untuk wanita yang lebih tua, sebutan ini di ambil dari panggilan ke seharian orang-orang Palembang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KENAPA SIH HARUS KAMU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang