Mata-mata

457 53 13
                                    

.
.
.
.

Point of View : Shikadai
.
.
.
.

Happy Reading..

"Sttt.. Shikadai!"

Suara bisik-bisik dari mahluk kuning di sampingku ini sungguh menganggu. Aku memutar kepalaku kearah lain demi menghindari mahluk menyebalkan itu.

"Ayolah Shikadai, aku tau kau mendengarku."

Tentu saja aku dengar, bodoh. Kau duduk disebelahku. Harusnya kau tau diamku itu berarti tidak ingin bicara denganmu.

Aku menutup sebelah telingaku menggunakan buku tulis. Berharap dia tidak akan mengusikku lagi.

"Hei.. aku hanya ingin bertanya mengenai jadwal Sarada hari ini. Kenapa kau pelit sekali sih?"

Mendengar nada suaranya yang memelas membuatku akhirnya menoleh dan menatapnya malas. Kepalaku masih tetap bertumpu pada meja, begitu lebih nyaman dari pada aku harus duduk tegap sambil menanggapi celotehan mahluk kuning ini.

Si sialan itu, tersenyum cerah seperti mentari. Merasa senang karena berhasil membuatku terusik. Dasar.

"Kenapa kau ingin tahu jadwal gadis itu, Boruto? Bukankah sudah aku berikan salinannya kemarin?" Aku menguap sebentar sebelum kembali melanjutkan. "Kegiatannya masih sama. Sarada bukan tipe orang yang tidak terduga sepertimu. Merepotkan."

Pria itu mengerucutkan bibirnya dan menunjukkan ekspresi tak puas. Lantas aku harus apa, heh?

Aku tidak ingin kejadian kemarin terulang. Saat pertama kali Boruto mendapatkan jadwal kegiatan Sarada yang kusalin dari buku memo milik gadis itu, dan mendapati jadwalnya kosong saat sore hari. Saking senangnya, dia langsung mengajak gadis itu untuk pergi.

Dia juga membawa-bawa nama Himawari agar gadis itu mau menurutinya. Tapi bukan itu masalahnya.

Yang membuatku tidak suka adalah si kuning bodoh itu meminta Sarada untuk menunggunya sampai selesai latihan, dipinggir lapangan.

Dan yang lebih parahnya lagi, klub sepak bola berlatih pada siang menuju sore. Dimana matahari masih cukup terik dan panas. Untung saja gadis itu tidak jatuh pingsan.

Saat tahu hal itu, aku langsung memukul keras-keras kepala kuningnya yang bodoh itu.

Bagi Boruto, berdiam diri dibawah terik matahari itu mungkin bukan masalah. Lain cerita kalau itu Sarada. Sayangnya Boruto terlalu bodoh untuk memahami itu. Dan Sarada terlalu sulit untuk menolak permintaan darinya.

Merepotkan.

"Aku hanya bertanya Shikadai." Boruto memalingkan wajahnya menatap papan tulis didepan kelas. Tangannya mulai bergerak, menyalin tulisan didepan sana pada buku tulisnya.

"Hima belakangan ini sering menanyakan tentang Sarada, aku bingung harus menjawab apa." Lanjutnya tanpa menoleh.

Ujung alisku berkerut, menatap pria disampingku dengan tatapan sulit diartikan.

Apa si bodoh ini sedang mengkambing hitamkan Himawari lagi demi keingintahuannya? Sungguh luar biasa.

"Kenapa sebegitunya penasaran?" Tanyaku mulai menancingnya.

Can I get you?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang