MENDAKI GUNUNG CIREMAI

42 7 29
                                    

Mobil Avansa putih yang mengangkut enam sahabat ini tiba di parkiran tempat wisata Gunung Ceremai. Seperti yang direncanakan sebelumnya, mereka bermaksud melakukan pendakian di Gunung Ceremai sebelum acara perpisahan sekolah yang akan dilaksanakan sekitar seminggu lagi.

Keenam sahabat ini adalah siswa SMU kelas akhir yang sebentar lagi akan meniti kehidupan masing-masing di dunia nyata. Momen kebersamaan 3 tahun selama putih abu-abu sangat disayangkan kalau hanya dilalui melalui profesi upacara perpisahan di sekolah. Mereka ingin menorehkan kenangan indah sebelum hari esok berpisah dan tidak tahu kepastian untuk bertemu lagi. Mereka adalah Yuda, Agus, Haris, Nadia, Aida dan Meisya.

"Akhirnya kita sampai juga," seru Agus sambil merentangkan tangannya dan menikmati udara sejuk daerah pegunungan.

"Kita belum sampai, masih harus jalan lagi untuk menuju basecamp pendakian Gunung Ceremai," kata Haris sambil menepuk bahu Agus.

"Hah, ini kan sudah masuk parkirannya?" protes Agus.

"Iya, tapi basecampnya sekitar 500 meter di depan." Agus tampak kecewa.

"Tenang saudaraku, 500 meter itu bukan jarak yang panjang. Anggap saja pemanasan buat kita sebelum muncak," hibur Yuda sambil memainkan alisnya turun naik.

Agus membenarkan ucapan Yuda, dia langsung tersenyum dan segera mengajak para sahabatnya untuk segera bergegas menuju basecamp.

"Tunggu dulu, sebelum berangkat ada hal yang perlu disampaikan pada kalian," cegah Haris meminta para sahabatnya untuk mendekatinya.

"Ada apa lagi, Ris?"

"Aku tidak mau membicarakan ini ketika sampai di sana. Karena sifatnya adalah kepercayaan dan keyakinan."

Kelima sahabatnya saling berpandangan, mereka bingung sekaligus penasaran dengan ucapan yang ingin disampaikan Haris.

"Ada apa sih? Bikin orang parno aja." Meisya kelihatan tidak senang.

"Iya, kau mau ngomong apa? Awas ya jangan menakut-nakuti," ancam Nadia.

"Tenang kawan, ini hanya informasi saja sebagai jaga-jaga buat kita."

"Kau mau ngomong apa, Marmut?" Agus mulai kesal sehingga dia memanggil Haris dengan panggilan gilanya. Maklum saja badan Haris bulat, sehingga teman-temannya lebih senang memanggilnya dengan sebutan Marmut.

"Ini hanya sebagai informasi saja, ada tiga pantangan yang harus kalian ketahui sebagai mendaki. Kalau kita melanggarnya, katanya kita tidak akan berhasil dalam pedakian ini"

"Apa pantangan itu?" tanya Yuda penasaran.

"Pertama kalian tidak boleh mengeluh, kedua tidak boleh buang air besar dan air kecil sembarangan dan ketiga selalu mengucapkan salam ketika bertemu pos di pendakian."

"Itu ritual?" tanya Aida.

"Orang mempercayai bahwa 3 pantangan ini memang harus di lakukan, kalau tidak katanya kita akan diganggu sama penunggu Gunung Ceremai selama pendakian nanti."

Wajah ketiga perempuan yang ikut pendakian ini langsung pucat, sementara Agus menyembunyikan rasa was-wasnya dengan memainkan tongkat yang dari tadi dibawanya.

Yuda memahami apa yang dirasakan oleh para sahabatnya, dia tidak ingin para sahabatnya menjadi ragu karena rasa cemas yang berlebihan.

"Tenang teman-teman. Aku rasa semua yang dikatakan Haris masuk akal," kata Yuda mencoba meredam kecemasan para sahabatnya."pertama kita tidak boleh mengeluh, saya rasa itu benar. Kita harus fight dalam pendakian ini, jangan sampai semangat kita kendor. Bukankah sudah menjadi keputusan kita untuk melakukan pendakian sebagai momen perpisahan kita."

Antara Kita, Kau dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang