_________
Esok, di pagi hari. Mentari sudah muncul dari ufuk timur—syukuran, masih belum dari barat—menyinari bumi demi keberlangsungan aktivitas makhluk hidup. Induk burung sudah mencari makan untuk anak-anaknya di sarang, begitu pun tukang sayur sudah lewat depan rumah demi menghidupi anak-istrinya di rumah. Ibu-ibu kompleks juga sudah mengerumuni abang tukang sayur, bukan karena pesona si abang, tapi mereka butuh membeli bahan dapur demi anak dan suami tercinta. Tukang sayur dan ibu-ibu itu sudah menjadi ikatan masif, dua-duanya saling membutuhkan dan menguntungkan. Bisa dikatakan simbiosis mutualisme. Begitu pun Pak Adi—suami Ibu Rani dan ayah dari Bima dan Caca—tampak memanaskan mobil dengan bersetelan necis. Persis orang hendak pergi kerja demi menjemput rezeki, bukankah abang tukang sayur dan Pak Adi sama-sama seorang suami?
Lupakanlah narasi sampah di atas. Sebenarnya, ini mau bahas kedatangan Juna, mengapa jadi bahas tukang sayur, ibu-ibu, dan Pak Adi?
Arjuna Yuga Giffara—pemuda kompleks sebelah yang Pak Adi ketahui dia anaknya Pak Pandu dan sobat anaknya dari TK—datang dengan si Merah kesayangannya yang diparkirkan depan rumah agak jauh dari gerbang, tahu kalau Pak Adi bakal mengeluarkan mobilnya. Dia menghampiri Pak Adi yang sudah menyambut hangat.
"Wih, Nak Juna, pagi-pagi dah dateng, rajin," puji beliau.
Juna terkekeh sambil menyalami beliau. "Pagi, Om!"
"Mau ke siapa? Bima? Atau Caca?"
"Caca, Om. Ada?"
"Tumben akur."
Siapapun tahu kalau Juna dan Caca jarang akur dari kecil. Tetangga sekitar saja tahu. Bukan rahasia lagi, kecuali kalau memang ada tetangga baru.
Juna menyengir kuda menampakkan gigi kelincinya. "Kali-kali, Om. Lagi gencatan senjata ini."
Gelak tawa Pak Adi menggelegar, khas yang tak beda jauh dengan anaknya, mau itu Bima ataupun Caca. Sama-sama punya suara bass. "Ada-ada aja kalian. Katamu perang dunia? Ya, udah, masuk aja atau duduk di depan boleh, terserah. Om duluan berangkat kerja," ujar Pak Adi sembari menepuk bahu tegap Juna lalu hendak masuk ke dalam mobil.
"Ya, Om, hati-hati!"
"Bima! Tolong, tutup gerbangnya. Papa berangkat nih!" teriak beliau, lekas Bima pun keluar.
Mobil metalik hitam sudah keluar dari halaman rumah disusul Bima menutup pagar rumah sesuai suruhan papanya walau masih koloran, kaos oblongan, belekan, dan rambut gondrongnya acak-acakan. Dia mengucek matanya dan menguap.
"Tumben lo kemari pagi-pagi. Bukannya ada kelas pagi?" Bima membulatkan matanya. "Jangan bilang lo mau bolosnya kemari?! Gue bilangin Tante Dewi, abis lo!"
Belum sempat Juna menyanggah, Caca keluar dan sudah siap dengan jaket denim juga tas tote bag menyampir di bahunya.
"Lah, ada kelas pagi juga lo, Dek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Plan [OPEN PO]
Romance[COMPLETED] "Anggap aja kita lagi nerapin materi biologi di SMA dulu; simbiosis mutualisme. Lo bantu rencana gue, gue bantu rencana lo. Deal?" "Deal." Lazimnya manusia hanya berencana, sedangkan Tuhan berkehendak. Rencana Caca dan Juna memang menyim...