__________
Suasana yang biasanya ramai karena ocehan Caca yang cerewet, begitu pun dengan Juna yang selalu berakhir menjadi sebuah perdebatan kini mendadak dilalap keheningan. Hanya suara deru mesin si Merah dan kendaraan lainnya serta sumber bunyi yang mereka dengar saat lewat. Misalnya, suara promosi khas konter HP beserta badut-badutan lucu khas merek ternama. Gadis Prastayadi itu hanya bersuara ketika mendapati kedatangan Juna yang tiba-tiba tadi di depan kampus. Dengan jawaban kebetulan lewat pulang dari kosan teman usai mengerjakan project group yang disinggung tadi pagi sebagai dalih.
Sesekali Juna melirik wajah Caca yang terpantul dari kaca spion, memastikan gadis itu baik-baik saja. Nyatanya, ia tahu dari caranya bertingkah juga raut wajah muramnya bahwa gadis itu tak baik-baik saja. Dia cukup tahu apa sebabnya yang tak lain ialah kejadian di depan kampus tadi.
Suasana ini tak biasa, membuatnya terasa canggung padahal bukan Juna pula yang salah seperti pasangan bertengkar pada umumnya. Ini bukan, jelas bukan begitu. Juna sampai gemas dan frustrasi sendiri ketika mendapati tatapan Caca yang kosong ke depan. Sampai-sampai Caca baru sadar kalau jalan yang mereka lalui bukan jalan menuju arah rumah yang biasanya.
"Kok, ke sini? Ini, kan, bukan jalan ke rumah kita?" tanyanya sedikit berteriak karena tahu sendiri kalau di motor apalagi dengan telinga tertutup helm mendadak tuli.
"Nyari angin bentar. Gue lagi mumet sama tugas kuliah," jawab Juna, berteriak juga.
Caca iya-iya saja, toh, kebetulan dia sedang badmood. Bohong kalau bukan gara-gara di depan kampus tadi. Dia tak peduli Juna membawanya ke mana walau hanya berkeliling kota pun tak apa. Memang awalnya begitu, sampai si Merah berhenti di salah satu kedai bercat ungu yang Caca yakini sebuah kedai es krim.
Tanpa banyak tanya, Caca turun dari motor begitu Juna memarkirkan motornya di tempat parkir. Kemudian, ia mengekor saat Juna mengajak masuk ke dalam.
"Rasa cokelat, 'kan, pasti?" tanya Juna memastikan kalau ia tak lupa dengan rasa es krim kesukaan Caca dari sejak kecil dulu.
Caca mengangguk lalu mengimbuh, "Mix juga sama rasa Oreo. Topping-nya samain aja."
Usai Juna memesan dan langsung membayar, mereka putuskan naik ke lantai atas mencari meja kosong. Caca masih saja mengekor dan tak bersuara apapun. Dia benar-benar mendadak bisu. Juna memilih tempat di balkon kedai yang mengarah ke jalanan. Kebetulan saja kedai sepi pengunjung, sehingga meja lain pun kosong.
Mereka duduk diam. Benar-benar bukan mereka yang biasanya. Juna saja sudah kehabisan akal dan kata, sedangkan Caca membuang muka ke jalanan di mana kendaraan berlalu lalang. Sungguh, yang tak lantas buat salah Tio, kenapa Juna yang merasa serba salah?
Dia mengusap wajahnya lalu menghela. "Udah, luapin aja, mau mewek juga boleh mumpung sepi," cetusnya.
Caca menoleh, menatap lekat manik jelaga Juna. Alih-alih air mata mendongsok keluar dari pelupuk matanya, ternyata umpatan berupa mengabsen nama-nama binatanglah yang lolos dari bilah bibir. Sontak Juna saja kaget. Dia speechless. Kalau saja kedai ramai pengunjung, mungkin dia juga kena imbas malunya. Jujur saja, Juna sangka ia akan bersedia meminjamkan bahunya sebagai sandaran. Nyatanya keliru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Plan [OPEN PO]
Romance[COMPLETED] "Anggap aja kita lagi nerapin materi biologi di SMA dulu; simbiosis mutualisme. Lo bantu rencana gue, gue bantu rencana lo. Deal?" "Deal." Lazimnya manusia hanya berencana, sedangkan Tuhan berkehendak. Rencana Caca dan Juna memang menyim...