IV & V

12.2K 2.1K 173
                                    

Follow dulu sebelum baca. Jangan lupa vote dan komennya. Yang suka intip-intip spoiler bisa ke instagram aku ya, moonkong27

Yang nunggu cerita ini di platform lain juga bisa follow akun karyakarsaku dengan nama yang sama (moonkong27)

selamat membaca^^

==

"Ma, ini apa?" teriakku. Aku baru saja melepas jas yang kukenakan ketika pandanganku jatuh pada meja kerja yang terletak tak jauh dari tempat tidur. Ada satu tas belanja berukuran besar dan satu kotak bungkusan di sana.

"Oleh-oleh dari Gama," jawab Mama yang telah sampai ke kamarku dalam hitungan detik.

Tanganku berhenti begitu kancing pertama kemeja kerjaku lepas, "Mas Gama dari sini?"

"Barusan balik."

"Ih, Mama. Kenapa nggak suruh tunggu sampai aku datang?" Aku memasang kembali kancing pertama kemejaku. Mengambil dompet dan kunci mobil lalu keluar dari kamar.

"Mau kemana?" tanya Mama yang tahu-tahu sudah mengekoriku sampai ke garasi.

"Ke Mas Gama."

"Besok saja. Sudah malam, Nda," suruh Mama, "kamu nggak lihat oleh-oleh dari Gama?"

"Nanti saja. Yang ini urgent, Ma." Aku masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu menurunkan kaca jendela, "Mama telepon Mas Gama ya. Bilangin jangan tidur dulu. Atau kalau dia lagi hangout, suruh cepet-cepet balik ke studio."

Aku langsung tancap gas menuju studio Gama yang terletak tak jauh dari rumah. Tak peduli dengan teriakan Mama di belakang. Meluncur mulus menuju gedung studio yang di beli Gama beberapa tahun lalu. Meskipun jarang sekali berada di sana, aku sering mengantar mama ke studio Gama. Semenjak studio itu ditinggalkan Gama ke luar negeri, Mama-lah yang jadi tukang bersih-bersih di tempat itu.

Tepat lima belas menit kemudian, aku sampai di depan pintu studio Gama. Mengetuknya beberapa kali hingga pintu itu terbuka. Aku spontan melongo tolol. Ada wanita di sana, hanya memakai kemeja kerja yang aku yakin bukan miliknya. Ludahku tertelan susah payah bak berubah jadi bakso beranak. Kepalaku sudah membayangkan bahwa Mas Gama tengah bermesraan dengan perempuan itu.

"Ya?" tanyanya.

Mulutku hanya bisa terbuka dan tertutup tanpa mengeluarkan suara. Kena mental. Bisa-bisa dipaku nih pucuk kepalaku kalau sampai Gama tahu aku memergokinya berbuat yang tidak-tidak.

"Maaf, salah studio sepertinya," jawabku lalu langsung putar arah.

Pikiranku yang mulai berkelana membayangkan Gama telah berdua saja dengan wanita lain di studio mendadak terhenti ketika orang yang kucari muncul tak berapa lama dari arah yang berlawanan dari studio. Dengan napas memburu.

"Loh, Mas?" tanyaku, menoleh ke studio Gama yang telah tertutup pintunya lalu ke Gama, berulang kali.

"Handphone kamu kemana, Pan?" tanya Gama sambil bertolak pinggang. Ia melangkah ke arahku dengan wajah kesal. Napasnya masih memburu tak beraturan seakan baru saja lari menaiki tangga sampai lantai tiga.

Aku otomatis meraba pada saku celana namun tak menemukan ponsel di sana kemudian ingat bahwa aku datang ke sini hanya membawa mobil dan dompet.

"Ketinggalan," jawabku ketika Gama sudah berdiri di depanku, "Mas Gama pulang ke Indonesia bawa cewek?" aku menunjuk ke studio Gama dengan jempol. Suaraku berubah jadi bisikan.

Gama mengurut belakang lehernya, seakan pembuluh darahnya menyempit karena pertanyaanku, "Ngawur," dia menunjuk studio dengan dagunya, "sudah disewakan sejak tiga bulan lalu."

The Fool who Rocked my WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang