14: Bahaya

4 2 0
                                    

“Arabella, apa kamu tau bagaimana perasaanku ketika mendengar bahwa kamu berada dalam bahaya? Aku merasa gagal menjagamu, bagaimanpun caranya aku akan menyelamatkan dirimu.”

—Arvian Pramana.

🖤

Hari sudah malam. Arvian kini tengah menginap di rumah teman baiknya, siapa lagi jika bukan Andri. Mereka tengah asik berbincang, sebelum dikejutkan oleh teriakan seorang pria paruh baya yang datang secara tiba-tiba.

“Arvian! Di mana kamu?!”

Arvian dan Andri terkejut mendengar teriakkan itu, suara itu seperti tidak asing bagi Arvian, seperti suara Antoni—ayah Arabella. Dan benar saja dugaannya, ia benar-benar terkejut melihat Antoni yang datang menghampirinya, lalu menarik kerah bajunya kuat-kuat.

“Tunggu! Ini ada apa om? Tolong bicara baik-baik,” ucap Andri. Ia tak kalah terkejutnya dengan apa yang Antoni lakukan, tentu saja ia juga tau jika Antoni adalah ayah Arabella karena ia pernah mengantar Arvian menemui Arabella secara diam-diam.

Tak peduli apa yang Andri ucapkan, Antoni menatap Arvian penuh kemarahan, dan Ariska yang baru saja tiba, mencoba menenangkan suaminya itu.

“Di mana anak saya? Kamu sembunyikan di mana Arabella hah?!” tanya Antoni dengan nada membentak.

“Tolong tenang, mas. Belum tentu Arvian yang nyulik Arabella.”

Mendengar apa yang Ariska ucapkan membuat Arvian seakan lupa akan kemarahan Antoni kepadanya.

“Arabella hilang? Dia diculik?” tanyanya pada Ariska dan Antoni.

“Menurut kamu? Jangan pura-pura tidak tau! Saya yakin bahwa kamu yang membawa putri saya karena saya tak merestui hubungan kalian kan?” tanya Antoni lagi.

Mendengar ucapan Antoni, Andri kemudian maju membela Arvian, sebagai teman yang baik ia harus membantu Arvian.

“Arvian dari kemarin bersama saya terus om! Arvian juga sibuk bekerja, jadi tidak mungkin dia melakukan hal semacam itu!” jelas Andri.

“Kamu pikir saya percaya?”

“Mas, kita dengarkan dulu penjelasan Arvian dan temannya,” ucap Ariska.

“Saya juga baru tau kabar hilangnya Arabella dari, Om. Saya tidak mungkin melakukan hal semacam itu,  dari pada om menuduh saya, lebih baik kita mencari Arabella bersama,” ucap Arvian.

“Dari pada mencurigai Arvian, lebih baik om mencurigai Revan. Dari kemarin dia tidak masuk sekolah, kata teman dekatnya juga dia tidak bisa dihubungi,” ucap Andri lagi.

Ariska dan Antoni cukup terkejut mendengar apa yang Andri katakan, mereka juga tidak bisa menghubungi Revan, apa mungkin Revan melakukan semua itu? Rasanya sangat sulit dipercaya.

“Revan tidak mungkin melakukan hal semacam itu!” tegas Antoni.

“Dan teman saya pun tidak mungkin seperti itu!” ucap Andri tak mau kalah.

“Bukankah Arabella membenci Revan? Jadi menurut saya, bisa saja Revan melakukan itu semua,” ucap Arvian.

“Sebaiknya kita mencari Arabella bersama.”

🖤

Arabella menatap tempat di sekelilingnya, ia bertanya-tanya dirinya sekarang sedang berada di mana? Tempat ini seperti asing baginya.

“Sakit...” lirihnya kesakitan karena tangannya diikat cukup kuat.

Arabella ketakutan, kejadian ini pernah ia rasakan tujuh tahun lalu, mengingat saat-saat itu membuat dirinya semakin ketakutan, ia terus menangis, ingin secepatnya keluar dari tempat ini.

“Tolong...,” lirihnya.

Jika dulu ada Arvian dan Andri yang menolongnya, lantas sekarang siapa? Jika dulu teman baik ayahnya yang melakukan hal seperti ini kepadanya, maka sekarang siapa?

Pintu dibuka, seorang pria datanya menghampiri Arabella. Gadis itu cukup terkejut melihat pria itu. Dirinya ingat sekarang, saat dirinya sedang mengobrol dengan Revan, seseorang tiba-tiba membekap mulutnya dan membawanya ke tempat ini.

“Kamu sudah sadar, sayang?” tanya pria itu.

“Lepasin aku, Revan! Apa yang kamu lakukan ini salah!” teriak Arabella.

Ya, pria itu adalah Revan yang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan seorang Arabella.

“Aku tau, Ara. Kamu harus jadi milik aku, karena aku tak rela jika kamu bersama orang lain,” ucap Revan.

Arabella menatap Revan penuh kemarahan, jika dulu dirinya ketakutan, kini dirinya harus lebih berani.

“Ara, kamu harus tau alasan aku pergi dulu. Orang tua aku bercerai, aku ikut ibu pergi ke luar negeri, aku dan ibu pindah mendadak, aku tak sempat mengabari kamu. Di sana aku sibuk dengan berbagai hal, aku dituntut untuk menjadi seperti apa yang ibu inginkan. Sekarang kamu tau alasan aku kan? Ayok kembali bersamaku, Arabella,” lanjutnya.

Arabella menggeleng. Ia sudah terlanjur mencintai Arvian, ia sudah terlanjur membenci Revan.

“Kamu hanya punya dua pilihan, Ara sayang. Jika kamu tak mau kembali bersamaku, aku bisa menempatkan pria yang dicintaimu itu dalam bahaya.”

Deg!

Seketika Arabella terbayang sosok Arvian, teringat sosok Fatimah dan Nida yang menangis ketakutan saat Arvian berada dalam bahaya.

Sebelah MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang