24.

26 8 16
                                    

"Apa yang dibutuhkan untuk bisa di cintai?"

※※※※※※※※※※


"Bagi minum."

"Ya Allah, Ya Gusti!"

"Ya Tuhan Yesus!"

"Saha maneh?"

"Iki koncone sopo, Cuk?"

"Jenengan makhluk apa?

"Blangsak jiga Buaya bantet!"

Sahutan-sahutan itu tentu berasal dari Windu, Irfan dan Ethan yang menyambut kedatangan Avery. Pemuda yang sudah 5 hari ini absen dari sekolah. Namun muncul dan bergabung tiba-tiba di Calotes dengan keadaan semrawut.

Avery tak menanggapi, dia langsung menarik piring nasi ayam madu mentega milik Rama, yang baru saja mendarat di meja.

"Very-very tidak sopan!" katanya menoyor sisi kening Avery yang masih tidak perduli sekitar dan pergi memesan makanan baru.

Selama mengenal mereka, Sabilla sadar ketujuh pemuda ini memang dekat. Tapi yang lepas dari pengamatannya adalah cara mereka menunjukan perhatian. Para pemuda ini menutupi keperdulian mereka dengan umpatan kasar. Kadang juga tak segan melakukan tindakkan fisik.

"Yang, jangan liatin Avery terus. Gue cemburu."

"Bwah, wedus gimbal!"

"Jijik, Mas!

"Wabah perbucinan melanda."

"Si Amar udah cocok jadi ketua Himpunan berbucinan pemuda Indonesia," sahut Rama bergabung membawa makan baru.

"Boleh. Lo anggota pertama," balas Amar.

"Harusnya lo jadi ketua, Ram. Kan bucin dari orok."

Itu bukan suara trio somplak, melainkan Avery. Kejadian langka yang mengundang gelak puas lima pemuda lainnya. Sebab tak biasanya Avery bersedia meledeki kembaran kulkasnya itu.

"Rama!"

"Sabil!"

Kirana yang memanggil Sabilla, terkekeh ditatapi penghuni meja. "Mommy, gue duluan ya. Kresna udah nunggu di bawah."

"Mau ngapain lo?" Sela Amar penuh selidik.

"Belajarlah. Pacar gue mah baik, gak mesum kaya lo!"

Melepas kepergian adiknya dengan dongkol. Amar berusaha menebalkan terlinga dan pura-pura tidak mengerti bahasa manusia. Itu satu-satunya jalan agar dia lepas dari ejekan kawanan bar-barnya.

"Kenapa Mei?"

Suara Rama menyadarkan keriuhan, bahwa ada satu gadis manis berkerudung di dekat meja mereka.

Meski jarang terlibat komunikasi langsung, tetapi Sabilla juga mengenal salah satu seniornya ini. Dia adalah sahabat Kak Senandung.

"Kita tunggu kabar dari Rama dulu. Kalau memang udah bisa di jenguk. Pulang nanti langsung ke sana."

Jawaban Amar disetujui Sabilla dan yang lainnya. Tadi usai menerima informasi dari gadis berkerudung bernama Meira, Rama langsung meninggalkan tempat. Bukan lain, semuanya karena "adik" kesayangan pemuda itu tertimpa musibah.

"He loves her?" tanya Sabilla ketika tinggal mereka berdua pengisi meja.

"Ya. Cinta yang amat besar sampe Rama gak bisa lihat yang lain."

"Apa lo juga akan seperti kak Rama kalau sesuatu terjadi sama gue?"

"Ngeliat lo marah atau sedih aja gue nggak mau, Sayang. Apalagi lo sampai terluka." Amar mengelus pipi Sabilla, "Lo nggak berniat bikin gue gila kan?"

Tied UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang