02: Masa Lalu

16 4 0
                                    

“Rio!”

Suara itu membuat semua yang ada di sana terkejut seketika.

Rio gemetar tak menyangka bahwa ia sudah terlambat untuk memperbaiki semuanya.

Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Menjelaskan? Apakah suaranya akan didengar setelah apa yang sudah ia lakukan pada Arvian? Apakah permintaan maafnya akan diterima setelah apa yang sudah ia lakukan untuk memisahkan Arvian dan Risa?

Rio menengok kebelakang, melihat sang adik yang menatapnya dengan tajam. Risa meneteskan air mata, ketika tau apa yang telah Rio lakukan kepadanya dan kepada Arvian.

Melihat kedatangan Risa, Arabella langsung menarik Arvian pergi keluar kelas. Melewati Risa begitu saja, tanpa sepatah kata pun yang terucap dari mulutnya.

Melihat sudut bibir Arvian yang terluka, Risa bertanya-tanya apakah ia masih pantas untuk Arvian yang sangat-sangat baik kepadanya?

                                 🖤

“Kamu mau bawa saya kemana?”

Setelah keduanya saling diam, Arvian lah yang memberanikan diri untuk bertanya ketika Ara terus menggenggam tangannya, menyuruhnya mengikuti langkah kecil gadis itu.

Bukannya menjawab, Ara malah berlari menuju taman, menyandarkan kepalanya di bangku taman. Arvian kebingungan sendiri melihatnya. Melihat Arvian yang kebingungan, Arabella menepuk tempat duduk yang masih kosong, menyuruh Arvian untuk duduk disebelahnya.

Mengerti apa yang dimaksud Arabella, Arvian langsung duduk di samping gadis itu. Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut gadis itu semenjak keduanya keluar kelas.

Keadaan menjadi hening, ketika tak ada dari keduanya yang memberanikan diri untuk bertanya.

“Kenapa kamu nolongin saya tadi?”

Melihat keadaan yang canggung antara dirinya dan Ara, Arvian memberanikan diri untuk bertanya.

“Berusaha untuk membalas kebaikan seseorang.”

Jawaban Ara membuat Arvian bertanya-tanya apa yang dimaksud gadis itu.

“Lagian lo kan baik, tapi kenapa mereka tega banget? Gue gak mau kayak mereka yang cuma diem aja,” ucap Arabella sambil tersenyum tipis.

Senyuman itu.

Entah kenapa Arvian merasa senang ketika melihat Arabella yang dikenal dengan seseorang yang memiliki senyum mahal, tersenyum kepadanya.

Tapi tunggu, Arvian merasa senyuman itu tak asing baginya, seolah-olah ia pernah melihatnya dulu, tapi kapan dan dimana? Memangnya ia pernah bertemu dengan Arabella sebelumnya?

“Apa saya pernah membantu kamu? Kenapa kamu ingin membalas kebaikan saya?” tanya Arvian heran.

“7 tahun lalu di jalan merpati,” jawab Arabella.

Deg!

Arvian terdiam, ia ingat apa yang terjadi, itu adalah kejadian yang menyakitkan baginya. Tidak, mungkin lebih tepatnya bagi Arabella.

“Hei, Dimas. Ini adalah akibat yang kamu terima jika kamu telah mempermainkan saya, sudah saya bilang kan? Kamu harus menuruti apa yang saya perintahkan. Kamu lupa siapa yang menolong kamu dulu, hah?!”

Arabella kecil ketakutan saat seorang pria dihadapannya menelpon ayahnya untuk mengancamnya, pria itu berkata akan menyakitinya, sebagai akibat yang ayahnya terima. Gadis kecil itu tak tau apa-apa, tak tau kejadian apa yang telah terjadi di antara pria yang sudah ia anggap seperti pamannya dan ayahnya.

Hubungan keduanya dulu baik-baik saja, tapi kenapa? Kenapa sekarang pamannya yang ia pikir sangat menyayanginya malah berkata akan menyakitinya.

“Tolong jangan sakiti Ara, bang. Dia gak tau apa-apa, urusan Abang sama saya, jadi tolong jangan bawa-bawa anak saya atau istri saya.”

Dari sebrang sana terdengar Dimas yang sedang berusaha untuk menenangkan Reza. Namun, Reza tetap saja tidak peduli dengan apa yang Dimas katakan.

Dari sebrang sana juga terdengar Nia yang sedang menangis, takut jika terjadi sesuatu kepada anak satu-satunya, Arabella.

Ara ikut menangis ketika mendengar sang Bunda menangis mengkhawatirkannya. Ia ingin kabur saja, berlari memeluk Bundanya. Namun sayangnya, tangan dan kakinya diikat sehingga ia tak bisa kemana-mana. Kakinya sakit, pergelangan tangannya kesakitan, karena mereka mengikatnya terlalu kencang.

“Bisa kamu berhenti menangis? Berisik tau nggak?!” Bentak Reza lalu mengajak dua orang yang ia suruh menjaga Arabella pergi keluar untuk membicarakan sesuatu.

Arabella terus menangis, di tengah rasa sakit yang ia rasakan. Dari jendela yang sedikit terbuka, ia melihat seorang anak laki-laki yang sedang memperhatikannya.

Anak laki-laki itu masuk lewat jendela, berusaha melepaskan tali yang mengikat gadis itu. Arabella menatapnya, dan saat itu juga anak laki-laki itu tersenyum kepadanya, mengusap air mata Ara, menyuruh Ara mengikutinya. Ia berlari membawa Ara pergi, selagi salah satu temannya mengalihkan perhatian Reza dan teman-temannya.

“Aaaa”

Langkah anak laki-laki itu terhenti, sepertinya teriakan yang ia dengan adalah teriakan temannya. Sepertinya dia sudah ketahuan.

“Kenapa?” tanya Arabella.

“Jika kamu mengikuti jalan ini, di ujung jalan ini ada seorang anak perempuan yang berumur 7 tahun, mintalah bantuan anak perempuan itu. Aku harus pergi.”

“Kemana?”

Bukannya menjawab, anak laki-laki itu berbalik menuju tempat tadi, ia tersenyum kepada Arabella sebelum pergi, Arabella membalas senyuman anak laki-laki itu. Ia harus selamat agar perjuangan anak laki-laki itu dan temannya tidak sia-sia. Dan berjanji akan membalas kebaikan mereka saat waktunya sudah tiba.

“Jadi, bagaimana keadaan kamu setelah itu? Sulit dipercaya, ternyata anak perempuan itu kamu, Arabella yang terkenal dengan keberaniannya,” ucap Arvian.

“Gue berterima kasih atas bantuan kalian, terutama lo.”

Sebelah MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang