Keadaan meja makan sangat hening, hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Beberapa remaja yang sedang makan bersama dengan kakek dan nenek Arbia sama-sama terdiam menikmati makanan lezat yang saat ini mereka santap.
Kaivan sudah tidak bisa lagi menahan diri dengan keadaan sunyi ini. Terasa ada yang kurang jika tidak ada suara mengiringi aktivitas yang dilakukan.
"Makanannya enak, apalagi kalau makan setiap hari, pasti lebih enak," ucap Kaivan memecahkan keheningan.
"Boleh, tapi bayar per lauk sebelas ribu," jawab Arbia sambil menyuap makanannya.
"Gratis juga boleh. Iya kan, nek?" Galih bertanya kepada Nessa berharap di perbolehkan.
Nessa tersenyum simpul seraya menganggukkan kepalanya. "Boleh, kesini setiap hari juga gak apa-apa. Nenek gak ngelarang, nenek suka jadi rame rumahnya."
"Aduh, Ken saranin jangan deh, nek. Kai sama Galih kalau makan suka nggak tau diri, apalagi dikasih gratisan," setelah mengucapkan kalimat tadi, tangan putih Kendra mendapatkan pukulan yang lumayan keras dari Kaivan.
Kendra menoleh ke arah Kaivan dengan sorot mata kesal.
Fairel dan Nevan sudah tau apa yang akan terjadi berikutnya. Tetapi, Kendra melakukan hal diluar pikiran kedua manusia es itu.
Kendra menghampiri Arbia dengan air mata yang sudah membendung di pelupuk matanya.
Fairel dan Nevan mengira kalau Kendra akan mengadu kepada mereka berdua dan menyuruh Kaivan meminta maaf, tetapi mereka lupa bahwa ada induknya Kendra disini.
Arbia menaruh sendoknya dan segera mengelus tangan Kendra yang tadi terkena pukulan Kaivan.
"Ini Tari usapin biar gak sakit lagi, ya?"
Kendra mengangguk disertai air mata yang kini sudah turun di pipinya. "Kai buluk jahat, kasih aja ke Vixon"
Mata Kaivan membulat, apa tadi? Kendra menyuruh Arbia untuk memberikan dirinya ke serigala? Wah bayi sialan, pikir Kaivan.
"A-aduh maaf deh Ken, gua kelepasan tadi." Kaivan berucap dengan wajah memelasnya, melihat itu seisi ruangan menjadi tertawa terbahak-bahak.
"HAHAHAHA MUKA LO KAYAK KORBAN LEDAKAN BOM," tawa Ale sambil memukul Galih di sampingnya.
"Lo ketawa ya ketawa aja, gak usah nabok orang juga," ucap Galih dan seketika tawa Ale tidak terdengar lagi.
"Refleks tadi, sorry Gal," balas Ale sambil mengelus pelan tangan Galih.
Galih mematung, ini tidak salah Ale mengelus lengannya? Ale kesambet setan mana?
Ini tidak aman untuk jantungnya. Bagaimana tidak? Saat ini jantung Galih sedang gedebag-gedebug hanya karena Ale.
"Gal, Galih! Heh, lo kenapa diem aja?"
"..." tidak ada jawaban, Galih tetap diam.
Karena kesal, Ale kembali menabok lengan Galih. "Lo kenapa sih? Kesambet?" tanya Ale ketika Galih tersadar dari lamunannya.
Galih menormalkan ekspresinya agar tidak terlihat kalau ia sedang mengsalting saat ini. "Gak apa-apa," jawab Galih.
"Yaelah, dia lagi salting itu, lo gak liat mukanya merah gitu?" sambar Kaivan dengan raut santainya.
"Lo salting, Gal?" Jenni bertanya dengan polosnya membuat Nisa gemas, ingin mencekik Jenni tapi nantinya ia juga yang menyesal karena sudah membuat sahabatnya yang gesrek ini pergi ke alam lain.
"Liat aja, gak usah lo tanya," balas Nisa dengan kesabaran ekstra.
"Yaudah gue liatin aja," dengan bodohnya, Jenni terus melihat wajah Galih yang memerah itu.
"Aduh, Jenni udah deh lo diem aja duduk sambil makan," Ale menarik tangan Jenni agar duduk lebih dekat dengannya.
"Ada-ada aja kalian." Nessa geleng-geleng kepala melihat tingkah remaja-remaja ini.
"Kalau gak mau makan, biar saya aja yang abisin lauknya." Pamungkas ikut berbicara.
"Ini kakek-kakek kenapa, sih? Orang lauknya udah abis, mau makan piringnya?" Arbia bertanya dengan wajah menyebalkan.
Pamungkas mengangkat sendok ke udara dengan setengah berdiri dari duduknya. "Gue usir jadi gembel jalanan lo!" seru Pamungkas menggertak Arbia.
Bukannya takut, Arbia malah semakin gencar membuat Pamungkas emosi. "Nanti Tari ajak nenek, iya, kan nek?"
Pamungkas mengetok kepala Arbia dengan sendok. "Siapa yang mau ikut jadi gembel?"
"Lah, kalau gembelnya secantik Tari, siapa yang mau nolak?"
"Pd, emang siapa bilang lo cantik?"
"Ken, Tari cantik, kan?"
Kendra mengangguk. "Iya, Tari cantik."
Arbia memeletkan lidahnya mengejek Pamungkas karena ia merasa menang.
Pamungkas tidak ingin kalah dengan cucu menyebalkannya ini. "Kendra kan temen lo, ya wajar dia bilang lo cantik!"
"Situ juga barusan bilang saya cantik." Arbia tersenyum licik.
"Kapan?" tanya Pamungkas sewot.
"Pikun, dasar."
"Ngelunjak lo ya, sini lo!"
"Males."
"STOP!!" Nessa berteriak mengehentikan keributan antara kakek dan cucunya.
"Udah tua masih aja berantem," sindir Nessa.
Sedangkan teman-teman Arbia tercengang melihat perdebatannya dengan sang kakek.
"Sorry sorry, kakek gue emang gitu," ucap Arbia.
"Seru, ya kakek lo," kata Nevan.
"Ngeselin yang ada," jawab Arbia.
"Ayok kerumahnya Ken," ajak Arbia kepada teman-temannya.
"Yeayy, leggo!" Ken menerima ajakan Arbia dengan antusias.
"Nek, kita pamit main kerumahnya Ken. Assalamualaikum," setelah mengucapkan salam, Arbia mencium tangan nenek dan kakeknya. Walaupun tadi ia bertengkar dengan sang kakek, tetapi ia tetap harus sopan kepada kakeknya itu. Dia yang rawat gue dari kecil, mau semarah apapun gue ke kakek, gue harus tetep sopan, begitu prinsip Arbia.
Setelahnya, para remaja itupun pergi kerumahnya Ken. Mungkin disana mereka hanya akan menonton film atau tidur, mereka tidak mau makan lagi, sudah kenyang katanya. Bohong sii sebenarnya.
---------
Bonus cast Arbia
HAI, AKU UP LAGI NII. SEMOGA KALIAN SUKA SAMA CHAPTER INI YAA.
MAAF BANGET KALAU PENULISANNYA BERANTAKAN ATAU NGGAK JELAS. JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK KALIAN DISINI. HAPPY READING AND SEE YOU NEXT PART.
AKU LANJUT KALAU KALIAN MAU, BABAYYY.
KAMU SEDANG MEMBACA
HORRIBLE COUPLE
Novela JuvenilBagaimana jika Arbia si leader geng motor yang selama ini disembunyikan, akan dijodohkan oleh seorang laki-laki yang pernah ditolong Arbia saat dirinya melihat orang itu sedang di keroyok? sialnya laki-laki itu adalah seorang leader geng motor juga...