Tiga hari sudah berlalu dan Lim sudah diperbolehkan pulang oleh dokter karena kondisinya yang sudah membaik. Jennie tentu senang mendengarnya, karena dia tidak perlu lagi pergi ke rumah sakit setiap saat.Bukan karena merasa terbebani menjaga suaminya, melainkan karena rumah sakit adalah tempat yang paling Jennie benci. Sudah hampir beberapa kali suaminya memperjuangkan hidupnya disana. Jennie benar-benar membenci tempat yang penuh dengan bau obat-obatan itu.
"Akhirnya kau sudah boleh pulang lagi Hubby dan aku harap ini terakhir kalinya kamu mengunjungi tempat menyesakkan ini. Aku benci datang ke rumah sakit," Oceh Jennie sambil memasukkan baju-baju Lim ke dalam tas besar. Sedangkan Lim hanya terduduk di atas ranjang dan memperhatikan istrinya.
"Wae? Kenapa kamu membenci rumah sakit? Apa kamu lelah karena telah menjagaku?," Jennie sontak menoleh dan menggeleng cepat.
"Aniyeo, tentu saja tidak. Aku membenci rumah sakit karena tempat ini selalu mengingatkanku padamu yang memperjuangkan nyawamu disini. Aku benci datang ke rumah sakit, apalagi kamu yang menjadi alasan aku datang kesini. Aku takut saat kamu menjadi pasien disini,"
Lim tersenyum tipis dan perlahan turun dari ranjang dan berjalan pelan menuju istrinya yang sekarang tengah dalam kondisi menangis. Dipeluknya Jennie dengan erat menyalurkan rasa ketenangan untuk Jennie sendiri.
"Mianhae jika aku selalu membawamu ke tempat yang kamu benci sayang. Aku juga tidak mau berada disini. Semua orang pun tidak ada yang mau sayang. Kedepannya, aku akan berusaha untuk selalu sehat agar tidak datang lagi ke tempat yang kamu benci ini,"
Jennie menguatkan pelukannya dan pula menguatkan isak tangisnya. Tidak ada maksud apa-apa Jennie berkata seperti itu, hanya saja Jennie tidak mau kejadian masa lalu terulang kembali pada Lim. Jennie sudah tidak sanggup lagi jika harus melihat suaminya terbaring lemah di ranjang lagi. Sekarang sudah yang ketiga kalinya dan Jennie harap ini yang terakhir.
"Aku tidak bermaksud apapun mengatakan hal ini sayang, aku hanya tidak bisa melihatmu terbaring lemah di ranjang ini untuk kesekian kalinya. Aku harap ini yang terakhir,"
Lim melonggarkan pelukannya kemudian menangkup pipi Jennie dan menghapus air mata yang masih setia mengalir membasahi pipi istri tercintanya. Lim merasa bersalah karena sudah membuat istrinya menangis. Entahlah, melihat Jennie menangis rasanya ada sesuatu yang menyakiti Lim didalam tubuhnya. Apakah sesuatu ini adalah ketidak rela nya Lim melihat istrinya menangis?
"Istri dari seorang Limario Manoban tidak boleh menangis, karena jika kamu menangis sama saja kamu menyakitiku. Terbaring lemah di rumah sakit ini, di ranjang ini, bukanlah hal yang kuinginkan sayang. Aku harus apa jika ini memang sudah menjadi takdir untukku?,"
"Aku minta maaf jika membuatmu khawatir, aku akan berusaha semampuku untuk selalu sehat. Aku akan berusaha menjauhi segala macam apapun itu yang dapat membuatku berkunjung kesini lagi. Aku akan berusaha,"
Jennie menatap dalam mata cokelat suaminya lalu menarik nafasnya sambil memejamkan matanya. Jennie harus bisa menerima jika tuhan memang sedang memberi kepadanya dan suaminya sebuah cobaan. Tuhan pastinya mempunyai timing yang tepat, kapan kebahagiaan akan muncul bagi keduanya. Dan Jennie harus sabar menunggu sampai waktu itu tiba.
"Kamu benar, ini sudah menjadi garis takdir tuhan. Aku tidak bisa mengelaknya meskipun aku harus sampai berteriak padanya. Yang ada aku akan terkena karma nantinya," Jennie terkekeh pelan dan menghapus kasar air matanya.
"Kajja, ini sudah hampir siang. Kamu harus segera sampai mansion untuk makan siang dan meminum obatmu," Jennie mengangkat tas besarnya yang berisi pakaiannya dengan Lim yang baru saja selesai dirapihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby J || Jenlim SEASON 2 [END]
Teen Fiction[SEQUEL MY BABY J] Perjalanan kehidupan rumah tangga Limario Manoban dengan Jennie Manoban. Keluarga mereka penuh dengan kehangatan dan keromantisan. Hingga di tengah jalan seseorang kembali ingin memasuki hubungan mereka. Melakukan segala cara agar...