9 • perang saudara

352 71 89
                                    

___________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___________

Usai insiden salah ucap yang lolos dari bilah bibir Bima, Caca menyatakan peperangan terjadi. Kendati begitu, nyatanya Bima sendiri masih tak tahu letak kesalahannya di mana. Dia hanya ikut saja permainan sang adik dan berakhir dongkol juga. Memang antar saudara yang terpaut usia dekat, mayoritas tak jarang tidak akur. Bima dan Caca pun begitu, salah satu di antaranya pasti saja menyulut api dan terjadilah adu mulut. Namun jikalau keduanya saling diam, keadaan tengah bahaya bagai di medan perang. Itu artinya mereka sedang benar-benar tidak akur. Terkadang mamanya jadi lebih suka rumah berisik dengan adu mulut mereka dibandingkan hening begini. Yang biasanya di meja makan saling beradu mulut, misalnya hanya karena sepotong paha ayam, kini hanya suara denting alat makan yang menjadi latar musik acara makan malam bersama keluarga Pak Adi. Baik Pak Adi dan Tante Rani pun menangkap gelagat tak biasa dari kedua anaknya.

"Bima, Caca, besok Mama sama Papa mau berangkat ke luar kota, kalian bisa, 'kan, saling jaga diri?" Tante Rani bersuara dengan suara yang mengalun lembut.

Sempat kedua putra-putri Adi tersentak namun kembali seolah-olah biasa saja. Lantas, hanya anggukan jemala menjadi respons dan tak banyak tanya; Mau kemana? Perihal apa? Toh, mereka akan memberitahunya.

"Papa ada proyek di Bali, nggak bohong Mamamu ini pengin ikut katanya. Hitung-hitung honeymoon kedua, ya, nggak, Mah? Hahaha..." Pak Adi pun ikut menambahkan, memperjelas maksud dan tujuannya. Meski Pak Adi berusaha mencairkan suasana, mereka tetap diam. Pak Adi dan Tante Rani ikut-ikutan frustrasi harus bagaimana.

Esok hari saat keberangkatan saja mereka tak mengantar ke bandara meski akhirnya Caca sempat merengek ingin ikut. Namun, tentu saja tak mengantongi izin sebab kedua orang tuanya mengharuskan Caca masuk kuliah. Sayang kalau kehadiran ternodai satu saja meski di setiap mata kuliah diberi jatah boleh tidak masuk dengan toleransi maksimal empat kali absen biasanya. Nilai ujian dan tugas saja terkadang tak selalu sesuai ekspektasi, ditambah kehadiran yang jauh dari kata bagus malah akan mendestruksi nilai akhir. Syukur-syukur kalau ada kuis, tapi kalau hasil kuisnya juga rata-rata, terimalah nilai minimal kelulusan. Kemungkinan terburuk, ya, mengulang kelas. Syukur-syukur juga ada dosen dermawan yang mau perbaikan nilai sebelum yudisium atau boleh mengambil semester pendek jika itu ada. Demi mengantisipasi hal-hal itu, baik Caca maupun Bima lebih memilih berusaha agar presensi kelas tidak bolong.

"Bima sayang, jaga adikmu, ya?" pesan mamanya usai Bima mencium punggung tangan sang mama. "Mama sama Papa berangkat dulu, ya? Jangan kangen, cuma tiga hari, kok."

"Papa sama Mama percaya kalian karena kalian sudah dewasa," imbuh Pak Adi, ikut masuk ke konversasi mereka sembari hendak membawa koper sang istri.

Usakan rambut, peluk, dan cium menjadi bentuk pamit. Saat keduanya masuk ke dalam mobil, Bima berseru, "Hati-hati, Mah, Pah!"

"Cepat pulang dan jangan lupa oleh-oleh buat Caca!" Diikuti seruan Caca dan mendapat gelak tawa dari dalam mobil.

"Iya, kasih tahu aja nanti list dulu mau apa, asal jangan pria bule, ya?" seloroh sang ayah.

Sweet Plan [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang