Pulang Bareng?

290 50 17
                                    

Sudah hampir sebulan sejak Gita memberikan—menukar—buku fisikanya pada Antares. Mereka tak bercengkerama lagi selama itu, baik secara tatap muka maupun online. Apalagi, Gita orangnya tidak sering pergi ke kantin. Ia lebih memilih untuk menitip jajanan pada Namira yang selalu pergi ke kantin setiap istirahat pertama. Jadilah ia nyaris tak pernah berpapasan lagi dengan Antares sejak itu. Sekalinya bertemu pun, Gita selalu menatapnya dari jauh, tak berani mendekat dan menyapa lelaki yang sebenarnya ingin ia temui lagi itu.

Gita juga jarang menghubungi orang lain lebih dulu apabila tak ada kepentingan. Ia tak jago basa-basi. Banyak sekali chat dari teman-temannya yang berakhir tak dibalas karena memang sudah mentok. Kecuali kalau obrolan tersebut membahas hal penting, baru Gita akan membalasnya.

Main HP mulu, tapi chat gapernah dibales. Begitu protes teman-teman padanya.

Gita sendiri tak menanggapinya serius, karena memang kenyataannya seperti itu. Ia sama sekali tak menyangkal fakta bahwa ia malas berkontak dengan orang lain lama-lama, rasanya pengen cepet-cepet berhenti aja obrolannya.

Di sisi lain, Antares sering memutar otak untuk mencari topik agar dapat berbincang kembali dengan Gita. Ia sendiri masih denial dengan perasaannya. Teman dekatnya—Atlas—pun muak mendengar ocehannya mengenai Gita.

"Lu kalo mau ngomongin Gita lagi, gue geprek pala lo," kesal Atlas setiap Antares mendengus pasrah, bersiap mengeluarkan keluhannya.

Bagaimana tidak kesal, seringkali Atlas dibuat pusing oleh topik obrolan Antares yang nggak jauh-jauh dari, "Tlas, cariin gue topik ngobrol ama Gita, dong."

Sudah begitu, setiap Atlas menyarankan beberapa topik chat, Antares selalu membalas, "Ah, tapi gue takut dia risih."

YA GIMANA ATLAS NGGAK KESEL COBA???

Sama seperti Gita, Antares juga pernah tak sengaja melihat gadis itu dari kejauhan. Namun, alih-alih menghampiri dan menyapanya duluan, ia malah kabur, tak ingin gadis itu melihatnya juga. Entah apa alasan spesifiknya, ia sendiri juga belum tau pasti. Yang jelas, ia merasakan gejolak aneh seperti gugup atau mules tiba-tiba.

Atlas yang melihat kelakuan temannya secara langsung pun terbahak hingga mengeluarkan air mata.

Itulah mengapa mereka tak berbincang lagi walaupun satu sekolah.

Seperti hari-hari biasanya, Gita malas untuk menggerakkan kakinya menuju kantin. Bedanya, kali ini, ia tak bisa menitip jajanan pada Namira, karena gadis itu terkulai lemas di bangkunya.

Ini hari pertama bulanannya.

Kekasih Namira—Raka—tidak menemuinya karena gadis itu mendiamkannya dari kemarin. Raka yang menyadari perubahan mood kekasihnya pun mengerti bahwa gadisnya itu akan menghadapi hari pertama bulanannya. Jadilah ia sengaja menjauhi Namira untuk sementara, sebelum mengajaknya berbicara kembali saat mood gadisnya membaik, seperti apa yang mereka janjikan sebelumnya. Namira sendiri yang mengusulkannya.

Waktu jam pertama, sih, masih terlihat baik-baik saja. Namun, semakin ke sini, Gita merasa bahwa Namira harus ke UKS. Ia tak tega melihat wajah temannya yang memucat. Ia bisa merasakan bahwa temannya tak hanya merasakan sakit di area perut bagian bawahnya.

"Gamau, Ta, gue masih sanggup, kok," tolak Namira lemas saat Gita menawarkannya ke UKS.

"Ya udah, lo pulang aja, gimana?" tawarnya lebih parah lagi.

"Enggak, Gita, gue gapapa." Balasan Namira berbanding terbalik dengan tingkah lakunya. Gadis itu memeluk perutnya dengan ekspresi menahan rasa sakit. Kepalanya ia baringkan pada meja dan dialasi dengan pouch berisi mukenah yang dipinjamkan oleh Gita.

Fisika | JaeminjuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang