___________
Senja hari enaknya ngopi sambil kongko-kongko bareng konco sejawat. Apalagi ditemani musik indie, lengkap sudah jadi anak indie, kalau kata orang-orang. Begitu pula yang dilakukan Bima dan Abin, ditemani kopi dan kue kering—yang disajikan Tante Dini—di balkon kamar Abin menikmati waktu santai usai pulang ngampus. Pemuda Prastayadi memetik senar gitar dan bersenandung diikuti pula oleh sang sobat. Seketika ia menghentikan permainan gitarnya dan menceletuk, memulai kembali obrolan random, "Bin, lo jadi ambil KKN awal semester ini?"
"Jadi lah orang udah dapet kelompok KKN. Lo akhiran?"
"Ya iyalah, kapan lagi?" Bima menyesap kopi lalu mengimbuh, "Barengan sama si Juna paling."
"Barengan mulu lo, awal mau masuk kuliah milih jurusan TI cuma ngikut dia, sekarang KKN juga gitu. Jangan bilang lo kalo si Juna kawin ngikut kawin juga?"
"Nikah dulu, woy, nikah!" sewot Bima.
"Heran gue sama orang-orang padahal nikah sama kawin sama aja, sinonim."
"Beda!"
"Serah lo dah."
Abin tak mau ambil pusing berdebat dengan sang rajanya bersilat lidah. Cukup Caca dan Juna saja yang tahan meladeninya, sebelas dua belas memang. Dia abaikan lalu meraih ponselnya ketika sebuah notifikasi pesan masuk terdengar, kontan birai senyumnya terukir bersamaan lesung pipinya pula ikut tercekuk.
"Lo masih kontakan sama Lia?" celetuk Bima seakan memang sudah tahu segala hal tentang sahabatnya apalagi mendapati reaksi Abin kala menatap layar yang diyakini pesan dari sang mantan terindah. Sebenarnya kalau kata Abin, Lia itu mantan terindah, lantas kenapa harus putus? Nggak habis pikir.
"Putus hubungan cinta bukan berarti putus pertemanan juga, 'kan?"
"Ya, iya, sih. Tapi gue tahu sebenernya lo masih sayang, 'kan, sama dia?"
Abin tak bisa mengelak, dia tak mau membohongi hatinya. Mau tak mau, ya, dia akui, "Bohong kalau gue udah nggak ada perasaan sama sekali sama dia," ungkapnya.
Bima berdecih. "Sesuai harapan, emang lo nggak bisa berpaling dari dia. Pantesan gue kenalin sama cewe ini-itu kagak ada yang klop."
Ya, hati Abin masih tersangkut, tak bisa keluar jeratan hatinya Lia. Seolah-olah tak ada tempat singgah ternyaman yang lain. Hanya Amalia Sharfina seorang.
"Nah, lo gimana sama si doi? Lo masih belom berani deketin dia? Lo, 'kan, bisa minta bantuan adek lo barangkali mau bantu. Kata orang-orang lo emang buaya, tapi gue sebagai sobat lo tahu kalau hati lo cuma pilih satu. Si doi."
Benar kata Abin. Memang dia seperti gencar mencari perempuan hanya sebagai target permainan perasaan, tapi untuk masalah hati ada satu perempuan yang benar-benar menarik hatinya. Namun, dia ragu mendekati. Pasalnya, dia rasa si doi tak pantas bersamanya. Takut, hati si doi tersakiti. Katakanlah Bima ciut nyali, dia akui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Plan [OPEN PO]
Romance[COMPLETED] "Anggap aja kita lagi nerapin materi biologi di SMA dulu; simbiosis mutualisme. Lo bantu rencana gue, gue bantu rencana lo. Deal?" "Deal." Lazimnya manusia hanya berencana, sedangkan Tuhan berkehendak. Rencana Caca dan Juna memang menyim...