"Aiza, malam ini kita kedatangan tamu, usahakan kamu memakai pakaian yang sopan."
"Gak bisa mam, aku udah ada janji sama Dzaudan." Bantah gadis yang tengah sibuk memoles wajahnya dengan make-up bold.
"Aiza! untuk malam ini kamu turuti kemauan mama dan papa!" suara baraton itu menggelegar di penjuru kamar.
"Ck! emang mama sama papa mau tanggung jawab kalau Dzaudan marah? mau liat anaknya sedih? huh?!"
"KAMU INI!" pria berkemeja putih itu hendak melayangkan tangannya namun di tahan oleh wanita yang sudah berumur namun masih terlihat muda.
"Selesai acara, kamu pergi sama Dzaudan." lalu wanita itu membawa suaminya pergi keluar dari kamar Aiza.
Aiza tidak mengganti pakaiannya. Ia tetap mengenakan crop top dan juga jeans yang bertema robek di bagian paha. Ia keluar dari kamarnya lalu melihat ke arah bawah tepat ruang tamu keluarganya.
"Turun kapan nih?"
"Turun Aiza!"
Aiza turun dengan malas lalu duduk di atas senderan sofanya, "acara apaan nih? ada ustadz segala."
"Kamu bawa deh anak saya. Saya gak sanggup Fer, saya gak tau lagi gimana cara ngedidiknya. Tegas dari saya sudah, lembut dari istri saya sudah. Tapi pergaulan udah nguasain sikapnya. Kamu bawa deh ke tempat pesantren kamu."
"GAK! apaan! udah deh kalo mau ruqyah di sini aja gapapa. Jangan di bawa, apaan sih ma, pa!" Aiza berdiri lalu sedikit menjauh dari orang tuanya.
"Kamu tuh bukan dikuasain setan Aiza, tapi pergaulan. Cara satu-satunya kamu harus keluar dari lingkungan kamu. Ini om Ferdy teman papa dari kecil dia punya pondok pesantren kamu bisa tinggal di sana."
"Kalo papa tetep paksa! aku gak segan-segan buat kabur!"
"Stop, kita bisa bicara baik-baik," sergah Azizah, mama Aiza.
"Baik-baik apanya? kalian mau buang aku ke pesantren."
"Pesantren itu bukan tempat pembuangan, Aiza. Tapi tempat menuntut ilmu, tempat belajar. Belajar dalam segala hal, bukan hanya tentang agama, tapi tentang bagaimana hidup. Mama dan papa udah gak bisa mendidik kamu, kamu udah gak nurut sama kita. Ini bukti sayang mama papa, mau kamu hidup yang baik."
"Senakal apapun aku. Aku janji gak akan hamil."
"Menjaga untuk ga hamil itu gampang Aiza. Tapi menjaga diri itu susah. Mama dan papa kali ini harus tegas sama kamu. Kamu mau pergi ke pesantren atau kamu mau nikah?"
"Huh? aku sama Dzaudan belum ada pikiran ke situ, mam."
"Siapa yang bilang kamu menikah sama Dzaudan?"
"Terus sama siapa?"
"Sama anaknya om Ferdy."
"Loh? tadi kesepakatannya gak begitu, Haga. Kenapa tiba-tiba menikah? anak saya aja belum tau soal ini." ustadz yang bernama Ferdy itu tercengang karena tiba-tiba meleset dari obrolannya.
"Anak kamu belum menikah kan Ferdy? belum punya pacar?"
"Belum, dia sedang fokus kuliah di Tarim."
"Besok suruh dia pulang, aku yang akan membiayai semuanya. Anak kamu dan Aiza kita nikahkan besok."
"Huh?!"
"GAK!"
"Ustadz apa hukumnya menikah tanpa cinta? menikah dengan paksaan? itu gak boleh kan ustadz?" Aiza mencari pembelaan.
"Nanti saya hubungi anak saya dulu meminta persetujuan."
"Kalau kamu gak bisa memilih antara masuk pesantren atau menikah. Mama sama papa gak akan biarin kamu keluar rumah satu langkah pun. Kami cabut fasilitas kamu termasuk handphone sampai kamu berubah Aiza." Lalu Haga pergi bersama Ferdy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
Spiritual"Saya tidak sudi punya menantu yang mempunyai masa lalu buruk seperti kamu!" "Astaghfirullah, bukankah abi kyai? harusnya abi lebih mengerti kondisi seperti ini." Radzan membela Aiza yang menangis di belakangnya. "Kamu akan menikahi gadis bukan pe...