-11-

171 49 26
                                    

Cklek

Seorang pria memasuki rumah yang sangat minimalis dan jauh dari kata mewah. Ia membawa sekotak makanan dan sebotol minuman yang akan diberikan pada penghuni rumah tersebut.

"Bu, aku datang."

Wanita yang dipanggil 'bu' selaku penghuni rumah tersebut menoleh penuh amarah kemudian melemparkan sebuah gelas kepada pria tadi. Namun lemparannya meleset, sang pria berhasil menghindarinya.

Dengan langkah santai sang pria menghampiri wanita tadi—ibunya.
Kemudian menaruh bawaannya tepat dihadapan sang ibu.

"Dimakan ya," ucapnya sambil tersenyum tulus.

Bukannya memakan, wanita itu melemparkan makanannya ke sembarang arah. Botol minumnya juga ia lemparkan dan mengenai jidat sang putra.

"ANAK SIALAN! GAUSAH SO PEDULI! GARA-GARA ANAK BODOH KAYAK KAMU HIDUP SAYA JADI KAYAK GINI!"

Makian seperti itu sudah menjadi hal biasa bagi dirinya. Sebenarnya ia juga kurang tahu alasan yang jelas mengapa ibunya sangat membenci dirinya. Namun satu hal yang pasti, perkataan sang ibu bahwa dirinya bodoh adalah fakta. Ia mengakui itu. Namun terkadang ia juga frustasi dibenci oleh ibunya sendiri. Ia lelah. Tapi dirinya bertekad akan mencari tahu semua alasan dibalik kebencian sang ibu terhadap dirinya.

Ia tahu bahwa ibunya tidak akan memakan makanan pemberiannya, jadi ia sudah membawa cadangan makanan yang akan diberikan. Ia mengeluarkan sekotak nasi lagi dari dalam tasnya dan diberikan kepada ibunya.

Dirasa urusannya sudah cukup, tanpa bicara apapun pria tadi pergi dari rumah minimalis tersebut. Meninggalkan ibunya sendirian.

Diluar sudah ada temannya yang menunggu, dengan cepat ia menghampirinya.

"Hes."

"Jidat maneh kenapa Jep?"

"Biasa."

"Ngomong itu lagi?"

"Heeh, udah lah buru balik."

Setelah berbincang singkat mereka pergi menggunakan sepeda motor dengan laju kencang. Untungnya sudah malam, jadi jalanan tidak begitu padat dan membuat mereka bisa berkebut santai.

.....

"Gimana ceritanya lo bisa keceplosan sih El?" tanya Caca menuntut.

Kini Reyna dan kawan-kawannya minus Lala sedang berkumpul di rumah Reyna.

Padahal hari sudah malam, namun mereka berisi keras untuk membicarakan masalah Lala. Sebenarnya bisa saja mereka berdiskusi setelah pulang sekolah, namun Reyna tidak bisa karena Setya terus memaksa ingin ditemani.

Sambil memeluk boneka Elsa menangis sesenggukan, dirinya sadar semua yang terjadi hari ini karena kesalahannya yang tak bisa menjaga rahasia.

Jujur saja Elsa tidak berniat untuk memberitahu Lala, tapi entah mengapa mulutnya itu sangat susah dikontrol.

"Gue juga gak tau, mulut gue keceplosan sumpah," jawab Elsa ditengah kegiatan menangisnya.

Reyna, Caca, dan Jeje mengusap wajah mereka frustasi. Mereka kesal juga pada Elsa, tetapi di situasi seperti ini bukan saatnya untuk saling menyalahkan. Mereka mencoba untuk mengerti satu sama lain.

"Je sumpah maafin gue," ucap Elsa lagi.

Disini Elsa paling merasa bersalah pada Jeje tentu saja. Karena pelaku yang menyebabkan Setya harus dilarikan ke rumah sakit adalah teman masa kecil Jeje—Jeffrey. Hal ini membuat Lala ikut membenci Jeje juga.

"Udah El udah, tenangin diri lo," sela Reyna sambil menepuk pundak Elsa.

"Daripada mikirin akar masalah ini, mending kita pikirin gimana kita selesai in masalahnya," ucap Jeje.

Akhirnya mereka terdiam hanyut dalam pikirannya masing-masing. Menyisakan Elsa yang masih sesenggukan.

Reyna sebenarnya bingung, tidak mungkin kan Jeffrey menghajar Setya tiba-tiba seperti itu? Ya walaupun Jeffrey memang selalu membuat masalah, tapi yang satu ini sangat keterlaluan. Pasti ada alasannya. Tapi apa?

Rasa penasaran Reyna semakin bergejolak, ia jadi ingin tahu sebabnya. Tapi untuk mengetahui itu ia harus berbicara dengan Jeffrey atau Setya kan?

Ia sudah berbicara dengan Setya bahkan sudah bertanya-tanya tentang ini pada Setya. Namun adik kelasnya itu selalu saja mengalihkan topik. Reyna mengerti, ia sedang istirahat dan mungkin saja lelah. Tapi jika menjawab saja tidak bisa mengapa saat bercanda dan menjahili Reyna sangat lancar seperti tidak ada beban? Dasar bocah.

Jika harus berbicara dengan Jeffrey, artinya ia harus mendekati Jeffrey terlebih dahulu. Itu sama saja dengan berurusan dengan Jeffrey. Reyna tidak mau. Ah sungguh sangat pusing. Padahal Reyna bisa saja tidak memikirkan ini, tapi entah mengapa pikiran dan hatinya seperti menyuruh Reyna untuk mencari tahu.

"SSSHHHH," Reyna berdesis kencang. Bisa gila dia.

Caca yang melihat teman-temannya sangat tertekan itu jadi tidak tega, sepertinya mereka sangat serius dengan pikirannya. Padahal bisa dibawa santai saja, terlalu dipikirkan juga tidak baik.

"Mending sekarang kita pulang istirahat aja. Pikirin ini besok. Kalau kita mikir dengan keadaan hati gak bagus gak akan nemu jalan keluarnya," akhirnya Caca membuka suara.

Yang lain menatap Caca dan mengangguk setuju dengan perkatannya. Mereka beranjak dari kamar Reyna dan pergi ke rumah masing-masing.

.....

Lala memasuki kamar serba putih itu dengan nampan ditangannya. Ia tersenyum lebar kala melihat kondisi adiknya sudah baik-baik saja.

Dengan langkah semangat Lala berjalan menuju ranjang yang adiknya tiduri. Lala mendudukan bokongnya ke kursi kemudian menaruh nampan di atas meja.

"Waktunya makan Setya," ujar Lala dengan nada penuh semangat.

Namun sang adik tidak membalas ucapan kakaknya, ia malah merubah posisi tidurnya. Yang tadinya terlentang damai diubahnya membelakangi Lala. Tapi hal itu tidak membuat Lala patah semangat. Ia terus merayu sang adik agar mau menyantap makanan yang dibawanya.

Hingga dimana batas kesabaran Setya habis, ia menyiku piring berisikan nasi dan lauk yang dipegang oleh Lala. Beriringan dengan suara pecahan yang nyaring, piring itu hancur berserakan di lantai. Hal itu sukses membuat Lala terkejut khawatir.

"Yaampun Setya, tangan kamu gak apa-apa?!" disaat seperti ini pun Lala masih menaruh perhatiannya pada sang adik. Padahal kakinya sendiri terluka akibat pecahan piring yang disiku oleh Setya tadi.

Lala memegang tangan Setya lembut berniat melihat keadannya. Namun sang empu menghentakan tangannya keras dan kembali membelakangi Lala.

"Keluar."

Mendengar kata yang terucap dari bibir Setya membuat Lala tersenyum kecut dan mengangguk pasrah. Ia sudah terbiasa. Ia memilih pergi dari ruang rawat Setya, daripada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

"Oke, tapi kalau nanti ada perawat yang bawain kamu makanan dimakan ya. Oh iya besok bunda mau kesini. Cepet sembuh Setya," ucap Lala kemudian ia benar-benar pergi dari ruangan tersebut.
















HAAA OMG DUH GUE TAKUT BANGET NULISNYA, TAKUT GA NYAMBUNG GITU HUHUU, HOPE U GUYS ENJOY IT!

KALO ADA TYPO ATAU KESALAHAN PENGGUNAAN KATA DAN KALIMAT SERTA PENULISAN TOLONG BANTU KOREKSI DENGAN CARA KOMEN YA YOROBUUUNN~

AAA GILA SENENG BGT GA NYANGKA CHAP 10 KEMARIN BISA TEMBUS SESUAI TARGET GUE, THANKS BUAT KALIAN YG UDA BANTU VOTE!

SESUAI JANJI, KALO UDA 21 VOTE CHAP BERIKUTNYA BAKAL UPP SOO THIS FOR U GUYS!

KARENA KEMARIN 21 VOTE TEMBUS, AKU MAU NAIKIN JADI 26 VOTE KKKK, SOOO JANGAN LUPA VOMENT NYA BUAT UNLOCK NEXT CHAP GAISEUU YUHUUU

EndlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang