30. Can We

16 7 16
                                    


"Pikirku ramai.
Laku gundah tengah menjajah hati.

Ah, aku terpuruk lagi
Hanya mampu merutuk dalam diam.
Di balik selimut, dibalut gulita menanti terang yang tak kunjung datang."

===============

Deli Medical Center- baik itu pada lima hari kerja atau weekend- rumah sakit ini tak pernah sepi. Selalu ramai, padat aktifitas seperti biasa. Tiap staf bagian terlihat bekerja ekstra demi dapat memberikan pelayanan terbaik, mengiringi hilir mudik para pengunjung pada tiap-tiap lantainya. Baik itu berkepentingan menjenguk, atau seperti Kirana dan Amar-sekedar datang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.

Dan lagi-lagi dalam jalur yang orang sebut kebetulan, bentala kembali memberi kemudahan urusan Sabilla.

"Nyebelin deh, kenapa sih Mommy nggak boleh masuk aja? Udah sering ke sini nemenin gue juga," Kirana menggerutu sebal. Gadis itu beserta Amar sudah berganti pakaian khusus yang disediakan rumah sakit. Berdiri mengantri di dekat ruang pemeriksaan, sesuai arahan suster tadi.

"Kan emang begini prosedurnya," Amar menyahut malas. Kirana ini kalau sedang datang bulan, level rewelnya membuat Amar ingin mengepak adiknya ini lalu dipaket ke Gunung Himalaya.

Dua sudut bibir Sabilla tertarik ringan. Tangannya terjulur merapikan poni Kirana, menyelipkan ke belakang telinga. "Gak papa. Setelah dari dokter Obgyn nanti, gue bisa tunggu kalian di kantin."

Bujukkan itu mau tak mau di terima Kirana, dan mengantar masing-masingnya masuk dengan tenang ke ruang pemeriksan MRI (Magnetic resonance imaging)- satu dari sekian rerentetan medikal cek-up yang wajib Kirana dan Amar lakukan setiap setengah tahun sekali.

Sementara Sabilla langsung bergegas menuju bagian lain rumah sakit. Dia tidak berbohong soal dokter Obgyn, dirinya benar-benar ke sana. Tapi bukan untuk memeriksa diri, melainkan mendapatkan hasil laporan lab Syifa.

"Posistif. Itu Tranylcypromine. Jenis obat yang biasa digunakan untuk mengobati depresi berat."

Perempuan di hadapan Sabilla memutar mini MacBook-nya. Menunjukan data-data medis kesehatan Syifa, berikut draf kolom yang mana beberapa rincian tercantum dengan tinta merah.

"Jadi hypoglycemia yang disebut kemarin?" Tanya Sabilla mengingat satu istilah di pembahasan kemarin sebelum ia melarikan diri.

"Tranylcypromine masuk dalam jenis Monoamine oxidase inhibitors (MAOI). Dan mengkolaborasikan bersama insulin dapat menyebabkan hypoglycemia. Kondisi dimana tubuh mengalami dehidrasi parah akibat penurunan kadar gula secara drastis- berujung hilangnya kesadaran."

Sambil menjelaskan, dokter wanita itu membenarkan letak kaca matanya. Lamat-lamat mengamati Sabilla. Gadis itu jangankan melotot kaget, berkedip pun tidak. Tipikal keturunan Abdulah sekali.

"Dan kamu juga tahu, sekalipun MAOI emang jenis obat untuk mengatasi depresi. Tapi penggunaan tanpa pengawasan medis, sama aja planning bunuh diri."

Benar, Sabilla paham. Sebab Gritte juga pemakai salah satu obat berjenis MAOI ini. Obat yang sengaja dia cari tahu kegunaannya. Karena penasaran sering mendapati Gritte mengkonsumsinya diam-diam. Walaupun pada akhirnya sia-sia. Kesempatan untuk bisa mengajak dan mengusahakan pengobatan terbaik untuk Gritte tidak pernah ada. Badai lebih dulu bertandang, memporak-poranda keluarga mereka.

Masih tetap bungkam, Sabilla bertahan pada posisi sebelumya- menekuri layar MacBook. Gestur tubuhnya pun tetap tenang. Seolah mempersilahkan sang rekan untuk menyampaikan segala informasi yang didapat.

Tied UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang