Jakarta, 12 Desember 2022
"Aku mau cerai." Amplop cokelat yang berisi surat gugatan cerai kuletakkan dengan kasar ke meja kerja Mas Juan. Tidak peduli apa tanggapan laki-laki itu nantinya, yang penting aku sudah berhasil mengatakan apa yang paling ingin kukatakan sejak lama.
Awal menikah hubungan kami memang baik-baik saja. Namun, setelah aku mengalami keguguran sebanyak dua kali, sikap Mas Juan mulai berubah. Jarang pulang, selalu alasan dinas keluar kota, hingga akhirnya, tahun lalu aku mengetahui dia memiliki wanita lain. Aku bukan orang yang gegabah dalam mengambil keputusan. Setelah mempertimbangkan banyak hal, meminta pendapat dengan Tante Fira, adik dari ayah mertuaku, barulah aku nekat mengambil keputusan ini.
Sekilas Mas Juan melirik tanpa minat ke arah amplop cokelat itu sebelum kembali lagi memusatkan atensi pada layar laptop di hadapannya. Tanpa mengalihkan pandangan ke arahku, Mas Juan berkata, "Kamu tau apa konsekuensinya bercerai sama saya?"
Soal itu? Jelas aku tahu. Di perjanjian pra nikah tertulis dengan jelas kalau pasangan dari keluarga Abraham tidak boleh bercerai atau menikah lagi kecuali pasangannya meninggal dunia. Jika melanggar, maka tidak akan mendapatkan harta barang satu persen pun. Namun, aku tidak peduli. Lebih baik hidup miskin daripada menderita batin. Sudah cukup aku menahan rasa sakit selama ini.
"Hm. Aku enggak peduli sama harta kamu dan keluarga kamu. Aku cuma mau cerai. Titik." Lagi pula kami tidak punya anak setelah aku mengalami keguguran dua kali.
"Kamu sudah yakin dengan pilihan kamu?" Tatapan Mas Juan beralih ke arahku. Setelah mendapati anggukan yakin yang kutunjukkan, Mas Juan kembali berkata, "Besok pagi, ikut saya ke vila keluarga. Setelah itu saya akan tanda tangan surat cerai."
Sejenak aku menimang antara menyetujui atau menolaknya saja. Namun, perkataan Mas Juan selanjutnya membuatku mau tidak mau mengiyakan ajakan laki-laki itu.
"Enggak masalah kalau kamu enggak mau ikut saya ke vila. Artinya kamu juga enggak masalah kalau saya ngerobek surat gugatan ini, 'kan?"
Aku menggeram tertahan. Mas Juan dengan segala sikapnya membuatku benar-benar muak. Selama ini aku selalu berusaha sabar, namun laki-laki itu selalu saja bertindak seenaknya tanpa memikirkan perasaan.
"Baik. Aku setuju."
Hanya ikut Mas Juan ke vila, 'kan? Setelah itu aku akan bebas dari sangkar emas ini. Menghirup udara dengan bebas tanpa takut merasa sesak, melakukan hal apa pun dengan bebas tanpa takut mencoreng nama keluarga Mas Juan.
***
"KAMU GILA?!"
Aku salah! SALAH BESAR! Seharusnya dari awal aku tidak perlu menyetujui persyaratan apa pun yang laki-laki itu ajukan. Harusnya aku tidak melupakan tentang aturan keluarga Mas Juan tentang perceraian. Keluarga mereka bukan hanya tidak memberikanku harta, tapi Mas Juan juga tidak akan diberikan harta dan harus terusir dari rumah!
Orang gila mana yang mau merelakan hasil jerih payahnya hanya karena perceraian? Jawabannya tidak ada! Apalagi Mas Juan. Dia tentu akan menghalalkan segala cara agar aku dan dia tidak bercerai. Salah satunya dengan membunuhku. Sialan!
"Kamu yang enggak memberi saya pilihan, Alea. Harusnya kamu ingat dua hal setelah masuk ke keluarga saya. Bertahan dalam pernikahan apa pun yang terjadi atau mati." Mas Juan berkata tanpa ekspresi. Tidak marah tidak juga senang. Datar.
"Bertahan di sisi kamu? Aku masih waras, Mas! Orang gila mana yang rela diselingkuhi sana sini oleh suaminya?!" Selain itu keluarga Mas Juan juga tidak pernah menganggap keberadaanku. Aku selalu dikucilkan sebab tidak berada di kelas yang sama dengan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Under The Galaxy (TAMAT)
RomanceKalau begini terus, Alea bisa gila! Semenjak Alea sadar kalau dirinya terlempar ke masa lalu, mati-matian dia berusaha menghindari perjodohannya dengan Juan dan segala hal yang berhubungan dengan laki-laki itu agar tidak mati di tangan suaminya. Na...