Chapter 10 [ Sudut pandang Bira ]

7 0 0
                                    

" papa, kenapa namaku bira? " Tanya ku

" Sabira itu artinya kesabaran, papa pengen putri papa kelak diberi kesabaran yang sangat luas, seluas samudra " jawab nya.

Pertanyaan yang ku tanyakan ketika usiaku tepat 12 tahun. Kesabaran, ya itu yang papa katakan akan arti namaku.

Bertahun tahun aku hidup dengan peralihan, entah papa yang pergi keluar kota atau pun mama. Itu sudah biasa ku rasakan.

Inikah yang kau inginkan papa?
Memberiku nama dengan arti sabar, agar jika kau pergi, bahkan dari dunia ini, aku harus tetap sabar?

Air mata ku habis ketika aku datang kerumah, dan melihatmu dalam keadaan hilang nyawa.

Kenapa papa, semua terasa sangat bising dan gelap. Entahlah setelah itu aku lupa apa yang terjadi.

Kini aku duduk ditepi sebuah danau, dengan banyak ornamen putih terang disini. Banyak sekali angsa yang berenang, dan juga kelinci yang loncat loncat an sedari tadi.

Dimana engkau?
Dan kenapa aku duduk sendiri?
Dimana reyhan?
Mama?
Dan yang lain?

Seketika ada cahaya yang sangat terang, sangat terangnya sampai membuat mataku sakit, aku mengangkat tanganku dan menutupi wajahku.

Terlihat dari jauh, ada seseorang yang sangat tampan, memakai baju putih panjang ditemani oleh dua sayap besar disisinya.

Dia semakin mendekat, dan memberiku senyuman. Tak asing bagiku. Apakah itu papa?

Aku berlari dengan semua tenaga ku yang tersisa, aku memeluknya, Namun itu adalah hal sia sia. Semakin aku mendekat aku hanya menembusnya saja.

" Kenapa papa? Kenapa aku tidak bisa memeluk mu " ucapku

" Bira kembalilah, katakan pada mama, aku sangat menyayangi nya " ucapnya.

" Tidak, ..... " Belum sempat aku menyelesaikan kata kataku, ia mengatakan hal diluar dugaanku.

" Jaga mama mu, dan juga hadiah dari tuhan " lanjutnya

Semua tiba tiba gelap, sangat gelap nya hingga aku pun hilang, entah kemana.

Suara hangat seorang laki laki memanggilku,

" Raaa bangun "

Sedikit demi sedikit, aku melihat kembali duniaku, dunia nyata yang sebenarnya, yang sangat pelik karena aku harus kehilangan sosok papaku, yang bahkan untuk beberapa hari terakhir ini, belum sempat aku bertukar kabar dengannya.

" Akhirnya kamu sadar juga " ucap nya.

Ya itu rey, orang yang tiba tiba hadir dalam hidupku, hanya karena dia penolong dikala hujan.

Kenapa rey, kenapa kamu tetap disini? padahal papa ku yang sangat aku sayangi saja, enggan untuk tetap disini, bersamaku.

Ia memilih pergi.

" Ayo kita turun, papamu akan segera dimakamkan " ucapnya.

Ini sangat menghantam ku, aku lemas dituntunya jalan menuruni tangga, sampai di depan papa yang sudah berbaring ditutupi kain.

Mereka membawanya, aku tak kuasa menahan tangisku, air mata ku tak dapat ditahan untuk terus jatuh.

***

Diatas nisan itu, tertulis namanya, aku mengusap usapnya, berbisik padanya.

" Aku sayang papa " ucapku.

Aku hanya diam, melihat tempat peristirahatan terakhir nya, banyak bunga ditaburkan disana.

Mungkin sudah setengah jam aku disini, aku menengok sebelah ku, kulihat mama pergi dengan saudara perempuan nya, mama terlihat mencoba untuk tegar.

Dan disinilah aku, disebelah ku terasa hangat, membuatku rindu akan kehangatan seorang papa.

" Raaaa, sudah berkurang sedihnya? " tanya nya.

Rey tidak meninggalkan ku sama sekali, bahkan disini pun dia tetap ada.

" Reeeeyyyyy " ucapku dengan isak tangis.

aku memeluknya, dan ia berusaha menenangkanku.

Apakah ini yang dimaksud papa?
Hadiah dari tuhan, apakah dia? Reyhan?

Duniaku hancur sangat hancur sekarang, aku hanya mempunyai mama, dan diriku sendiri.



WAKTU UNTUK BIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang