IX

9.7K 1.7K 62
                                    

Seminggu tergila dalam hidupku sepertinya mereda begitu drastis karena dari senin aku masuk kerja (Galen sudah berada di luar kota sejak minggu malam) sampai menuju akhir pekan besok, semuanya begitu tenang. Ini bukan ketenangan sebelum badai karena bencananya telah kulalui seminggu kemarin.

Janji mempertemukan Galen dengan Gama jelas kubatalkan. Satu karena Galen tak mau bertemu dengan pria yang 'kucintai'. Alasan kedua karena sudah tidak memungkinkan mengenalkan Gama pada Galen karena kejadian sabtu kemarin bahwa Gama memproklamirkan diri sebagai kakakku.

Jadi seminggu ini selain disibukkan oleh pekerjaan, aku menambah kegiatanku dengan membuat rencana untuk membuat Gama dan Nita bisa berkencan. Karena besok minggu, mungkin aku akan mengajak Nita mengunjungi rumah mewah Gama. Dengan kemampuan bicaraku yang persuasif aku yakin bisa membuat Gama 'sold out' hanya dalam satu kali janji temu.

Niatanku bagai gayung bersambut ketika Nita menghubungiku tadi pagi. Dia ingin mengajakku untuk datang di salah satu pesta ulang tahun teman kerjanya nanti malam. Aku bisa mengajak Gama dan keduanya bisa kutinggalkan ngobrol berdua saling mendalami karakter. Mungkin saja, ada peristiwa yang akan mereka ulang lagi seperti saat mereka di Singapura.

Selesai menamatkan pekerjaanku hari ini, aku sibuk berangan-angan sembari membuat rencana pertemuan Gama dan Nita dengan dramatis. Kejutan ini mungkin akan membuat Gama sumringah seperti orang tolol.

Mas Gama : Pan, bareng nggak pulangnya?

Satu pesan dari Gama masuk dan langsung kujawab dengan cepat. Seminggu ini aku jadi adik paling rajin dalam membalas pesan-pesan Gama.

Aku : Nggak bisa. Pulang kerja aku mau nyalon.

Aku : Btw, Mas Gama nanti malam ada acara nggak?

Aku : Mas batalin saja acaranya. Aku punya surprise buat Mas Gama.

Aku : Aku yakin Mas Gama akan suka sama surprise-ku.

Mas Gama : Memang nggak ada acara.

Aku : Mas tunggu pesan dariku selanjutnya ya. Jangan sampai matiin hp.

Mas Gama : Ok.

"Senyum-senyum sendiri. Message dari Galen ya?" tanya Bian yang melihat gelagat bahagiaku karena membayangkan Gama akan bersama Nita. Bakal jadi the next couple goals pasti mereka berdua.

"Enak aja!" protesku, "Dari Mas Gama!"

"Ah! Si Orang Dalam," sahut Isa yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangku.

Aku memutar kursi ke arah Isa, "Mohon maaf, tapi sudah gue jelaskan langsung ya sabtu lalu perkara orang dalam ini!"

Begitu Gama meninggalkan ruangan divisi pembelanjaan sabtu lalu, aku langsung menjelaskan semuanya pada Bian dan Isa. Bahkan aku menelepon Gama untuk menanyakan apakah aku masuk ke sini karena bantuannya. Untungnya dia dengan tegas berkata bahwa aku masuk ke sini tanpa bantuannya. Gama bahkan bercerita dirinya baru tahu enam bulan lalu kalau kami satu perusahaan. Pembicaraan yang kemudian melantur kemana-mana. Bian bahkan ingin aku menjodohkan dirinya dengan Gama begitu panggilan telepon kami berakhir.

"Mbak Isa dicoret!" kataku.

"Dicoret? Dicoret apa? Kenapa? Nda, lo kebanyakan masalah ya, kok ngomongnya nggak jelas sih?" tanya Isa beruntun.

"Dicoret dari daftar tamu yang bakal diundang Mas Gama makan-makan di fancy restoran minggu depan," jelasku, "Silakan bergabung dengan Galen. Orang yang tidak akan diundang!"

"Kenapa my future husband ngajakin kita ke fancy resto?" Bian yang menyahut.

"Permintaan maaf pada adik kesayangannya karena dia membuat keributan sabtu kemarin," jelasku, "jadi, gue bilang undang sekalian teman sedivisi gue," aku menghadap Bian, "dan maaf, Bi, lo nggak akan sama Mas Gama karena dia bakal gue jodohin sama Nita."

The Fool who Rocked my WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang