9. Let We See

726 55 0
                                    

"Kau sedang apa disini?" Tanya seorang gadis, kepada seorang pria yang tengah duduk di atap gedung sekolah, memandang langit yang cerah.

Shotaro, gadis itu mulai mendekat kepada Sungchan, pria yang sedang memandang langit yang cerah namun tidak menyilaukan.

Shotaro berinisiatif mengambil duduk tepat di samoing Sungchan.

"Kata Eomma, kalau kita berbagi masalah kita? Itu akan melegakan hati kita. Dan siapa tau orang yang kau bagi, bisa membantu-mu." Ujar Shotaro yang masih terus memandang Sungchan dari samping.

"Itu kata Eomma-ku loh ya. Aku juga tidak pernah tau, soalnya aku tidak pernah membagi masalahku hehehe." Ujar Shotaro di sertai eye smile andalannya.

"Yasudah, aku pergi dulu ya. Jam istirahat sebentar lagi habis." Pamit Shotaro yang ingin beranjak, namun tertahan karena perkataan Sungchan.

"Aku bingung." Ucap Sungchan, diakhiri helaan nafas panjang.

Shotaro yang ingin beranjak pun mengurungkan niatnya dan kembali duduk di samping Sungchan. "Bingung kenapa?" Tanya Shotaro.

"Aku ingin sekali menjadi Atlet sepak bola. Tapi Appa-ku melarangku. Appa menyuruh-ku untuk meneruskan perusahaannya." Ujar Sungchan.

"Kau sudah bicara baik-baik dengan Appa-mu?" Tanya Shotaro yang langsung di balas anggukan kepala oleh Sungchan.

"Sudah. Tapi Appa tetap melarangku. Padahal aku ini anak kedua dari keluarga. Tapi Appa tetap melarangku. Katanya jadi atlet sepak bola itu tidak ada gunanya."

"Kenapa kau tidak berbicara kepada Hyung atau Noona-mu agar mengambil alih perusahaan. Agar Appa-mu tidak memaksa-mu lagi." Saran Shotaro.

"Hyung-ku bersikeras menolak itu. Appa juga tidak bisa menjadikan Hyung-ku menjadi ahli waris karena citra buruk yang terus Hyung-ku lakukan." Ujar Sungchan.

"Tapikan kelakuan buruk bisa berubah. Kita tidak boleh menilai orang seperti itu." Ujar Shotaro yang turut kesal akan cerita Sungchan.

Mereka pun mengobrol bersama, berbagi cerita satu sama lain dan Shotaro memberikan Sungchan saran dan solusi sebisanya.

Sedangkan di lain sisi Renjun tengah membolos sekolah saat ini. Ia membolos di pelajaran matematika. Pelajaran yang ia sukai. Tidak biasanya Renjun bolos di pelajaran ini. Lalu, kenapa Renjun bisa bolos? Renjun bolos karena ingin menghampiri Eomma-nya. Tempat Eomma bekerja.

Sampai di hotel tadi malam, Renjun segera ke resepsionist, meminta di antarkan menuju ruang masak ataupun ruang pelayan.

Resepsionist pun tidak bisa menolak Renjun, ia akhirnya membawa Renjun menemui sang kepala pelayan.

"Apakah Dong Winwin masih bekerja disini?" Tanya Renjun, menatap Kepala pelayan penuh harap.

"Tadi malam sih dia masih bekerja disini. Namun sudah di pecat karena memghancurkan pesta tadi malam. Dia di pecat langsung oleh Nyonya Nakamoto." Ujar sang kepala pelayan yang membuat Renjun menggeram kesal.

Ia sudah tau hal ini akan terjadi. Tapi ia tidak menyangka bahwa hal ini terjadi begitu cepat.

"Apakah aku boleh meminta resume dia sewaktu melamar kesini?" Pinta Renjun.

Sang pelayan menatap Renjun ragu, namun akhirnya ia menuruti perkataan Renjun. Di berinya resume yang berupa data diri Winwin ke Renjun.

Renjun tersenyum, mengucapkan terima kasih kepada kepala pelayan lalu pergi dari hotel ini, menuju alamat yang di tulis Winwin di resume-nya.

Sampai di tempat yang di tuju, Renjun segera keluar dari mobilnya. Memencet bel, seraya menunggu orang itu keluar.

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" Ujar seorang wanita berambut panjang bergelombang.

"Permisi, apakah saya bisa bertemu dengan Dong Winwin?" Tanya Renjun, seraya memberikan foto Winwin.

"Ah maaf, sepertinya anda salah alamat. Sepertinya orang itu memberikan alamat palsu kepada anda." Ujar perempuan itu.

Renjun tersenyum. "Terima kasih. Maaf telah mengganggu waktu-mu." Ujar Renjun.

Renjun menghela nafasnya kasar. Eomma-nya telah hilang lagi dari jangkauannya.

Renjun pun segera masuk ke dalam mobil dan memutuskan untuk kembali ke rumahnya.

Sampai di rumah, Renjun langsung menemui Yuna yang sedang berlatih yoga.

"Apakah kau menemukan Eomma-mu?" Tanya Yuna dengan senyuman puasnya.

"Apakah kau bermain-main denganku?" Tanya balik Renjun.

Yuna membenarkan posisinya menjadi duduk, menatap Renjun yang terlihat sedang menahan emosinya.

"Tentu tidak sayang. Aku tidak akan bermain-main dengan-mu kalau kau menurut serta tidak mencari ibu-mu. Kenapa kau tidak menurut sih? Seharusnya kau seperti Appa dan saudara kembar-mu yang menurut kepada-ku serta tidak mencari Eomma-mu." Ujar Yuna.

"Kau pikir aku anjing yang menurut pada Tuan-nya?" Sarkas Renjun.

"Well, kau yang berkata seperti itu, bukan aku." Balas Yuna.

"Apakah sebegitu cinta-nya dirimu kepada Appa-ku? Sampai-sampai kau melakukan berbagai cara untuk memisahkan keluarga kami?" Pertanyaan yang akhirnya keluar dari mulut Renjun, setelah ia pendam selama bertahun-tahun.

"Kau tau, kami berdua memang sudah di takdirkan untuk bersatu? Sedangkan Eomma-mu, dia hanya benalu yang singgah dan penghalang di antara takdir Aku dan Appa-mu." Ujar Yuna dengan percaya dirinya.

"Kasihan ya menjadi diri-mu." Sarkas Renjun, menatap Yuna dengan datar.

"Apa maksud-mu?" Tanya Yuna.

"Iya, kasihan sekali dirimu. Kau sudah melakukan berbagai cara, termasuk memisahkan keluarga kami. Menjauhkan Appa, Aku, serta Jaemin dari Eomma-ku. Kau juga berhasil menikahi Appa-ku. Tapi apa? Sampai saat ini kau belum mendapatkan cinta yang tulus dari Appa-ku. Appa mnikahi dirimu hanya untuk mendapatkan harta kekayaan-mu. Apakah kau tidak sadar itu?" Ujar Renjun.

"Tentu aku sadar. Tapi aku tidak perduli. Selagi Appa-mu bersama diriku, aku tidak membutuhkan apapun."

'Really psycho.' Batin Renjun.

"Bagaimana kalau sewaktu harta-mu habis? Apakah Appa-ku masih mau bersama dengan-mu?" Tanya Renjun.

Yuna tertawa dengan sangat lantang. "Harta kekayaan yang di wariskan kedua orang tua-ku kepadaku, tidak akan pernah habis sampai tujuh turunan, dan tujuh generasi. Jadi, kau tidak usah khawatir." Ujar Yuna dengan pongahnya.

"Apakah kau tidak khawatir kalau Appa-ku kembali kepada Eomma-ku? Bukankah Eomma-ku sudah berada di Seoul?" Ujar Renjun dengan seringai khasnya.

"Kalau begitu, aku akan melakukan berbagai cara untuk merebutnya kembali. Termasuk melenyapkan Eomma-mu." Ujar Yuna yang sukses membangkitkan amarah Renjun.

"Kalau kau sentuh Eomma-ku? Aku berjanji kau akan mendapatkan ganjaran yang lebih parah atas apa yang kau lakukan." Ancam Renjun.

Bukannya takut, Yuna malah tertawa. "Aw takut." Ledek Yuna.

"Aku menunggu ancaman-mu itu terwujud. Bukankah saat ini aku sudah menyentuh Eomma-mu? Aku sudah menjauhkan Eomma-mu dari hidup-mu kembali, serta aku sudah membuat Eomma-mu hilang pekerjaan." Ujar Yuna.

"Kau lihat saja, sebentar lagi juga ada berita." Sahut Renjun lalu pergi meninggalkan Yuna yang sedang menatap Renjun bingung.

*drtdrt* ponsel Yuna bergetar. Yuna langsung melihat ponselnya.

"Nakamoto Renjun." Geram Yuna, meremas ponselnya.

NAKAMOTO FAMILY - YUWIN, MARKMIN, NOREN, SUNGTAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang