-13-

165 36 39
                                    

"Hes."

"Hah?"

"Aing masih kepikiran soal-"

"Tck. Itu bukan hal yang mungkin terjadi."

"Tapi bisa aja Hes, coba sia mikir-"

"Aing udah mikir. Dan itu gak mungkin terjadi!"

"Dengerin dulu anjing Aing belum beres ngomong!"

"Yaudah sok tinggal ngomong!"

"Gak jadi njing, ga mood."

"Ngambekan sia kaya betina!"

Jeffrey-pria yang tadi mengatakan bahwa dirinya sudah tidak mood untuk berbicara itu kini beranjak dari tempat duduknya. Ia melangkahkan kakinya menuju balkon kamar milik temannya, Mahesa.

Dia tidak benar-benar marah. Hanya saja masalah hidupnya baru-baru ini membuat Jeffrey sedikit kepikiran. Sebelumnya juga ia selalu mendapat banyak masalah, namun yang kali ini berbeda.

Mahesa mengikuti langkah Jeffrey sambil menyesap sebatang rokok yang sempat terunda oleh obrolan singkatnya bersama Jeffrey tadi. Kemudian ia memberi segelas teh pada Jeffrey yang juga sama sempat tertunda.

Dibanding rokok, kopi, soda dan semacamnya Jeffrey lebih memilih teh atau susu sebagai penenang saat ia sedang banyak pikiran. Alasannya? Karena itu akan memberi pengaruh buruk terhadap kesehatannya. Jika kalian lupa, Jeffrey adalah atlet kebanggaan sekolah.

Mempertahankan gelar atlet adalah satu-satunya cara agar ia bisa bertahan. Entah bertahan untuk biaya hidup atau dari pandangan orang lain, bagi Jeffrey sampai saat ini gelar atlet adalah permata. Karena selain mendapat uang dari kerja paruh waktu, Jeffrey juga mendapat uang setiap kali ia memenangkan pertandingan.

Memang hasilnya cukup? Jawabannya cukup, bukan lebih dari cukup. Tapi jika ia sedang kesulitan dalam masalah keuangan, Mahesa selalu ada untuk membantunya. Bahkan selain keuangan Mahesa selalu membantu Jeffrey apapun itu masalahnya. Bisa dibilang Mahesa adalah satu-satunya tempat untuk Jeffrey bersandar.

Lalu Jeje? Entahlah Jeffrey merasa dirinya tidak pantas untuk bersandar pada Jeje. Karena menurut Jeffrey sudah seharusnya ia yang menjadi tempat untuk Jeje bersandar. Tapi dibalik semua masalahnya, Jeffrey sangat bersyukur bisa menemukan teman seperti Mahesa.

"Hes."

"Naon deui?"

"Thanks."

"Naon sih jol. Tapi yaudah sama-sama."

.....

Hari ini Reyna akan pulang terlambat dari biasanya karena tugas kelompok yang Bu Faridha berikan secara tiba-tiba. Parahnya satu kelompok hanya terdiri dari dua orang, dan Bu Faridha mengarahkan pasangan kelompoknya berdasarkan teman sebangku.

Reyna bingung harus bersyukur atau mengeluh memiliki rekan sekelompok seperti Javas. Di satu sisi ia senang karena rekannya itu memiliki otak yang sangat encer. Namun ia juga kesal karena Javas sangat berisi keras ingin menyelesaikan tugasnya hari ini juga.

Tadinya Reyna mengajak Javas untuk
mengerjakan tugasnya di akhir pekan, namun Javas menolak. Sebenernya Javas mau-mau saja mengerjakan di akhir pekan, tapi tidak bisa karena ada keperluan. Jadi mau tak mau Reyna mengikuti saja.

Mereka sepakat mengerjakan tugas di apartemen Javas, karena jaraknya dari sekolah tidak terlalu jauh seperti jarak ke rumah Reyna. Kebetulan Javas juga tinggal sendiri, jadi mereka bisa lebih berkonsentrasi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EndlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang