Malam harinya Jeno tidak bisa tidur dengan tenang. Kejadian tadi siang masih saja terbayang di ingatannya, bahkan terlihat sangat jelas. Na Jaemin, istrinya yang telah lama hilang kini berada di dekatnya. Istri yang telah meninggalkannya tanpa sepatah kata pun akhirnya ada di sini. Dia ingin minta penjelasan, alasan kenapa Jaemin kabur dari rumah. Apakah benar seperti kata ibunya kalau Jaemin kabur dengan pria lain? Karena Jaemin berselingkuh tanpa sepengetahuannya?
Bermacam-macam skenario terus berputar-putar di kepalanya sampai pagi menjelang. Dia ingin segera menemui Nomin dan berharap juga bisa bertemu Jaemin. Setelah menyelesaikan pemeriksaan pagi, Jeno bergegas menuju kamar Nomin. Ia sudah beberapa kali berkunjung ke ruangan ini untuk bermain bersama si kecil.
Dengan sedikit terburu-buru sang atlet berjalan menuju lorong di sebelah barat gedung, tempat bangsal anak-anak berada. Saat berada di persimpangan, samar-samar ia mendengar suara Jaemin yang sedang berbicara dengan orang lain. Ia menghentikan langkahnya dan merapatkan tubuhnya ke dinding, berusaha mendengarkan isi pembicaraan itu.
“Apa yang harus kulakukan sekarang? Dia bahkan tahu aku ada disini sekarang Mark Hyung,” Jaemin yang menurut sepengetahuannya tidak pernah mengeluh kini terdengar sedih bercampur pasrah dan frustrasi.
“Jaemin, kau harus mengatakan yang sejujurnya! Dia pantas tahu apa yang sebenarnya terjadi,” suara berat seorang pria membuat Jeno mengernyitkan dahi. Siapa pria itu? Apa jangan-jangan dia pria yang.. ah sudahlah jangan berburuk sangka dulu.
“Jaemin-ah, apa yang dikatakan Mark Hyung ada benarnya. Jika kau tidak mengatakan yang sebenarnya, Jeno akan mengira semua yang dituduhkan Ibunya padamu itu adalah kenyataan,” kali ini suara cempreng yang dikenalnya menimpali. Ya pemilik suara itu adalah Lee Haechan atau sahabat karib Jaemin. Apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan? Kebenaran apa?
“Haechan-ah, kau tahu sendiri kalau Mrs. Lee sudah mengusirku dari rumahnya. Dia bahkan mengancamku untuk tidak menemui Jeno lagi padahal aku sedang hamil saat itu. Selain itu, dia telah memboikot semua perusahaan agar tidak ada yang mau menerima Na Jaemin untuk bekerja di tempat mereka. Bayangkan Chan, apakah aku harus pergi ke Jepang lagi demi sesuap nasi? Apalagi sekarang kondisi Nomin semakin parah. Sampai saat ini belum juga ada pendonor hati yang sesuai untuknya. Ottokaji?” isak tangis Jaemin kini meledak.
“Jaemin-ah, sudahlah. Tenangkan dirimu! Aku tahu wanita kejam itu sudah membuat hidupmu berantakan. Aku heran, ada wanita sekejam itu di dunia ini?” Mark yang baru disadari Jeno adalah kekasih Haechan berusaha menenangkan Jaemin.
“Jaemin-ah, sabar ya. Kami akan selalu ada bersamamu,” Haechan turut menenangkan Jaemin.
Semua informasi yang baru didengarnya itu tiba-tiba saja membuat dadanya bergemuruh, detak jantungnya meningkat dan kepalanya terasa pening. Ibunya telah mengusir Jaemin. Bukan Jaemin yang kabur dengan pria lain seperti yang selama ini ia tahu. Ia bahkan menerima usulan Ibunya untuk bertunangan dengan gadis pilihan Ibunya demi melupakan Jaemin yang telah mengkhianatinya. Tapi apa? Jaemin tidak pernah berkhianat padanya.
Dan satu lagi yang membuat Jeno tidak percaya adalah Jaemin diusir saat dia sedang hamil. Itu berarti, anak yang sedang dikandungnya saat itu, atau Nomin, adalah anaknya. Karena menurut yang ia tahu, Jaemin tidak pernah melakukan hubungan dengan siapapun, bahkan ia masih ingat saat mereka melakukannya, Jaemin mengatakan bahwa itu adalah pengalaman pertamanya. Oh God. Kekejaman apa yang selama ini telah menimpa Jaemin? Kenapa ia tidak menyadarinya dari dulu?
🍁🍁🍁
“Oppa, sedang apa kau di sini?” suara cempreng seorang perempuan membuat Jeno tersadar dari lamunannya. Suara keras itu juga mengalihkan perhatian ketiga pria yang sedang bersedih di ujung lorong. Mereka terpaku menatap Jeno, orang yang sedang mereka bicarakan ternyata berada di dekat mereka.“Oppa, kenapa tidak menjawab? Apa kau sudah sembuh? Aku sangat merindukanmu. Sudah lama kita tidak bertemu,” perempuan itu tiba-tiba saja menghamburkan tubuhnya ke arah sang atlet, kemudian memeluknya erat. Tak lupa, ia meninggalkan kecupan di kedua pipi dan bibir sang atlet.
Jeno masih saja terbengong dan tidak bergerak. Matanya hanya tertuju pada Jaemin yang sekarang bertatapan dengannya. Mata Jaemin terlihat sangat merah dan sembab karena terus-terusan menangis. Apa yang harus ia lakukan? Ia ingin sekali berjalan ke arah istrinya itu dan memeluknya. Membisikkan kata-kata penenang dan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Beberapa detik kemudian, Jaemin bangun dari tempatnya duduk dan melangkah pergi menuju kamar Nomin diikuti Mark dan Haechan yang melempar pandangan marah dan sebal ke arahnya.
“Jinhee ya, lepaskan aku!” Jeno berkata dengan ketus mengetahui bahwa ia harus membuat keputusan besar sekarang. Keputusan yang akan membawanya menuju kebahagiaan yang ia idamkan selama ini.
“Waegurae oppa?” dengan nada manja perempuan yang sudah menjadi tunangannya selama dua bulan ini berusaha merajuk.
“Kita batalkan pertunangan kita. Aku tidak mencintaimu dan aku tidak akan pernah bisa mencintaimu.”
Nada dingin Jeno mengagetkan Jinhee yang langsung berubah raut wajahnya. “Oppa, kau sedang bercanda kan? Tenang saja oppa, kau bisa belajar mencintaiku secara perlahan. aku tidak masalah kok.”
“Aniya. Cintaku sudah kuserahkan pada seseorang dan kenyataan itu tidak akan berubah. Kau tahu? Kalau bukan karena ibuku memaksaku untuk bertunangan denganmu, aku tidak akan pernah mau melakukan hal konyol itu. Sekarang, daripada kita lanjutkan hubungan pura-pura ini, lebih baik kita akhiri di sini.”
“Oppa, pikirkanlah lagi keputusanmu ini. Bagaimana bisa kau memutuskan pertunangan ini sebelah pihak?”
“Tentu saja aku bisa Jinhee-ya. Kau tahu kan kalau aku masih terikat status pernikahan? Aku masih punya seorang istri. Dan istriku itu tidak akan setuju kalau aku mempunyai istri lain. Begitu juga denganku. Aku sangat mencintai istriku itu hingga aku tak akan mau membagi cintaku dengan orang lain.”
“Tapi oppa,” belum selesai Jinhee merajuk, terlihat rombongan dokter dan perawat yang berlari ke arah kamar Nomin. Beberapa saat kemudian mereka keluar sambil mendorong tempat tidur dimana Nomin tergeletak lemah di atasnya ke ruang gawat darurat. Jeno jadi panik.
Dia ikut berlari mengikuti rombongan. Tangannya menggapai lengan Jaemin yang turut berlari sambil menangis histeris.
“Jaemin-ah, waegurae? Ada apa dengan Nomin?”
Jaemin tidak menjawab dan hanya menatap Jeno sedih. Tubuhnya serasa lemas seketika. Untung saja Jeno memegang lengannya dan sigap menangkap tubuh Jaemin sebelum jatuh ke lantai. Dia tidak pingsan. Ia hanya merasa kakinya tak sanggup menopang tubuhnya.
“Jaemin-ah!” Jeno, Mark dan Haechan sangat panik melihat keadaan Jaemin. Jeno menggendong Jaemin dan mendudukkannya di bangku dekat ruang operasi.
“Jaemin-ah, neo gwaenchana?”
“Jeno-ya…,” ucapnya lirih. Airmata bergulir di pipinya,”Nomin. Ottokaji?”
“Ssstt tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja. Kita berdoa saja sekarang semoga Tuhan menolong Nomin,” Jeno memberikan saran padahal dia juga sedang sangat panik.
🍁🍁🍁
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay My Love (Nomin) ✔
FanfictionJeno adalah seorang atlet sepak bola yang sedang mengalami cedera dan harus menjalani perawatan di rumah sakit selama satu bulan. Karena selama berada di rumah sakit ia mengalami kebosanan, akhirnya ia memutuskan untuk berjalan-jalan dan tidak senga...