Guilty

39 7 3
                                    

Ada banyak hal didunia ini yang masih menjadi hal baru bagi Feeya, termasuk didalamnya adalah Alfa. Kenapa? Karena lelaki manis berlesung pipi itu berhasil membawanya kedalam situasi yang bahkan tak pernah dibayangkan oleh Feeya sebelumnya. Seperti sore ini contohnya, baru pertama kali dalam hidupnya ia harus menjalani adegan seperti layaknya film action yang ada di tv. Berusaha kabur dari kejaran musuh, perkelahian, serta percobaan pelecehan yang hampir dilakukan anak buah Bayu padanya tentu saja masih terngiang jelas dikepalanya. Untuk sesaat ia memejamkan matanya takut. Takut apabila hal itu sewaktu-waktu akan menjeratnya kembali.

"Lo kenapa, sih?" tanya Alfa agak risih.
Feeya mendengus sembari memanyunkan bibirnya sebal, lalu menoleh ke kanan. Menatap sinis lelaki yang kini tengah duduk termenung diatas motor miliknya sembari menikmati sekaleng cola dingin ditangannya. Mereka mengistirahatkan diri di parkiran minimarket sesaat setelah mereka berhasil mengambil motor diparkiran sekolah.

"Lo-adalah-penyebab-gue-begini!" protes Feeya. Terlihat begitu mengintimidasi. Namun sayangnya itu belum cukup mempengaruhi Alfa.

Alfa mengangkat bahunya cuek. Meneguk habis cola ditangannya, ia lalu membuangnya ke tempat sampah. Lucu jika diingat-ingat, bagaimana bisa ia bersikap begitu biasa tatkala sadar bahwa dirinya tampak begitu berantakan saat ini. Alfa dengan luka memar disudut bibir dan tulang pipinya, dan baju sekolah tampak semrawutan dengan bercak darah dibeberapa sisinya tentu saja berhasil mencuri perhatian orang-orang disekelilingnya. Seperti tadi misalnya, ia hampir saja membuat pekerja kasir minimarket kaget bukan kepalang tatkala melihatnya ketika ingin membayar barang yang ia beli.
Melihat reaksi pekerja tersebut, Alfa dengan santainya mengatakan, 'Saya tadi tidak sengaja nyerempet motor sepasang suami-istri dijalan, saya sudah berusaha bilang akan bertanggung jawab. Eh, tapi si bapaknya tetep ngga terima. Jadi, saya dipukuli sampai begini.' Terangnya disertai senyuman penuh ketegaran palsu.

Percaya atau tidak, si mbaknya mangut-mangut sembari mencoba menegarkan Alfa kembali. Ia juga memberikan kapas, plaster dan obat merah gratis sebagai tanda keprihatinan yang mendalam terhadap Alfa. Ia juga memuji kalau Alfa masih terlihat tampan meski dengan luka di wajahnya, malah tampak seperti bad boy dicerita-cerita wattpad yang pernah ia baca.

"Yuk, kita pulang." Ajak Alfa.

Feeya yang sedari tadi duduk meringkuk diteras minimarket tampak mendongak menatap Alfa.

"Pulang kemana?" tanya Feeya. Bego.

"Ke rahmatullah! Ya kerumah lu, lah!"
Feeya memanyunkan bibirnya ragu, "Gue takut, Al."

"Ya udah, kalo gitu lo tidur sama gue aja, gimana?" saran Alfa sembari menyeringai mesum.

"Cih, najis!"

"Makanya ayo! Elah, ribet amat berurusan sama lu."

"Kalo nyokap bokap gue nanyain gimana?"

"Yaudah, entar gue yang jelasin."

Tak berselang beberapa detik kemudian, ponsel Feeya bergetar disaku rok sekolah miliknya. Ternyata ada satu pesan masuk dari mamanya. Setelah membaca seluruh isi pesan, Feeya akhirnya tersenyum lega.

"Kenapa lo senyum-senyum sendiri?"

"Bokap nyokap gue ngga bakalan pulang malam ini. Mereka lagi di Bandung sekarang." Ujar Feeya. Lalu mengelus-ngelus dadanya senang, "Lega banget gue, Fa! Gue pikir, gue bakalan digantung begitu sampe dirumah." Sambungnya mendramatisir.

Alfa memutar bola matanya malas, "Lebay lu!" ketusnya. "Udahan, berdiri, gih! Entar kemaleman." Sambungnya seraya memberikan helm kepada Feeya. Feeya mengangguk patuh.

Mesin motor sudah dihidupkan, Alfa pun sudah siap berkendara. Namun, ia menemukan hal janggal. Feeya belum juga naik ke atas motor. Berdecak sebal, ia pun menoleh kebelakang.

The Guy Who's On Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang