Bagian 7

277 64 18
                                    

"Aku tidak akan mengikuti acara bodoh itu." Ekspresi Jungkook berubah menjadi tajam saat menatap mata Jiyeon , membuat gadis itu mendesah frustasi, lalu Jungkook langsung meninggalkannya di taman belakang.

"Aku akan terus berusaha agar kau mau bergabung dalam acara itu." Teriak Jiyeon saat Jungkook sudah benar-benar menghilang dari jarak pandangannya, ia juga mengikuti langkah Jungkook menuju dapur dan segera berpamitan pada Minjung yang terlihat tengah menikmati cake cokelat buatannya.

"Bibi, sepertinya aku harus pulang sekarang." Ujar Jiyeon membuat Minjung menatapnya dengan tatapan tidak ikhlas.

"Ahh benarkah? Apa kau akan berkunjung ke sini lagi? Bibi akan senang jika kau maib ke sini lagi karena jarang-jarang ada teman Jungkook yang kemari, Bibi bahkan sempat berpikir jika pria itu tidak memiliki teman."

'Memang anak itu tidak memiliki teman.' Jiyeon membatin menjawab pertanyaan Minjung.

"Tentu, aku akan datang lagi ke sini." Jiyeon memberikan senyuman terbaik sebelum meninggalkan rumah megah itu.

Jiyeon melangkahkan kakinya di sepanjang trotoar menuju rumahnya, setelah pulang dari rumah Jungkook sore tadi, ia memutuskan untuk mampir ke kafe dan membantu sedikit di sana hingga pukul tujuh malam, ponselnya berdering dan panggilan masuk dari Rose langsung membuat gadis itu mengangkat panggilan pada dering pertama.

"Jiyeon eonni, Ibu.... ibu... Sakitnya kambuh dan obatnya habis, bagaimana ini? Aku tidak punya uang untuk membeli."Suara panik Rose yang terbiasa ia dengar seolah telah menjadi temeng bagi Jiyeon untuk lebih menguatkan hatinya.

"Tenanglah Rose, aku akan mampir ke apotik dulu dan pulang secepatnya." Jiyeon langsung mematikan telepon dan menuju apotik tempat dirinya biasa membeli obat untuk Mina ibunya. Ia membuka dompetnya yang hanya menyisahkan sedikit uang untuknya bertahan sampai akhir bulan. Lalu ia menghitung kemungkinan ia bisa bertahan setelah uangnya ia gunakan untuk membeli obat. Seperti biasa, Jiyeon tidak memiliki pilihan lain selain meminjam pada Jaehyun, pria baik hati yang menjadi bosnya.

Jiyeon membuka pintu rumahnya dan langsung menuju kamar ibunya, gadis itu bahkan berlari untuk segera tiba di rumah, begitu membuka pintu ia melihat Rose yang tengah duduk disamping ibunya yang terbaring lemas dengan wajah pucat dan keringat dingin yang membasahi seluruh wajahnya.

"Ibu," Panggilan Jiyeon langsung membuat Rose menoleh dan serta merta langsung memeluk Jiyeon, menangis di bahu kakaknya itu.

"Tidak apa-apa Rose, Ibu akan baik-baik saja setelah meminum obat, bukankah begitu yang dikatakan Dokter? Lain kali kau harus lebih baik lagi untuk memeriksa obat Ibu, jangan sampai kehabisan seperti tadi." Jiyeon menenangkan adiknya itu dengan mengusap punggung Rose lembut selembut melepaskan pelukan itu dan menuju Mina yang tersenyum lemah ke arahnya.

"Ibu baik-baik saja?" Tanya Jiyeon membantu Mina untuk duduk sedangkan Rose langsung menuju dapur mengambil minum dan menyiapkan obat ibunya.

"Ibu yang seharusnya bertanya seperti itu," Ujar Mina lemah dan perlahan air matanya mengalir melihat bagaimana wajah lebam Jiyeon, tangan lemahnya mengusap perlahan wajah yang telah berubah kebiruan itu membuat Jiyeon meringis kecil.

"Maafkan Ibu yang tidak bisa menjagamu sayang, Ayah memang benar-benar keterlaluan." lanjut Mina semakin terisak, membuat Jiyeon tersenyum dan langsung menggengam tangan Mina di wajahnya dan membawanya dalam dekapan kedua tangannya.

"Aku baik-baik saja, melihat Ibu baik-baik saja itu adalah hal yang penting membuatku baik, jadi tidak perlu khawatir, Ibu cukup fokus pada kesehatan Ibu saja ya, janji?" Mina mengangguk lemah dan membawa Jiyeon ke dalam pelukannya.

"Ayo, Ibu harus minum obat, dan apa kau sudah makan malam, Rose?" Tanya Jiyeon, sedangkan Rose hanya menggelengkan kepalanya membuat Jiyeon sayang kepala adiknya itu, ia yakin Rose pasti selalu menahan rasa laparnya untuk menghemat.

"Ya sudah, aku akan membeli makan malam untuk kita, apa yang kau inginkan heum?"

"Mie instan saja, kita masih memiliki persediannya."

"Ck apa hidupmu selamanya hanya akan makan mie instan?" Jiyeon mengacak gemas rambut Rose dan beranjak untuk membeli makan malam.

...

Jiyeon baru saja pergi meninggalkan rumah sekitar tiga ratus meter, namun tiba-tiba saja tubuhnya tersentak ke belakang saat seseorang menariknya kuat.

"Mau kemana kau hah?! Berikan uangmu?!!" Wonbin langsung merampas tas Jiyeon dan membuka isi tasnya, rahangnya langsung mengeras saat tidak mendapatkan apa yang ia inginkan dan matanya menggelap begitu melihat struk pembelian obat Mina.

"Brengsek! Kau membuang uang untuk obat semahal ini dan tidak pernah memberikanku uang!! Sudah berani rupanya anak sialan ini." Wonbin langsung mendorong Jiyeon di gang kecil hingga punggung gadis itu membentur tembok. Jiyeon hanya dian dan meringis hingga ia merasakan kembali rasa panas yang menjalar di pipinya.

"KAU BERUBAH MENJADI BISU HAH?! JAWAB AKU!" Wonbin dengan kuat menjambak rambut Jiyeon.

"Apa yang harus aku jawab Ayah? Jika uang di dompetku sudah menjawabnya." jawab Jiyeon meringis, matanya mengerjap pedih melihat lampu kuning jalanan yang terlihat begitu redup di gang sempit dan sepi itu.

"Kau memang tidak berguna!!" Wonbin langsung mendorong tubuh Jiyeon hingga gadis itu tersungkur, dan tanpa perasaan Wonbin memukul perut Jiyeon dengan kakinya berkali-kali.

"Jika besok kau tidak bisa memberiku uang, aku akan menjualmu." Wonbin menjambak rambut Jiyeon lagi, membuat gadis itu yang masih tersungkur di tanah dengan menahan perutnya yang terasa nyeri itu mendongak dengan linangan air mata. Dan setelahnya Wonbin pergi dengan membenturkan sekali lagi kepala Jiyeon ke tanah.

Born To Be HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang