Beauty and Barista

257 32 13
                                    

.

.

.

Point of View : Kawaki
.

.

.

..Happy Reading..
.
.
.

Kling.. kling..

"Yoo.. Kawaki, kau terlambat."

Iwabe menyapaku dengan akrab, sebelah tangannya terangkat keudara entah dengan maksud apa. Aku berguman sebagai jawaban dan berjalan melewatinya begitu saja. Beranjak menuju ruang khusus staff yang ada di pojok dapur.

Dari kejauhan kudengar pria dengan kupluk merah itu berdecih, mengumpatiku yang tidak meresponnya. Memang aku harus bagaimana? Bukankah aku tadi sudah menjawab?

Tanganku meraih pintu loker untuk mengambil kemeja hitam dan apron hijau yang memiliki design khusus khas kaminarimon cafe. Menukarnya dengan hoodie biru yang kugunakan, bersiap untuk pekerjaan panjang diakhir minggu ini.

Aku menoleh, menatap jam yang tergantung di dinding. Waktu menunjukkan pukul 10.30, aku terlambat lebih dari dua jam. Tapi itu tidak masalah, aku sudah terlanjur janji untuk menemani Hima menjalankan rencananya. Dan karena kebodohan Boruto, semuanya berjalan dengan sangat lancar.

Saat aku akan memasukkan hoodie milikku, tiba-tiba saja aku teringat akan dua lembar tiket film layar lebar pemberian Hima tiga hari yang lalu. Aku mengerutkan keningku saat membaca judul yang tertera disana, Red Shoes And The Seven Dwarft.

Terdengar seperti kisah dongeng putri salju. Menggelikan.

Aku mendengus, Hima terlanjur memberikanku tiket ini. Ada dua pula. Dan aku tidak bisa menolak untuk kedua kalinya. Jika itu hanya film romansa yang bertabur adegan cinta, rasanya tidak akan cocok denganku. Lalu harus kuberikan pada siapa tiket ini?

"Hoi Kawaki! Ada pelanggan yang ingin di layani olehmu. Cepat lah keluar, sialan." Iwabe memanggilku dengan sisa-sisa emosinya. Wajah pria itu menyembul dari balik pintu. Meski nada suaranya terkesan galak tetapi matanya takut-takut saat menatapku.

"Aku akan segera kesana." Balasku singkat.

Aku meraih tiket itu dan menyimpannya pada kantung apron. Siapa tahu salah satu staff disini berminat menerimanya. Alih-alih memberikan tiket itu pada seseorang yang spesial.

☆ ☆ ☆ ☆ ☆

"Ingin pesan apa?"

Aku mengucapkan kata-kata itu dengan nada dingin. Gadis berambut panjang dan berwarna biru itu selalu saja muncul setiap akhir pekan tiba, dan memintaku untuk membuatkan pesanannya.

"Aku ingin menu spesial! Dipilih dan dibuat langsung oleh Kawaki-kun." Gadis itu tersenyum, mengedipkan sebelah matanya--persis seperti yang sering dilakukan oleh Hima.

"Kalau begitu mohon ditunggu sebentar."

Tanganku dengan cepat mengetik pesanan pada layar komputer, satu gelas Caramel Frappucino dan satu buah kue muffin spesial edition. Aku sengaja memasukkan menu dengan harga diatas rata-rata. Karena gadis ini dan beberapa orang lainnya tidak pernah mempermasalahkan harga dan minuman yang kuberikan, jadi aku mengambil sedikit keuntungan.

Aku tidak mengerti tujuan mereka kesini tiap minggu sejujurnya. Karena setiap akhir pekan pelayan disini hanya diisi oleh pekerja part-time yang rata-rata masih anak sekolah. Penampilan pun apa adanya, menurutku tidak ada yang menarik.

Can I get you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang