Mampir

221 47 12
                                    

Gita mendesah lega karena telah selesai menyapu lantai kelas. Ia meletakkan kembali sapu di tangannya di pojokan kelas.

Tak ingin menunggu lama lagi, ia langsung menyambar tasnya yang tergeletak di meja, lalu berjalan menghampiri Antares yang menunggunya di luar kelas.

"Yah, ga bisa sekarang, Ran. Gue udah ada janji, nih." Terdengar suara Antares mengobrol dengan seorang temannya.

Langkah Gita terhenti di ambang pintu, memperhatikan sepasang orang tersebut. Sepertinya mereka belum menyadari eksistensi Gita yang berdiri sekitar dua meter dari mereka.

"Janji apaan, sih, sampe-sampe lo nolak buat kerkom? Emang sepenting apa?" Terlihat ekspresi Rania yang menahan kesal.

Gita pun memutuskan untuk menghampiri mereka, ingin tau apa yang terjadi.

"Ada apa?" Ia menengok ke arah Antares.

Pemuda itu balik menatapnya dengan canggung. Tatapannya ke mana-mana. Ia bingung harus berbuat apa.

"Lo ada janji sama dia?" tembak Rania ketus.

Gita terkesiap sesaat setelah mendengar nada suara ketus yang paling tak ia sukai.

"Iy–" Belum sempat ia menyelesaikan bicaranya, perkataannya terputus oleh sahutan dari sang lawan bicara.

"Sepenting apa, sih? Lo mau nge-date?" Rania bersikukuh memojokkan gadis itu.

Baru saja Gita ingin membuka suara, tiba-tiba Antares menyahut, "Lo kenapa, sih, Ran? Gue emang udah ada janji duluan sama dia, kali. Salah lo sendiri nggak ngomong dari awal. Udah salah, maksa lagi."

Yang menjawab memang Antares, tetapi malah Gita yang ketakutan.

Entahlah, gadis itu tak menyukai orang-orang seperti Rania, terlalu mengintimidasi dan mental pem-bully.

Namun, karena ia tau bahwa ia tak memiliki cukup nyali untuk melawan orang-orang seperti Rania, ia selalu mundur dan memilih untuk mengalah. Ia tak mau berurusan dengan orang-orang seperti itu. Hanya membuang-buang waktu, menurutnya.

"Errr ... maaf, ya, Ran. Gue nggak tau kalo kalian bakal ada kerkom. Janji gue sama Antares gue batalin aja. Maaf, ya." Gita sedikit menunduk dan tersenyum terpaksa ke arah Rania yang mulai menyunggingkan seringainya.

Berbeda dengan Rania, Antares malah melotot tak terima. Ia langsung menoleh menatap Gita dan seolah-olah berkata, Kenapa lo yang ngalah, Gita?

Sebelum Rania mengucapkan kalimatnya, Antares buru-buru menyahut kembali, "Eh, gak bisa gitu, lah! 'Kan, lo janjinya sama gue duluan, Gita. Harusnya, mah, yang ngalah si Rania."

Rania tak terima. Ia mendengus kesal dan menyindir, "Kerkom sama nge-date pentingan kerkom, kali."

"Bodo amat, lah. Yang penting udah janji duluan. Udah, ah, cabut sekarang, Ta." Tanpa berniat menunggu lama lagi, pemuda itu menarik pergelangan tangan Gita dan berlalu meninggalkan Rania.

Mau tak mau, Gita membuntuti Antares dengan ekspresi bersalah dan terus menatap Rania tidak enak. Sedangkan, yang ditatap hanya bergeming dengan kepalan tangan di sisinya. Terlihat dari mata kepala Gita, gadis itu benar-benar marah.

"Mau mampir dulu nggak?" tanya Antares.

Gita menoleh tanpa melepaskan tangannya dari pegangan si pemuda.

"Boleh, deh. Emang, mau ke mana?" tanya Gita penasaran.

Antares mengangkat kedua bahu di tengah langkah kakinya. "Entah. Urusan nanti aja, lah."

Fisika | JaeminjuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang