___________
"Mampus."
Begitulah gerutuan Bianca—biasa dipanggil Caca—dalam hati berulang-ulang sembari menundukkan pandangannya pada layar ponsel. Pasalnya, tak ada satupun driver yang nyantol di aplikasi ojolnya. Ya … salah siapa kebo, kakaknya cuma bilang begitu. Padahal satu kampus dengannya, tak mau antar. Dia malah balik ke kamar, alasannya ngerjain tugas sebab kelasnya siang.
"Ca, belom berangkat?" Mamanya keluar menghampiri Caca di depan rumah.
"Belom, Ma. Gak ada yang nyangkut ojolnya."
"Mau Mama suruh Kak Bima anterin kamu?"
Caca menimbang-nimbang keputusan, ragu. Apalagi sebenarnya mereka sedang marahan cuma gara-gara kemarin salah order makanan. Ya, sepele. Caca tahu salah, kakaknya suruh order bakso urat biasa, malah bakso mercon sama kayak pesanan Caca. Tapi, ya … bukannya yang penting sama-sama bakso? Kak Bima-nya aja yang lemah gak kuat makan pedes. Mengingat bagaimana kakaknya mengamuk kemarin, sepertinya tawaran mamanya lebih baik ditolak.
"Pagi, Tante."
Sebuah motor Vespa matic Primavera merah berhenti di depan mereka. Tampak pemuda dengan setelan kasual dengan kemeja kotak-kotak dijadikan sebagai luaran dan kaos oblong putih polos sebagai dalaman dipadupadankan dengan celana jeans biru. Namun, bukan itu ciri khasnya, ciri khas dia punya mata monolid seperti orang Asia Timur. Yang Caca tahu, pemuda itu tak punya darah orang Asia Timur jika dilihat dari ayah dan ibunya. Ya, dia kenal, rumahnya ada di komplek sebelah. Tak hanya itu, dia juga bisa dibilang sobat dekat kakaknya dari TK.
"Eh, Nak Juna, pagi. Mau nyamper Bima?"
"Enggak, Tan. Baru aja dari rumah Abin," jawab pemuda yang diketahui namanya Juna. "Eh, Ca, ngampus?"
Caca hanya mengangguk. Alhasil mamanya yang menjawab, "Iya, tapi katanya belom ada ojol yang nyangkut. Pada ke mana, ya? Caca-nya aja nih kesiangan, mungkin mau suruh Bima aja nganter."
"Kalau mau bareng, boleh, Tante. Sekalian aja."
"Ada kelas pagi juga?"
"Ada."
"Kalau Caca bareng kamu, gak ngerepotin, 'kan?"
"Gak, kok, Tan. Kayak ke siapa aja." Juna beralih menatap Caca. "Gimana? Mau gak?"
Caca menyengir, wajahnya berubah cerah. "Gak bakal nolak," seru Caca.
Usai mencium tangan dan pamitan—diikuti Juna yang melakukan demikian—Caca lekas naik ke jok belakang dan memakaikan helm motor yang untungnya Juna bawa dua. Meski dia tahu Juna itu tengil dan menyebalkan, kayaknya sekali ini saja dia bilang Juna penyelamat. Di antara geng pertemanan kakaknya, dia sebenarnya tak pernah akur dengan Juna apalagi kakaknya. Pengecualian Abin, anak tetangga depan rumahnya ini. Makanya Juna keluar dari gerbang rumah seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Plan [OPEN PO]
Romance[COMPLETED] "Anggap aja kita lagi nerapin materi biologi di SMA dulu; simbiosis mutualisme. Lo bantu rencana gue, gue bantu rencana lo. Deal?" "Deal." Lazimnya manusia hanya berencana, sedangkan Tuhan berkehendak. Rencana Caca dan Juna memang menyim...