Dengan berat hati, Andita mengetuk pintu ruangan kepala sekolahnya itu dan menunggu interupsi dari dalam.
"Masuk"
Jantung Andita berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, ia takut. Sungguh.
Masuknya Andita untuk kedua kalinya, rasanya hawa yang sekarang lebih mencekam dibanding kemarin. Bahkan Andita tidak berani menatap kepala sekolahnya itu, ia tak tau apa Pak Steven memakai topeng atau tidak.
"Duduk", mengikuti perintah Andita duduk di kursi sofa sambil menunduk. Bisa andita lihat, bahwa Pak Steven berjalan duduk didepannya, terlihat dari kakinya berjalan.
"Jangan nunduk terus, saya tidak akan memarahi kamu"
Mendangak perlahan, Andita akhirnya menatap wajah Steven—dengan topeng kaonashi nya.
"A-ada apa memanggil saya pak?", tanyanya ragu
"Kamu ikut dua ekstra benar?", Andita menggangguk, memang benar adanya ia mengikuti dua ekstrakulikuler, yang satu renang, satunya lagi taekwondo. Cuman memang, selama ini andita selalu mendahulukan renang, ketimbang taekwondonya.
"Kamu bakal ikut porjar tahun ini"
"HAH?!", Andita terkejut bukan main, selama ini ia hanya menjadi tim hore saja, tapi sekarang disuruh ambil bagian?
"Yang lain juga ikut", sela Pak Steven
"Tapi kok saya doang yang dipanggil gini?"
"Kan kamu buat masalah sama saya, kemarin", Andita diem, mingkem.
Mengrenyit bingung, "Hubungannya apa pak?"
"Tidak ada memang, tapi kamu bakal ikut porjar kali ini", tegas Pak Steven
Menggeleng kuat, Andita menunduk lagi, "Saya ga mampu pak, saya suka renang karna suka sama airnya, syukur syukur saya bisa dua gaya, apalagi semua. Terus saya masih gakuat kalo 2×50meter pak"
Menatap lurus muridnya, Pak Steven menghela napas panjang, "Bukan renang yang saya minta, tapi taekwondo kamu"
Mendangak, "Apalagi taekwondo pak, saya aja mentingin renang dibanding taekwondo".
"Kamu murid beasiswa bukan?"
Bingung Andita lagi, "Eh iya pak, kenapa?"
"Kamu ingat dengan formulir yang kamu isi pada saat pendaftaran?"
Andita menggangguk, memang benar adanya jika andita murid beasiswa, karena biaya masuk SMA Kisantri luar biasa besar dan susah pastinya untuk masuk.
Andita termasuk salah satu yang beruntung dari tiga siswa beasiswa lainnya.
Pak Steven berdiri mengambil sebuah map yang berisikan kertas kertas formulir murid beasiswa, dan memberikan formulir milik andita.
"Coba baca pasal 8 ayat 1 disana, bisa?"
Andita mengangguk dan mulai membacakannya, "Setiap siswa/i yang masuk jalur beasiswa, wajib mengikuti keinginan sekolah dengan tujuan yang baik"
Bengong, hening ada dalam suasana ruangan itu. Andita tentu saja kaget, bagaimana ia tidak menyadari pasal 8 tersebut?
"LOH?!"
"Kamu baca kan pada saat mengisi formulir itu?". Andita mengangguk lagi, "Iya pak saya baca kok, tapi saya pikir bukan hal yang seperti ini, jadi saya iya iya aja".
Menghela napas gusar, "Harusnya kamu lebih perhatiin lagi"
"Tapi pak saya tetep gamau"
"Baca lagi pasal 11". Suruh Pak Steven
"Bagi yang tidak menyetujui, beasiswa akan dicabut". Andita diam lagi, mau tidak mau ia harus ikut porjar tahun ini.
"Yasudah, baik saya akan ikut dengan cabang taekwondo". Final Andita
"Bagus kalau gitu, kamu boleh keluar". Andita pun keluar dari ruangan tak lupa untuk berpamitan.
Ditutupnya pintu, Andita menempelkan tubuhnya dipintu ruangan kepala sekolah, "Huftt, akhirnya hirup udara segerrr. Panas banget anjir didalemmm".
Itu yang dikeluarkan dari dalam mulutnya, tapi dalam pikirannya ia bergelut tak karuan, taekwondo aja baru di sabuk putih, gimana mau tanding porjar?
Dahlah.
Sementara Pak Steven didalam ruangan, ia sudah terlebih dahulu mengetahui bagaimana sifat Andita, ia merencanakan sesuatu.