Quest 5 : Munculkan konflik keluarga dalam bab ini, jika tokoh utama tidak memiliki keluarga munculkan konflik dengan masyarakat sekitarnya. Pemberian nama bab terserah dan jangan lupa ketentuan yang berlaku.
.
.
."Aku capek, tiap hari disuruh ini-itu! Nala kan sudah kerja, apa harus beres-beres rumah juga?!"
"Ibuk lagi sakit, Mbak. Bantu masak aja sebentar. Kasihan Bapak nanti nggak punya tenaga buat kerja," bujuk adik laki-laki Nala, Eka, yang berusia dua belas tahun.
Nala tidak mengindahkan ucapan itu. Ia mengencangkan selendang hijaunya, lalu berlari melewati Eka yang diam dan merengut menatapnya. Di luar sana, beberapa teman yang seumuran dengannya sudah menunggu.
"Nala, lama!" seru salah satu temannya.
Nala tertawa kecil dengan suaranya yang lembut. "Ibuku sakit, jadi harus masak."
"Eh, aku tiap hari masak pagi, lho!" celetuk teman perempuannya yang disambut oleh anggukan dari yang lainnya.
Pupil Nala melebar. Ia tidak pernah memasak sebelumnya dan tidak menyangka jika kedua teman perempuannya memasak setiap hari.
Nala memutar otak. "Duh, ketahuan, deh! Aku bangun agak siang karena pulang kemalaman kemarin. Karena Ibuk sakit, aku jadi harus masak dan bersih-bersih sendirian."
"Eh, udah mau siang, nih! Buruan berangkat, yuk! Kudengar akan banyak orang di kota nanti!"
Mata Nala berbinar, jika banyak yang melihat, berarti akan banyak barang bagus yang bisa didapatkan. Mungkin ia juga bisa membeli hiasan rambut yang baru.
"Mbak Nala!"
Semua pikirannya buyar saat mendengar suara lantang adiknya. Ia menghela napas panjang dan berbalik, sebelum itu ia mempersilakan teman temannya untuk berjalan mendahuluinya. Ia menatap kesal pada Eka yang keras kepala.
"Apa lagi, sih?!" Suara Nala meninggi. Ia menoleh ke belakang dan bersyukur tidak ada teman-teman yang menoleh ke arahnya, lagipula jarak mereka juga sudah cukup jauh.
"Mbak Nala beneran mau pergi? Di rumah aja, dong!" Eka menarik lengan kakaknya. Rumahnya sedang kacau dan berantakan, juga tidak ada makanan yang bisa dimakan.
"Nggak, kota sebelah lagi rame!"
"Mbak Nala nggak sayang kami?!" Kalimat itu keluar dari mulut Eka dan membuat Nala berdecak.
"Berisik banget, sih!" Ia menepis tangan Eka. "Terus menari lebih enak daripada harus di rumah bersama kalian!"
Eka terdiam. Lagi-lagi usahanya gagal. Ia menghela napas panjang dan menatap kakaknya dengan perasaan sedih yang mendalam. Ia menarik napas panjang dan berteriak, "Kalau gitu nggak usah pulang aja sekalian!"
Nala tidak peduli, ia berlari kecil menuju teman-teman yang sudah tertinggal cukup jauh dengannya. Sembari terus melangkah, ia berusaha menenangkan dadanya yang bergemuruh karena kesal. Ia harus kembali tenang agar bisa menarik senyum untuk teman-temannya.
.
.
.Jumlah kata: 379
wga_academy
yourrangger

KAMU SEDANG MEMBACA
Lampah (END)
Historical FictionNala seorang penari ulet yang dicintai banyak orang, tetapi sayangnya ia hanyalah gadis muda yang punya dua wajah. Saat berkunjung ke kota, ia bertemu dengan Kentarou, pemuda berdarah Jepang yang baik hati. Dalam sekejap, ia pun jatuh hati. Hanya se...