Selamat membaca....
==
"Mas Gama," kataku menyambut Gama yang baru saja keluar sampai pos penjagaan paling depan area perumahan Gama.
"Bau banget kamu, Pan." Gama menutup hidungnya saat dia mendekat padaku.
"Mas, keamanannya nggak percaya masa kalau aku adik Mas Gama. Aku lama loh nunggu di sini," kataku protes pada Gama. Aku bersandar pada pagar tembok tak jauh dari pos keamanan megah. Tempat lapor para tamu yang berkunjung ke perumahan mewah yang ditinggali Gama, "perbulan bayar keamanan pasti mahal. Ketat banget mereka."
"Pan, kamu mabuk?"
"Ini menuju sadar, Mas. Kita di sini sampai kapan ya, omong-omong?"
Gama mendelik. Ia mengomeliku saat kami berjalan menuju motornya, "Jadi ini kejutan yang kamu omongin tadi di whatsapp? Datang ke sini sambil mabuk dan pakai baju serba ketat begini?"
Pakaian yang kukenakan malam ini adalah setelan pakaian berwarna hitam dengan rok sepan yang mekar di ujungnya. Khas pakaian era 50-an. Di salon tadi, rambutku dibentuk serba melengkung dengan hiasan bandana.
"Aku bakal jelasin semuanya setelah mandi di rumah Mas Gama yang megah dan mewah."
Aku tak mungkin membawa diriku yang kacau pulang ke rumah. Kalau sampai Mama dan Papa melihat anak gadisnya pulang dalam keadaan berbau alkohol, mereka berdua pasti menggodokku hidup-hidup. Belum lagi anak-anak kos wanita yang menghuni kamar-kamar kos milik Mama di belakang rumah, mereka pasti langsung heboh menggosipkanku.
"Mas Gama," teriakku begitu kepalaku melongok keluar dari pintu kamar mandi, "boleh pinjem bajunya nggak? Aku nggak mungkin pakai baju ini. Baunya nyengat banget. Ewww...."
Begitu sampai di rumah Gama, aku langsung masuk ke kamar mandi. Aku butuh air membasuh seluruh tubuhku agar segera waras kemudian menceritakan perkara Nita. Nita adalah senjata manjur agar Gama tidak memarahiku karena Nita adalah si Tukang Ghosting yang dibucinin Gama.
Aku bisa mendengar dengusan kesal Gama yang tengah tengkurap sambil membaca buku di kasur latexnya yang mahal.
"Jadi gini Mas Gama ceritanya," kataku setelah memakai kaus Gama dan menali erat celana kolor miliknya sambil mengeringkan rambut dan duduk di sampingnya, "aku kan berencana...."
"Tunggu, Pan," cegahnya sebelum aku memulai cerita, "mending kamu pulang sekarang. Ceritanya kapan-kapan saja."
"Ih, kenapa?" aku cemberut. Padahal aku sudah bersemangat untuk cerita. Apalagi dalam cerita ini akan ada bagian aku menjodohkan Gama dengan Nita. Dia pasti bahagia begitu mendengar ceritaku.
"Mas sibuk."
"Bukannya daritadi Mas Gama cuman rebahan di sini?" tanyaku kesal karena alasan Gama yang tidak masuk akal. Aku melemparkan tatapan penuh kecurigaan pada Gama.
"Omong-omong, laptop kamu masih di sini loh, Pan," katanya yang langsung mengalihkan perhatianku.
Sejak kabar putus Nita seminggu lalu, aku langsung pergi menemui Nita. Meninggalkan Gama di restoran sushi bersama laptop yang dibelikannya hari itu. Aku belum sempat mengambilnya kemarin kemarin karena Gama sibuk dengan pekerjaannya. Dia lembur terus-terusan sementara aku mulai mengerjakan tugas bulananku. Menagih uang kos pada penghuni kamar-kamar milik Ibu Rosalia.
"Udah Mas Gama cobain belum?" tanyaku ceria. Pandangan curiga dan ekspresi kesal sudah menghilang dari wajahku.
"Suasana hati kamu cepet banget berubahnya," kata Gama ketika aku sudah melonjak dari sampingnya dan tersenyum begitu lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fool who Rocked my World
Chick-LitKadang kala, tokoh utama dalam kehidupan kita hadir di saat paling tak terduga. *** Vanda dimintai tolong sahabatnya, Annita, untuk mengawasi Galen -pacar Nita- yang adalah teman satu divisi di kantor tempat Vanda bekerja. Sayangnya, tugas itu jadi...