Perjalanan menuju perusahaan Chenle dihiasi kebisuan. Renjun memandang jalanan yang mereka lewati tanpa mengatakan apapun.
"Gege, mau pulang saja?" Tanya Chenle hati-hati.
"Tidak, aku ingin ke perusahaanmu kemudian ke rumah sakit mengunjungi Jisung." Jawab pria itu sembari tersenyum.
"Apa yang mau Gege lakukan disana?" Tanya Chenle.
"Mengganggumu dan Jisung saat bekerja." Renjun tertawa kecil yang hanya dibalas anggukkan oleh Chenle.
"Apapun untuk kesayanganku." Ucap Chenle.
"Le, apa kau sudah menemukan fated mate-mu?" Renjun kembali bertanya dan kali ini dengan nada yang lebih serius.
"Belum, dan aku tidak tertarik. Sebab aku hanya menginginkanmu." Jawab Chenle singkat.
"Aku ingin tahu bagaimana rasanya bertemu dengan fated mate kita. Apakah rasanya akan sangat menyenangkan sebab kita menjadi bergantung satu sama lain, atau justru menyiksa." Gumam Renjun.
"Jika boleh meminta, aku ingin Jisung mendapatkan fated mate yang luar biasa. Dia orang yang luar biasa yang sayangnya harus terjebak dengan orang sepertiku." Renjun tampak menghela napas panjang.
"Kau dan Jisung adalah dua orang yang sangat aku sayangi. Aku merasa begitu beruntung memiliki kalian di sisiku." Tutur Renjun.
"Gege, kami menyayangi Gege dan tidak menjadi masalah kalau ada banyak hal tidak menyenangkan yang harus kami lalui. Sebab momen itu adalah denganmu dan tentangmu, jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan." Chenle meraih tangan mungil yang lebih tua dan mengecup punggung tangan Renjun.
"Terima kasih" Gumam Renjun sembari tersenyum.
Renjun tidak tahu bahwa ada cinta yang sangat besar dari Chenle untuknya. Pria itu tidak pernah mengatakan apapun dan memiliki pengendalian diri luar biasa, meski kadang alpha nya bertingkah agresif terlebih saat rut.
Keduanya sampai di perusahaan pria itu dan begitu masuk, banyak orang yang menundukkan kepala sebagai sapaan hormat kepada keduanya. Mereka hafal dengan Renjun dan tahu identitas pria tersebut. Meski kadangkala terlihat sangat angkuh, sikap tersebut sebenarnya hanya dilakukan Renjun untuk membentuk pertahanan dirinya.
Renjun banyak melakukan kegiatan amal, membeli barang sebanyak yang dia mau kemudian membagikannya pada siapapun. Pria itu bahkan aktif mengisi seminar di Universitas.
Kebanyakan orang menganggap bahwa Renjun hanya hidup dengan menghabiskan kekayaan orang tuanya, tapi hanya sedikit yang tahu bahwa Renjun memiliki toko roti yang terkenal di Seoul, mendesain pakaian yang banyak digunakan selebriti ternama, bahkan toko pakaiannya adalah yang terbesar di Korea, bersanding dengan produk besar seperti Channel, Gucci, hingga Louise Vuitton. Namun pria itu tidak pernah menunjukkannya, sebab Renjun bekerja sesuka hati dan Winwin tidak pernah melarang apapun yang dilakukan putranya.
Semenjak pelecehan yang di alami Renjun, sangat sulit mengembalikan pria itu kepada kondisi sebelumnya. Renjun banyak diam dan melamun hingga akhirnya pria itu mendapatkan penyembuhan dengan melukis. Dari sanalah, Renjun mulai menggambar apapun, hingga ia tertarik menggambar desain pakaian.
Meskipun saat tantrumnya menyerang, Renjun akan mengumpat, merusak apapun yang ada di dekatnya, hingga melukai diri sendiri. Keadaan itu berlangsung hingga dua tahun lamanya sampai Renjun harus berhenti sekolah.
Setelah dua tahun yang cukup sulit, Renjun mulai pulih dengan cara tersebut. Meski ketakutan bertemu orang baru terlebih seorang alpha selalu membuatnya mimpi buruk hingga hendak menghilangkan nyawanya sendiri.
Barulah tiga tahun terakhir Renjun bisa benar-benar berdamai dengan diri sendiri meskipun sikapnya menjadi begitu dingin saat di luar rumah. Winwin mulai memperkenalkan Renjun dengan karyawan di toko pakaian miliknya, dan di tiga tahun terakhir Renjun berhasil membesarkan usahanya.
Jangan tanya bagaimana di waktu yang begitu singkat, seseorang bisa membangun usaha yang begitu besar. Peran Winwin dan Yuta serta Jisung dan Chenle tidak lepas begitu saja. Selama terapi menggambar Renjun, Winwin mengumpulkan setiap desain putranya kemudian mulai membangun toko pakaian. Sementara toko roti adalah inisiatif Winwin dengan alasan agar Renjun bisa memanfaatkan bakatnya.
Hal itu dilakukan bukan tanpa alasan. Winwin dan Yuta sebisa mungkin mengembalikan Renjun agar terbiasa berinteraksi kembali dengan banyak orang dan memiliki kesibukkan sehingga tidak terjebak dengan bayang-bayang mengerikan akan masa lalunya.
"Le, bagaimana memainkan ini?" Renjun menautkan dua alisnya saat tidak juga berhasil memenangkan game pada layar besar di hadapannya.
Melihat hal tersebut membuat Chenle tertawa gemas kemudian menghampiri Renjun.
"Ayo main denganku." Ucap Chenle.
"Kau sudah bisa, tentu akan menang!" Protes Renjun tidak terima.
Tertawa nyaring, Chenle memeluk Renjun dari belakang kemudian memainkan konsol game di tangan pria itu. Fokus untuk membuat lawan mati sementara Renjun hanya mengikuti gerakan tangan Chenle pada jarinya. Pria itu sesekali menjerit gemas saat hampir terbunuh lawan. Begitu berhasil mengalahkan musuhnya, Renjun memekin senang.
"Yash! Akhirnya mati juga!" Ucap pria itu membiarkan Chenle yang masih nyaman memeluknya dan sekarang justru menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher pria itu.
Renjun sendiri tidak protes dan kembali memainkan permainan tersebut saat Chenle mulai menghirup aroma tubuhnya dan mengendusi lehernya dengan pelukkan yang semakin erat pada pinggang omega di depannya.
"Kau memasang ini di kantormu memang sempat bermain?" Ocehan Renjun yang masih fokus pada avatar di hadapannya.
"Hm" Chenle bergumam kecil mengabaikan ocehan Renjun dan memilih sibuk mengendusi leher pria bermata rubah tersebut.
Chenle benar-benar bisa gila karena menginginkan Renjun, tapi dia juga cukup tahu diri bahwa takdir Renjun bukan dengannya. Namun, jika bisa memaksa, Chenle akan melakukan apapun agar setidaknya Renjun membalas perasaannya dan mereka menjadi mate.
Benar, cinta dan perasaan manusia itu terlampau egois.
KAMU SEDANG MEMBACA
WATERFIRE
FanfictionRenjun terjebak bersama sekumpulan pria gila yang mengaku mencintainya. warn! bxb harem