Zilian menunjukkan lipatan di kening usai mendengar permintaanku. Namun, aku tidak ada waktu untuk menjelaskan apa pun pada laki-laki itu. Terlambat sedikit saja, aku mungkin tidak akan bisa menghindari pertemuan dengan Mas Juan.
"Maksudnya?"
"Kita pergi lagi. Sekarang. Nanti kujelasin di jalan." Aku berkata sambil membalikkan tubuh Zilian dan meminta laki-laki itu segera naik ke atas motornya. Namun, suara tawa papa bersama Mas Juan menyentuh indra pendengar.
Jantungku berdebar tidak karuan ketika iris kecokelatanku menangkap bayangan dua orang yang sedang berjalan. Tidak ada waktu lagi! Kalau pun aku dan Zilian pergi sekarang tanpa pamit, papa pasti akan marah dan menodongkan banyak pertanyaan yang akan membuat kepalaku pusing.
Ya Tuhan ... aku harus bagaimana? Pasrah dengan keadaan? Tidak! Aku tidak boleh pasrah dan menerima takdir di masa laluku kembali. Sekarang aku harus bisa mengubahnya. Tidak peduli bagaimana caranya, tidak peduli bagaimana jalannya.
Debaran dalam dada semakin menggila saat ekor mataku menangkap siluet papa dan Mas Juan semakin mendekat. Mau tidak mau, suka tidak suka aku harus mengambil langkah nekat.
Aku menatap punggung Zilian. Laki-laki itu hendak naik ke atas motornya. Sembari menelan ludah kasar, aku menepuk pundak Zilian hingga dia berbalik arah menatapku dengan alis yang terangkat sebelah, seolah mengisyaratkan tanya.
Tanpa berpikir panjang, aku menarik lengan Zilian hingga laki-laki yang memasang tampang bingungnya itu mendekat sampai tidak ada jarak lagi antara aku dan dia. Dua tanganku terangkat memegang sisi wajah Zilian, lalu berjinjit agar tinggiku bisa mencapai tinggi wajahnya.
"Zilian, maaf." Selanjutnya aku menjatuhkan ciuman singkat di sudut bibir Zilian. Hanya beberapa detik, karena setelahnya suara nyaring papa yang menyentuh indra pendengaran membuat Zilian mendorong tubuhku dengan mata yang terbelalak kaget.
"Apa yang kamu lakukan, Alea?!" Wajah papa merah padam saat kakinya berayun cepat ke arahku. Beliau mendelik tajam ke arah Zilian, lalu beralih memukul pundakku sambil berkata dengan suara pelan, "Bukannya kamu bilang waktu itu enggak punya pacar? Kenapa sekarang tiba-tiba nyium cowok?"
Aku tahu tindakanku ini terlalu implusif. Namun, hanya ini satu-satunya jalan yang terpikirkan oleh otakku. Mungkin dengan mengaku sudah memiliki pacar di depan papa sekaligus Mas Juan, laki-laki itu tidak lagi memiliki keinginan untuk meneruskan perjodohan.
"Iya, itu kan dulu. Dan sekarang aku udah punya pacar."
Tolong ingatkan aku untuk memberi apresiasi pada Zilian karena tidak berontak saat aku bergelayut di lengannya. Sejenak aku melempar tatap ke arah Mas Juan. Seperti biasa, Mas Juan memang paling ahli dalam mengatur mimik muka. Tidak ada tatapan marah, kesal, atau apa pun itu setelah melihat kejadian ini. Namun, dapat dilihat dari sorot matanya yang dingin, pandangan Mas Juan hanya tertuju pada Zilian.
"Bukannya papa sudah bilang mau jodohin kamu sama Pak Juan?" desis papa sambil mencengkram bahuku. Beliau mendekatkan diri, mungkin agar ucapannya tidak didengar oleh pihak lain selain aku.
Sekilas aku melirik Zilian yang sejak tadi tidak mengeluarkan barang sepatah kata pun. Arah tatap laki-laki itu hanya tertuju pada Mas Juan sembari menaikkan satu sudut bibirnya.
"Aku enggak mau dijodohin, Pa. Aku sukanya sama Zilian. Kalau pun harus menikah nantinya, aku cuma mau sama dia. Orang yang kusukai." Kebohongan demi kebohongan terus saja kurangkai demi membatalkan perjodohan. Bahkan tanpa pikir panjang aku melibatkan Zilian. Namun, rupanya usahaku tidak membuahkan hasil sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Under The Galaxy (TAMAT)
RomanceKalau begini terus, Alea bisa gila! Semenjak Alea sadar kalau dirinya terlempar ke masa lalu, mati-matian dia berusaha menghindari perjodohannya dengan Juan dan segala hal yang berhubungan dengan laki-laki itu agar tidak mati di tangan suaminya. Na...