Part 5 Kesepakatan

1K 79 6
                                    

#Menikahi_Pria_(tak)_Sempurna
#Drama_Romance
#Part_5

"Kamu tulis apa yang kurang untuk menyimpan dokumen. Sepertinya butuh satu filing cabinet lagi." Devin berkata sambil menyodorkan kertas dan pulpen ke hadapan Kamalia.

"Besok ada pekerja kebun yang akan turun ke kota untuk belanja."

Kamalia menarik kursi di dekatnya, kemudian duduk. Memperhatikan sekeliling lantas mencatat apa yang dibutuhkan.

"Aku akan memberikan uang bulanan buatmu, yang bisa kamu pakai untuk membeli kebutuhan pribadi."

"Bukankah aku kerja di sini untuk membayar hutang?"

"Ada perhitungan untuk itu. Tenang saja Tony akan merinci secara detail. Kamu tidak akan rugi. Jika aku tidak memberimu uang, bagaimana kamu akan membeli kebutuhanmu?"

Kamalia tercenung memandang pria di depannya. Pria ini baik juga, sikapnya tidak seperti pertama kali bertemu. Meski sorot dingin dari tatapan matanya masih sama.

"Catat semua kebutuhan yang harus dibeli untuk membuat ruangan ini menjadi rapi."

Gadis itu mulai fokus meneruskan menulis. Devin memperhatikan, hingga bunyi panggilan masuk dari ponsel atas meja memecah keheningan di antara mereka.

"Assalamualaikum, Ma."

"Wa'alaikumsalam, kamu dah benar-benar sehat, 'kan?"

"Iya, Ma. Ada apa?"

"Malam Minggu besok kamu datang ke rumah, kita ketemuan sama keluarga Bu Wini."

Devin menurunkan kaki dan menegakkan duduk. Kaget dengan permintaan mamanya.

"Secepat itu, Ma?"

"Iya, nunggu apa lagi. Mama udah enggak sabar. Pokoknya besok malam kamu harus datang. Biar Ben yang jaga kakak kalian. Ingat, jangan telat. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Devin meletakkan kembali ponsel di meja. Bersamaan dengan Kamalia yang menyodorkan kertas di hadapannya.

"Ini, sudah aku tulis semua. Aku permisi."

"Bawakan air minum ke sini!"

Kamalia berdiri dan keluar ruangan. Di tengah pintu bersimpangan dengan Ben yang hendak masuk menemui kakaknya.

"Udah di telepon Mama apa belum, Mas?" tanya cowok itu sambil duduk di kursi bekas Kamalia.

Devin mengangguk.

"Mama juga nelepon aku tadi, suruh nungguin Mbak Mita sampai Mas kembali. Usahakan Minggu siang Mas pulang, karena sorenya aku harus balik."

"Hmm."

"Ciye, yang mau dapat jodoh sosialita," goda Ben sambil mencondongkan tubuh ke arah kakaknya.

"Apa yang Mama bilang sama kamu tentang Ninis."

"Mau jodohin gadis itu sama Mas. Memangnya Mas mau sama dia?"

Devin tidak menjawab. Dibukanya laci meja dan mengeluarkan sebungkus rokok berserta korek api. Ben segera berdiri untuk mengambil asbak yang terletak di atas bufet.

Kedua kakak beradik menghisap rokok tanpa percakapan. Terbawa pikiran masing-masing.

Kamalia yang kembali masuk sambil membawa nampan air minum sampai terbatuk-batuk dan sesak napas karena seluruh ruangan kerja Devin penuh asap rokok. Bau aroma therapi pun sudah tidak tercium lagi.

Ben tersenyum melihat Kamalia yang menutup hidung dan tergesa-gesa keluar setelah meletakkan air minum di atas meja.

"Kenapa dia mau saja jadi pembantu. Padahal cantik banget, lho. Pintar lagi."

Menikahi Pria (tak) SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang