One Sided Hope

283 42 15
                                    

.

.

.

Point of View : Inojin
.

.

.

..Happy Reading..
.
.
.

"Mana yang lebih menyakitkan? Mencintainya atau mengharapkannya?"
.
.
.

Berjalan menuju rumah melewati banyak tikungan sangatlah menyebalkan. Sesekali aku menendang batuan kerikil yang menghadang, mengusir keheningan yang menghampiri setelah berpisah dengan Shikadai di persimpangan pertama.

Aku mendengus geli ketika ingatan tentang kejadian tadi siang kembali terulang didalam kepalaku. Saat Boruto ingin menemui Sarada untuk mengucapkan terimakasih, tapi malah dihadang oleh ketua kelas.

Aku bisa melihat binar dimata lavendernya saat bicara, "Boruto-kun, kau tidak lupa kan hari ini kita yang menjadi petugas laboratorium? Setelah istirahat nanti kita pergi keruang lab bersama ya."

Boruto menampilkan cengiran pada wajahnya, sedangkan matanya melirik kearah Sarada yang sudah menghilang dari tempat duduknya. Manik biru itu memancarkan kekecewaan, tapi mana bisa dia mengabaikan ketua kelas kami yang satu ini.

"Baiklah ketua kelas, aku ingin pergi kekantin dulu bersama teman-temanku." Ucapnya dengan senyum canggung dan cepat-cepat melangkah mengejar Sarada.

Dasar.

Beruntung sekali si kepala kuning itu, dikelilingi oleh gadis cantik seperti Sarada dan ketua kelas. Meski mereka berdua memiliki aura yang berkebalikan, Sarada dengan segala sifat dinginnya dan ketua kelas dengan kelembutannya.

Tapi jika berhubungan dengan Boruto, keduanya akan jadi sangat perhatian.

Aku, Shikadai, dan Mitsuki yang melihat fakta ini hanya bisa menggelengkan kepala. Sementara teman-teman lain sibuk membicarakan siapa yang lebih cocok dengan siapa, dan sayangnya mereka lebih menyukai pembawaan ketua kelas yang ramah dan lembut dibanding Sarada.

Mereka tidak tahu saja kalau Sarada juga memiliki sisi manisnya sendiri. Dan hal itu yang membuat teman kuningku jatuh cinta. Meski dia masih belum mau mengakuinya secara terang-terangan, sih.

"Hei berikan itu padaku sialan!!"

Saat aku akan berbelok lagi pada sebuah tikungan, aku mendengar suara teriakan seseorang. Aku menghentikan langkahku untuk memastikan, tidak biasanya ada preman disekitar sini.

"Jangan kira karena kau anak walikota aku akan takut padamu!!"

Tunggu, anak walikota? Bukankah Boruto masih disekolah karena hari ini adalah tugasnya untuk bersih-bersih? Apa itu Kawaki?

Aku sedikit menyembulkan kepalaku, melihat ada seorang pria berambut merah, mengenakan kaos hitam, dan sebuah tas sekolah dipunggungnya yang berada lima meter didepan sana sedang menyudutkan seseorang. Tapi sialnya aku tidak bisa melihat orang itu karena tertutupi oleh kedua tubuh temannya.

"Ini milikku, buat apa aku memberikannya padamu?! Kau minta saja uang pada orang tuamu dirumah!!"

Ah ini suara perempuan, jadi bukan Kawaki. Itu pasti Himawari.

Pria itu menggertakkan giginya, kata-kata yang Himawari ucapkan menyulut emosinya. Tangan pria itu terangkat ke udara dan bergerak dengan cepat menuju wajah Himawari yang kini terpejam karena takut.

Can I get you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang