Good Night

77 8 8
                                    

| Halo, Gita?

...

Menyadari bahwa ia berjalan sendirian, Miko menoleh ke belakang, mencari keberadaan Gita. Ia mendapati temannya itu terdiam sambil memandang gawai. Raut wajahnya berubah, tidak secerah tadi. Tatapannya menyaratkan keterkejutan. Hal itu membuat Miko memikirkan isi gawai yang sedang dibaca si gadis sehingga membuatnya seperti ini.

"Kenapa, Ta? Ada masalah?"

Sekonyong-konyong Gita mendongakkan kepala tatkala mendengar suara Miko. Ia termenung sejenak, bingung harus mengatakan apa. Kalau dipikir-pikir, tidak sopan rasanya apabila ia terus terfokus pada sosok yang baru saja mengirimnya pesan, sedang ia sekarang bersama orang lain.

Seulas senyum terbit di wajah si gadis yang kemudian menaruh gawainya di saku rok, tidak mengindahkan pesan masuk yang sempat membuat jantungnya seolah-olah jatuh hingga ke lutut. Masih ada banyak waktu untuk membalas pesan itu nanti. Ia tidak ingin merusak suasana dan tidak menghargai Miko yang telah mengajaknya. Bagaimanapun juga, ajakan Miko kali ini cukup melepas stresnya dan melupakan beban pikirannya sejenak-meski pada akhirnya ia tetap memikirkan beban yang dimaksud.

Gadis itu pun menggeleng pelan. "Nevermind. Ayo makan."

Melihat si gadis yang mendadak kembali ceria, Miko turut senang. Namun, di lubuk hatinya, ia terus merasa terancam entah mengapa. Hanya saja, ia tidak ingin memikirkannya lebih jauh untuk saat ini. Biarkan ia berbahagia atas first date bersama sang crush.

"Lu pake apa sausnya?" tanya Miko ketika mereka sampai di depan kasir ayam geprek.

"Sambel matah aja gue. Lu apa, emang?" Gita berbalik tanya.

"Gue pake saus mentai. Oh, iya, minumnya apa?"

"Air putih aja."

"Oke."

Setelah memesan, Miko langsung membayar seluruhnya tanpa menengok ke arah Gita yang tampak merogoh saku roknya.

Ia mendengus begitu mereka menjauh dari kasir dan duduk berhadapan di salah satu bangku kosong. "Lu kenapa gak biarin gue bayar juga, ih? Kampret, lu. Gue transfer aja sini."

"Gak, ah, ngapain? Lagian, udah terlanjur juga. Gak usah dipikirin, dah," balas Miko santai.

Mendengar balasan yang tidak sesuai harapan, gadis itu langsung mencubit lengan pemuda di hadapannya. "Rese, lu. Awas, ya, lihat aja nanti."

"Siapa takut," ejek Miko dengan raut tengil andalannya.

"Sumpah, ya, kalo aja ini bukan tempat umum, udah gue pukul muka lu," ujar Gita gemas.

"Lu jangan marah-marah mulu, dong, makin gemes, tau."

"Jelek gombalan lu!"

Tanpa gadis itu ketahui, si pemuda menutupi rasa gugup dan deg-degannya dengan tawa renyah.

Kalo lucu, tuh, harusnya cuma ketawa doang. Ini, kok, jadi makin sayang juga?

Tidak lama kemudian, pesanan mereka datang. Mereka pun mulai fokus makan dan menunda obrolan untuk nanti.

ㅇㅅㅇ

"Makasih udah nemenin gue makan ya, Ta! Kalo boleh, next time makan bareng lagi, heheh," ujar Miko disertai tawa canggung. Saat ini, mereka telah sampai di rumah Gita. Selepas makan tadi, Gita tiba-tiba ingin pulang. Padahal, bukan seperti ini rencana yang Miko pikirkan. Entahlah, Gita mendadak aneh sejak keluar dari perpustakaan kota.

Di hadapannya, Gita melepas helm dan merapikan rambut sebelum membalas, "Eum, kalo itu gue gak bisa mastiin, ya. Lihat aja, deh, nanti-nanti."

Bukan jawaban seperti itu yang si pemuda harapkan, apalagi ditambah dengan senyuman canggung si gadis seolah-olah tidak ingin ada lain waktu. Hatinya sedikit teriris, tetapi tak merasa pantas pula, karena tahu ia tidak pernah memiliki kesempatan dari awal. Tidak ada peluang untuk berhasil mendapatkan hati Gita di buku takdirnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fisika | JaeminjuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang