3

1K 186 1
                                    














.

.

.

Lavandula

.

.

.

3










"Mama, papa dan Yedamie akan selalu bersama"

Yedam membuka matanya. Udara pagi menerpa kulit wajahnya, membuat sensasi dingin yang menusuk baginya.

"Ah, mimpi itu lagi" Ia mengucek-ngucek matanya sebelum kemudian melirik pigura yang sudah lama ia balik.

Sebelum semua pikiran buruk menghantuinya, ia memutuskan untuk pergi bersiap-siap ke kampus.

Yedam tinggal seorang diri di rumah ini. Orang rumah- atau lebih tepatnya, ayahnya, selalu sibuk bekerja. Paling juga pulang kalau inget doang karna biasanya pun ia singgah di rumahnya yang lain.

Bagaimana ibunya?

Ibunya pun tidak tinggal di rumah ini, dalam kata lain mereka sudah lama tidak bersama.

Dan sejak itu pula, Yedam jadi meragukan konsep Soulmate.

Baginya, soulmate hanya sebuah permainan tuhan yang mengikatkan 2 orang untuk melihat apa mereka bisa setia dengan satu sama lain atau tidak. Konyol memang.

Lantas, kenapa tanda soulmate itu bisa hilang jika mereka ditakdirkan bersama?

"Sebentar!" Sahutnya saat ia mendengar suara ketukan di pintu utama. Dirinya mematung begitu membuka pintu tersebut. Terlihatlah lelaki berambut merah yang baru saja ia kenal kemarin.

"Hai kak, udah siap berangkat bareng?"

Yedam menahan nafasnya, kenapa dia lupa soal janjinya ini sih?
























Masih dengan suasana canggung yang sama, Doyoung tetap pada pendiriannya untuk mengantarkan Yedam pulang dengan aman.

Tapi, cupu banget sih karna rupanya dia gak bisa buka pembicaraan apa-apa sejak awal.

Jadilah dia yang cuma diam gini sedangkan yang lebih tua sibuk menggumamkan sebuah lagu di sampingnya.

Yang Doyoung tangkep sih, lelaki itu memiliki suara yang indah.

"Kakak dari Fakultas Seni Musik?" Entah keberanian darimana, Doyoung pun menanyakan hal tersebut. Basa-basi dikit gak apa lah.

"Eh, iya. Keliatan ya?" Doyoung hanya bergumam tidak jelas.

"Kakak saya juga di sana. Sekarang tahun ketiga" Lampu merah menghentikan mobil itu bersamaan dengan Doyoung yang menoleh ke arah Yedam. "Kakak pasti sangat menyukai musik ya?"

Yang ditanya menggangguk antusias. "Bagiku musik itu seperti perasaan. Dia bisa membolak-balikkan perasaan pendengarnya sesuai dengan genre apa yang sedang di putar". Yang mendengarkan pun ikut menggangguk.

"Kakak ingin membuat lagu yang seperti apa?"

Yedam terdiam sebentar, kemudian memberikan sebuah senyuman tulus seiring dengan mobil yang kembali berjalan.

Lavandula ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang