Collapsed Defense

40 5 0
                                    

Notes: A very short Story

Enjoy!




Mesin kasir berbunyi tatkala sang kasir mengoperasikan benda elektronik tersebut. Garis antrian tampak tak terlalu padat. Sebagian pengunjung masih bingung apakah harus membeli atau hanya sekedar melihat-lihat, agak keberatan dengan harga perbuku yang ditawarkan dinilai tidak sepadan dengan isi kantong yang mereka miliki. Sedangkan sebagian dari mereka memilih datang untuk sekedar menikmati vibes yang ditawarkan toko buku ini.

"Silahkan dengan kembaliannya, Mbak. Terima kasih telah berbelanja di toko kami!" ujar salah satu kasir yang berjaga seraya tersenyum ramah. Feeya ikut tersenyum, mengiyakan sembari tangannya meraih uang tunai yang diberikan oleh sang kasir.

Melangkah menjauh dari meja kasir, ia memasukkan buku-buku yang baru ia beli kedalam tas berukuran sedang miliknya. Satu langkah lagi kakinya hampir menapaki batas toko, matanya menangkap manik mata sesosok lelaki tampan dihadapannya.

Untuk beberapa detik waktu yang ia miliki seakan melambat sejalan dengan degub jantungnya yang tak beraturan. Ia memang ingin sekali melihat wajah lelaki itu, tapi tak menyangka bahwa mereka akan bertemu dikala seperti ini.

Mata Feeya kembali melirik kearah perempuan disebelah lelaki tersebut. Wajah imutnya mungkin berasal dari garis keturunan campuran yang ia miliki. Mata perempuan itu mengerjap bingung tatkala menatap Feeya dan Nolla yang beradu tatap namun tak berani menyapa.

"Kalian saling kenal?" tanya si perempuan penasaran.

Mata terkejut Nolla kini sirna, tergantikan dengan tatapan dinginnya yang telah Feeya hafal selama ini.

"Iya." ujar Nolla singkat.

Si perempuan mangut-mangut, seraya kembali meneliti Feeya kembali. Tak lama, wajahnya memancarkan senyuman hangat. Tangannya diangkat ke udara isyarat meminta salam.

"Kenalin, gue Kayana. Tunangan Nolla." ujar gadis bernama Kayana itu seraya tersenyum ramah.

Dan pada detik itu juga, Feeya yakin bahwa hidupnya tidak akan pernah lebih buruk lagi dari hari ini.

Bersamaan dengan semua pertahanan serta impiannya yang perlahan mulai runtuh.

* * * *

Seiring hujan yang turun dari balik awan gelap diatasnya serta gemuruh yang menghujami kota. Tubuhnya yang dipenuhi luka serta peluh menahan rasa sakit disekujur tubuhnya seperti tak menghentikan dirinya untuk tetap berjalanan melintasi kota yang terlihat ramai senyap.

Kendaraan yang silih berganti, orang-orang berlalu lalang, matahari yang sedari bersembunyi dibalik kelamnya awan kini telah sirna, tergantikan oleh gemerlapnya malam di ibukota.

Alfa memegang tubuhnya yang sakit, ia dapat merasakan beberapa tulang ditubuhnya patah. Tiga belas orang musuh bukanlah jumlah yang sedikit untuk ia lawan. Namun, syukurlah setidaknya ia masih memiliki nafas untuk bertahan.

Entah itu untuk berapa lama, ia juga tidak yakin.

Ia mendongak menatap langit. Awan hitam yang memenuhi langit perlahan memudar, satu dua bintang yang berkerlip kini dapat ia lihat dengan jelas. Sepertinya hujan akan segera berhenti tak lama lagi, seiring dengan hujan deras yang kini perlahan menjadi rerintikan kecil.

Berjalan terseok-seok, Alfa menyeka bercak darah yang telah mengering di sudut bibirnya. Tubuhnya serasa hampir remuk. Namun bayang-bayang gadis manis berambut panjang itu terus memutari isi kepalanya. Memperingatkan dia adalah satu satunya cara untuk melindunginya dari dalam bahaya.

Hanya saja, apakah dia masih sempat?

* * * *

Jam menunjukkan pukul 8:58 malam. Pintu itu mengeluarkan bunyi berderit tatkala dibuka. Matanya disambut kesunyian diantara lampu yang temaram.

Ia menghela nafas, peluh kala seharian bepergian. Berniat membersihkan diri dan beristirahat dikamarnya, matanya menangkap sesuatu yang  janggal. Tunggu, dia tidak ingat kapan ia terakhir kali membuka jendela dapur?

Dahi Feeya bertaut curiga, memutar tumitnya untuk melangkah menuruni tangga, ia berjalan mengendap-endap. Berantisipasi akan sesuatu yang akan ia hadapi didepannya. Dari posisi tempat ia berdiri, ia dapat melihat jelas adanya bercak darah di sekitar kusen jendela. Matanya membulat, terperangah, sejalan dengan detak jantungannya yang semakin berdegub dengan cepat. Sudah pasti ada seseorang yang sengaja menyelinap masuk kedalam rumahnya.

Feeya menelan salivanya gugup, Ia mengikuti arah ceceran darah segar dihadapannya, ceceran darah dilantai yang tampak seperti cipratan kuas cat merah di atas sebuah kanvas itu membawa matanya semakin dekat dengan sudut dapur, yang mana berpapasan langsung dengan pintu menuju ruang janitor dirumahnya.
Hingga seketika lututnya terasa melemas, mendekap mulutnya dengan kedua tangannya yang bergetar. Tatkala matanya menangkap histeris sosok lelaki yang tampak berlumuran darah, terduduk tak berdaya, sembari menatap Feeya nanar seakan meminta bantuan.

"A--ALFAAA!!"










To Be Continued







Medan, August 17th 2021

The Guy Who's On Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang