Chapter 6

94 23 18
                                    

"Mbok, Bang Bima di mana?" Putri celingukan mencari Bima, lalu duduk di meja makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mbok, Bang Bima di mana?" Putri celingukan mencari Bima, lalu duduk di meja makan.

Putri merasa sangat lapar karena semalaman ia memikirkan perihal tingkah Aby yang sudah 1 Minggu ini tidak mengganggunya. Entah mengapa seperti ada yang hilang.

"Sudah pergi sama temen-temennya, Nduk," jelas Mbok Siti sambil menyiapkan makanan untuk Putri.

"Loh, bukannya ini hari libur, ya?" tanya Putri heran, sebab Bima pergi pagi-pagi di hari libur.

"Nggih, Nduk. Katanya mau mengerjakan tugas kampus di kedai kopi gitu. Bang Bima, kan sudah semester enam. Jadi, ya sudah mulai sibuk ngurus ini-itu."

Putri hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Mbok Siti.

Bima--anak Fakultas Hukum semester 6. Dibandingkan dengan Putri, Bima memiliki tingkat kecerdasan yang lebih. Sejak dulu, Bima selalu mendapat peringkat 1 paralel di sekolahnya. Tidak jarang banyak orang tua temannya yang membandingkan dirinya dengan anak mereka. Mereka ingin mempunyai anak seperti Bima. Namun, terkadang mereka kasihan kepada Bima. Masih kecil sudah hidup yatim piatu, hanya tinggal bersama adiknya dan rewangnya.

Sering dikasihani adalah hal yang selalu Putri dan Bima dapatkan, sekaligus hal yang paling dibenci. Putri tidak pernah melarang mereka kasihan terhadap dirinya dan abangnya, tetapi mendapat rasa kasihan yang berlebihan apalagi sampai meremehkan membuat Putri tidak nyaman, begitu pun dengan Bima.

Tatapan yang menganggap mereka anak paling malang di dunia. Anak paling tidak beruntung dan pandangan seakan-akan mereka tidak pantas hidup bahagia setelah kedua orang tuanya meninggal. Oleh sebab itu, Putri dan Bima membatasi pergaulannya dan menutup diri dari orang yang baru mereka kenal.

"Bang Bima kapan, ya bisa baik lagi sama Adek? Sedih, ih dicuekin terus," lirih Putri dengan menyuapkan nasi goreng buatan Mbok Siti.

Mbok Siti menoleh. "Suatu hari nanti, Nduk. Mbok yakin, pasti bisa baikan lagi," tuturnya dengan sangat yakin. Padahal Putri berbicara pelan, tetapi wanita yang sudah dianggap seperti ibu kandungnya itu masih memiliki pendengaran yang tajam.

Putri berjalan menghampiri Mbok Siti dan memeluknya dari belakang. Wanita yang sedang membereskan peralatan memasak itu sempat terkejut dengan perlakuan Putri. Mbok Siti berbalik, membalas pelukan tersebut. Tanpa sepatah kata mereka berpelukan cukup lama, seperti seorang Ibu yang menyalurkan kasih sayang kepada anaknya.

"Ah, iya. Tadi Bang Bima udah sarapan belum, Mbok?" Putri bertanya setelah melepas pelukan hangat dari Mbok Siti.

"Belum, Nduk."

"Oke, kalau gitu Putri bawain bekal aja gimana? Nggak apa-apa, kan, Mbok?" Mbok Siti hanya tersenyum dan bergegas menyiapkan bekal untuk Bima.

🌼🌼🌼

Perempuan Dandelion [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang