13: Pengakuan

5 3 0
                                    

“Ayah, aku gak mau dijodohkan sama Revan! Aku gak cinta sama dia! Aku benci dia!” ucap Arabella memohon kepada Antoni.

Antoni tetap diam, sedari tadi pria paruh baya itu tak mendengarkan apa yang Arabella ucapkan, ia tetap fokus pada rencananya, menjodohkan anaknya dengan seorang Revan. Arabella terus menolak, memohon agar perjodohan itu secepatnya dibatalkan, bagaimana dirinya bisa menikah dengan seorang pria yang dibencinya?

Ariska menatap Arabella yang terus menangis tersedu-sedu sambil memohon kepada sang ayah agar perjodohannya dibatalkan, melihat putrinya yang terus menangis membuat dirinya merasa sedih juga, tapi mau bagaimana lagi, Antoni sudah tetap pada keputusannya.

“Arabella, ayah cuma ingin yang terbaik untuk kamu. Memangnya apa hebatnya seorang Arvian?” tanya Antoni.

“Ayah, Vian bisa jaga Ara, dia gak ninggalin Ara seperti apa yang Revan lakukan,” jawab Arabella.

“Ara tau Vian punya penyakit kulit, dan Ara menerima semua kekurangannya sama seperti Vian yang selalu menerima Ara apa adanya,” lanjutnya.

“Ayah yakin kalau Revan—”

“Orang yang nolongin Ara tujuh tahun lalu adalah Arvian dan temannya,” potong Arabella cepat.

Ariska dan Antoni terdiam, jadi anak laki-laki yang menolong Arabella saat itu adalah Arvian dan temannya?

“Kalau gitu kita temui Arvian, dan tanyakan berapa banyak uang yang dia inginkan, jadi kamu tidak perlu seperti ini karena merasa bersalah karena dia sempat terluka parah dulu,” jawab Antoni. Dirinya memang pernah mendengar bahwa salah satu anak laki-laki yang menyelamatkan Arabella terluka cukup parah, dan ia sangat yakin bahwa itu adalah Arvian.

Arabella menggeleng, ia tak mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan ayahnya, ia tulus mencintai Arvian, ia tulus menyayangi Arvian, sama seperti perasaan Arvian kepadanya.

“Vian bukan orang yang seperti itu, ayah.”

“Ara tulus sama Vian, Ara sayang Vian,” lirih Arabella.

🖤

Arabella duduk di bangku taman, gadis itu pergi ke taman yang berada cukup jauh dari rumahnya untuk menenangkan diri, semenjak kejadian tadi siang membuat dirinya merasa sedih. Gara-gara Revan mengadu ke ayahnya bahwa dirinya dan Arvian masih sering mengobrol bersama membuat ayahnya kembali memarahinya dan menyuruhnya menjauhi Arvian. Lagi dan lagi, Revan berhasil membuat Arabella semakin membencinya, lagian kenapa juga ia harus satu sekolah dengan pria itu?

“Arabella!” Dari kejauhan tampak seorang pria melambaikan tangan ke arahnya, membuat Arabella langsung menatapnya. Tak lama kemudian, gadis itu mendengus sebal, kenapa Revan harus muncul sekarang? Benar-benar menyebalkan!

Revan mendekati Arabella, tersenyum manis kepada gadis itu, berbeda sekali dengan Arabella yang menatapnya sinis. Baru saja dirinya ingin duduk di samping gadis itu, namun tak jadi ketika mendengar apa yang Arabella katakan.

“Gue gak suka duduk sama orang yang suka php,” ucapnya membuat Revan mengurungkan niatnya.

“Aku cuma mau bilang, kalau perginya aku dulu itu ada alasannya. Kamu harus percaya sama aku, Ara. Aku benar-benar tulus sama kamu,” ucap Revan.

Arabella tak meladeni Revan, gadis itu tampak fokus dengan ponselnya.

“Arabella, kamu harus jadi milik aku,”  lanjut Revan.

“Apaan sih—”

Arabella tak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena tiba-tiba seseorang membungkam mulutnya dari belakang, lalu membawanya pergi ke tempat yang ia sendiri tidak tau di mana.

Sebelah MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang