lembar 2

36 4 0
                                    

Rintihan mega dengan balutan senja yang terlihat samar itu, tak lupa kemurkaan langit beserta semesta yang mengikutinya, menuntun gadis bersepatu hitam pudar dan rambut sebahu yang dibiarkannya terurai untuk memasuki taman pustaka.

Diliatnya, kanan, kiri, samping, depan, tak begitu ramai. Setiap sudut tersemat mereka yang sedang mengulik ilmu, hening, tanpa perdebatan suara.

Bangku kosong pada baris ketiga, yang memang dibiarkan begitu saja seperti sudah digunakan sebelumya karena terlihat dari tatanan bangku yang tak rapi, disanalah tempat tujuan Kaluna untuk mendaratkan jasmaninya.

Ketika kantung berbentuk persegi panjang dengan motif batik sudah terpaku di meja, Kaluna bergegas mencari sumber informasi guna menyelesaikan tugas ekonominya.

Rak berwana coklat yang didesain modern kini sudah mengepungnya,  menampilkan deret demi deret kertas tebal yang sebagian tak terjamah, segeralah tanganya menelusuri kesana-kemari.

Kaluna membaca kepala karangan satu demi satu, hingga di ujung deret, yang dicarinya, menangkapnya.

Tubuh Kaluna menegang kala mendapat sosok di sebrangnya, bahkan hanya melihat dari sela bacaan-bacaan tebal yang tak tertata baik adanya.

"Bawa aja, kamu lebih butuh."

Dia, pemuda itu. Terlihat hidup dengan baik, batin Kaluna.

Pemuda dengan mata tajam bak elang, rahang tegas seperti pemimpin, netranya yang bulat sempurna, dan hampir tak ada cela yang menimpanya itu, melepaskan gengamannya pada buku ekonomi yang sudah tersentuh.

Kaluna menyadarkan dirinya yang sempat hanyut ke dalam siluet pemuda itu yang tampak indah walau tak terlihat dengan jelas, "Makasih, ya." Jawab Kaluna, berusaha menutupi semua rasa yang berkecamuk di dadanya.

Mungkin Kirino juga.

=

Jangan lupa tekan bintangnya ya

Kaluna: tidak ada yang lain.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang