II. Informan

159 37 1
                                    

"Tsukauchi? Ada apa?" Eraser Head menjawab telepon di tengah patroli hariannya. Dia saat ini tengah berdiri di ujung gedung. Mata mengantuknya menatap keramaian di bawah sana. "Ya, aku sedang patroli. Ada buronan yang harus kutangkap lagi?"

"..."

"Informan? Orang yang muncul beberapa tahun lalu itu? Tidak, aku tidak kenal dia. Kuakui kalau dia memang ladang informasi yang luar biasa. Kau perlu sesuatu darinya?"

Aizawa terdiam sejenak, kemudian seringainya muncul begitu saja. "Heh, begitu rupanya. Kita lihat dan waspadai saja. Jika mereka sudah mulai menampakkan diri, barulah kita tangkap. Oke, kita bicarakan lain waktu, sampai jumpa."

Sesaat setelah menutup teleponnya, matanya tertuju pada satu titik. Tanpa basa-basi, ia melompat menuju gedung selanjutnya. Berlari di atas atap-atap gedung dengan pakaian hitamnya yang disamarkan oleh langit.

.

30 menit sebelum Aizawa mendapat telepon...

Saat itu tengah malam. Lampu-lampu kota masih menyala dan beberapa orang masih berlalu lalang. Izuku masih berjalan-jalan di pinggir kota. Bukan, dia bukan penjahat. Toh dia masih ingin menjadi pahlawan, untuk apa repot-repot melakukan kejahatan? Pikirkan masa depan juga harus kan.

Tapi jika ia tertangkap polisi atau hero saat ini, ia akan dicap sebagai villain. Mau bagaimana pun juga, anak 15 tahun berkeliaran di pinggir kota saat tengah malam tetap mencurigakan bukan? Apalagi jika mereka mengetahui segala informasi yang ia miliki.

Iris yang bersembunyi di bayangan hoodie hitam itu tertuju pada sebuah bar kecil. Tanpa ragu, meski ia di bawah umur, tangannya mendorong pintu kayu yang tertutup.

Hanya ada lima orang yang duduk terpencar di kursi pelanggan. Dua orang duduk di meja bartender paling ujung. Tidak ada yang menghiraukannya. Ia juga tidak menghiraukan mereka. Namun bukan berarti dia membiarkan kewaspadaannya lepas. Lebih baik tidak berurusan dengan orang di sini. Jadi ia langsung menuju meja bar dan memesan segelas alkohol berkadar tinggi. Tidak perlu khawatir dengan kemungkinan mabuk, toh ketahanan terhadap alkoholnya tinggi. Dia juga sudah menyiapkan obat pereda mabuk dan parfum untuk menghilangkan bau alkohol dari tubuhnya.

Ini bar ilegal, hanya penjahat yang berkumpul di sini. Jadi ini adalah tempat terbaik untuk mengumpulkan informasi. Bartender juga tidak akan bertanya-tanya apa yang dilakukan anak seusianya di sini. Meski saat ini ia tidak memperlihatkan wajahnya.

Kepala ia letakkan di meja, lipatan tangan menutupi telinga yang sudah terlatih memisahkan percakapan di sekitar.

"Minuman anda, Tuan." Bartender itu menyuguhkan satu gelas berisi cairan biru bening. Kepala ia angkat. Tangannya mengambil gelas dan menyesap isinya sedikit. Rasa manis dan terbakar melewati lehernya.

Merasa percakapan kebanyakan tidak berguna, ia memfokuskan telinganya ke orang yang sedang berbicara pelan di meja bar.

'Penyerangan... Akademi... Villain...'

Hanya sepotong-sepotong, tetapi sedikit memberinya pemahaman. Kemungkinan, organisasi penjahat yang berencana menyerang suatu akademi. Belum jelas, jadi ia meminta pada bartender untuk mengisi gelas kosongnya sementara ia kembali menempelkan kepala di meja.

'Menghancurkan gerbang... Pers...' hanya sepotong informasi itu yang berhasil ia tangkap sebelum si bartender kembali mendorong segelas minuman biru bening yang sama. Kemudian dua pria itu beranjak pergi ketika salah satu dari mereka menerima telepon.

Ia juga segera menghabiskan minumannya untuk mengikuti.

Kemudian visinya bergoyang.

"Geh..." Izuku mengumpat pelan. Tidak hanya kadar alkohol yang ditambahkan oleh bartender, ia bisa merasakan obat tidur dengan dosis tinggi ditambahkan ke dalam sistemnya. Dengan pikirannya yang berkabut, ia merasakan seseorang mengangkat tubuhnya dengan paksa. Pandangannya semakin buram. Dengan satu tegukan ludah, ia membiarkan tubuh lemasnya dibawa keluar oleh seseorang.

Share, Tell Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang