Pt - 6 •Agak Sulit•

71 13 20
                                    

Jika membunuh itu dihalalkan, maka aku yakin Zilian tidak hanya melayangkan tatapan setajam belatinya melainkan membunuhku sekarang juga. Ucapan lantangku barusan tentu saja memancing hura hara orang-orang yang sedang berada di lapangan. Tidak sedikit dari mereka yang bersiul, menyoraki, dan memberi selamat pada laki-laki itu karena cintanya telah diterima.

Tanpa mengeluarkan barang sepatah kata pun, Zilian langsung mencengkram tanganku dan pergi meninggalkan lapangan. Dengan langkah yang terseok aku mengikuti laki-laki itu hingga dia berhenti tepat di samping pohon besar yang tidak jauh dari lapangan.

Zilian melepaskan tanganku dengan kasar sebelum berujar, "Lo gila, ya? Sejak kapan gue nembak lo? Sejak kapan gue minta lo jadi pacar gue?!"

Dengan santai aku menjawab, "Setahun yang lalu." Dua sudut bibirku terangkat membentuk senyuman semanis mungkin saat Zilian melongo tidak percaya dengan kata yang baru saja kulontarkan.

"Setahun yang lalu? Lo pikir, satu tahun itu waktu yang sebentar, Alea? Lo terlalu percaya diri. Lo pikir gue masih suka sama lo?"

Aku tidak langsung menjawab pertanyaannya, melainkan melangkah maju, mengikis jarak antara aku dan dia. Aku masih ingat betapa frustrasinya Zilian waktu itu, waktu di mana dia datang dalam keadaan mabuk dan mengatakan kalau dia masih mencintaiku.

"Iya."

Senyumku masih bertahta di menghiasi wajah. Kubiarkan mataku menyelam dalam tajamnya tatapan Zilian. Sesaat kulihat laki-laki itu kehilangan fokusnya. Amarah yang sempat meletup seakan mereda. Namun, hanya sekejap sebelum tangannya mendorongku agar menjauh darinya.

"Kenapa baru sekarang, Alea? Kenapa enggak dari dulu aja?"

Ya, karena dulu aku sukanya sama Mas Juan.

Aku lagi-lagi menampilkan senyum manis sebelum menjawab pertanyaannya dengan lancar. Seolah apa yang kukatakan adalah kebenaran.

"Karena aku baru sadar kalau sebenarnya aku suka sama kamu, tapi aku terlambat menyadari." Kerutan di kening Zilian terlihat samar, aku lantas menambahkan, "kamu tau lagunya Maudy Ayunda? Yang judulnya Cinta Datang Terlambat? Anggap aja aku begitu. Aku baru sadar kalau sebenarnya aku sama kamu setelah kamu jauh dari aku."

Aku menggigit bibir bagian dalam. Aataga! Alasan konyol apa yang baru saja kuberikan pada Zilian? Ya Tuhan, Alea ... kamu benar-benar bodoh!

"Maudy Ayunda? Cinta datang terlambat?" Kekehan sinis lolos dari bibir laki-laki itu. "Siapa dia? Lagu apa yang lo maksud? Dan lagi, lo pikir dengan alasan yang enggak masuk akal lo itu, gue bakal percaya kalau lo beneran suka sama gue?"

Kali ini bukan aku yang mendekati Zilian, melainkan laki-laki itu yang melangkah maju, memperpendek jarak antara aku dan dia. Aku meneguk saliva susah payah saat Zilian memajukan wajahnya ke arahku.

Sialan! Kenapa aku mendadak gugup begini? Ke mana perginya keberanianku tadi saat menantang Zilian dengan dagu terangkat?

Aku berdehem sekali sambil menarik senyum paksa. Lalu dengan telunjuk, aku mendorong dada Zilian agar menjauhkan wajahnya dari hadapanku.

"Itu hak kamu, Zilian. Terserah kamu mau percaya atau enggak." Aku berusaha menetralkan air muka di wajah. "Atau ... kamu mau aku ngejar kamu? Aku bisa, loh, buktiin kalau aku beneran suka sama kamu."

Zilian melipat dua tangannya di depan dada sembari menaikkan sebelah alisnya. Tatapan laki-laki itu menunjukkan seolah dia sedang berkata, "Mau apa lagi lo, Alea?"

Namun, aku tentu saja tidak menghiraukan tatapan yang Zilian layangkan. Kakiku memilih melangkah mundur, sebelum berbalik arah dan berjalan keluar dari balik pohon. Pandanganku tertuju pada lapangan yang masih dihuni banyak orang.

Love Under The Galaxy (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang