III

14.1K 2.1K 77
                                    

Surprise update❤❤

Jangan lupa follow, like, dan komen ya^^
Selamat membaca

==

"Nda," panggil mama yang hanya memunculkan kepalanya dari balik pintu kamarku. Ia menatapku dengan ekspresi kekagetan yang menjengkelkan, "kamu tumben jam segini sudah siap ngantor?"

"Hari ini ada produsen baru dari luar kota. Jaga-jaga saja kalau nanti mereka datang lebih awal. Jadi harus ada orang dari divisi pembelanjaan yang datang awal," jelasku lalu melanjut, "Ma, Vanda juga bisa bangun pagi," ungkapku menjawab ekspresi kaget mama yang menjengkelkan barusan.

"Padahal Gama barusan telepon mau antar kamu ke kantor."

Aku yang tengah menepuk bedak ke wajah, menoleh pada mama. Memandangi Ibu Rosalia dengan ekspresi kebingungan, "Mas Gama bukannya lagi di Bangkok?"

Alih-alih menjawab tanyaku, mama malah menghela napas kasar. Seakan aku telah berbuat dosa pada anak kesayangan mama. "Gama sudah di sini dari seminggu lalu, Nda."

"Kok nggak telepon Vanda?"

Mama memutar bola mata, "Itu akibatnya kalau hobi gonta-ganti nomor hp." Tuh, kan, aku yang salah. Padahal sudah sejak dua tahun lalu aku tak pernah ganti nomor ponsel. Mama memang selalu pilih kasih.

"Vanda udah lama nggak ganti nomor hp, ma. Mama kali yang nggak ngasih nomorku ke Mas Gama." Aku kembali melanjutkan acara dandan sembari berkata, "Nanti mama kirim nomor Vanda ke Mas Gama. Kali ini, nggak ganti-ganti kok."

"Nanti deh, mama mau kasih tahu Gama dulu. Kasihan kalau dia nanti ke sini kamunya udah sampai kantor."

"Suruh datang sekarang aja. Pas Vanda selesai dandan, Mas Gama pas sampe. Dia masih tinggal di studio dekat rumah kita 'kan?"

"Kasihan Gamanya kalau gitu. Bahaya kan kalau buru-buru di jalanan."

Mama berpaling, menutup pintu tanpa mendengarkan ucapanku. Jarak studio yang ditinggali Gama dan rumah hanya lima belas menit dengan mobil tapi mama lebih memilih mencegah anak kesayangannya untuk datang ke sini.

Aku yakin perubahan mama terjadi empat tahun lalu ketika Gama mengirimi kami tiket pesawat kelas bisnis untuk terbang ke Singapura. Suap agar mama dan papa lebih sayang padanya daripada sayang padaku.

Awas saja, kalau aku naik jabatan dan dipindahkan ke kantor cabang yang ada di luar negeri, aku pasti akan merebut mama dari sisi Gama.

==

"Aku benci lembur sendirian," gumamku setelah melihat jam tangan yang telah menunjukkan jam setengah delapan malam, "konsentrasi Van, fokuskan semua dirimu pada tabel-tabel di depanmu. Setengah jam lagi pasti selesai."

Aku kembali mengetik, memasukkan angka-angka panjang ke dalam tabel. Fokusku sepenuhnya sudah berada di layar komputer hingga sebuah ketukan membuatku melonjak kaget.

"Kenapa lo ke sini?" tanyaku tak bersahabat.

"Bawain lo pizza." Galen memamerkan kantong plastik di tangan kanannya, "Lo belum makan malam kan dari tadi?" ia memasuki ruangan, mendorong kursi yang biasa diduduki Bian untuk menaruh pizza di sana. Ia juga mengambil kursi kerjanya untuk bergabung denganku.

Sejak pengakuan Galen tiga hari lalu, aku memang berusaha sebisa mungkin menghindarinya. Untungnya, meskipun kami rekan sedivisi, Galen memegang tanggung jawab pengurusan outsourcing sementara aku dan Bian bertanggung jawab pada pembelanjaan kebutuhan utilitas kantor dan pabrik dengan Isa sebagai penanggung jawab utama. Galen lebih banyak menghabiskan waktu dengan kepala divisi pembelanjaan daripada bersamaku meskipun kami satu ruangan.

The Fool who Rocked my WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang